ITS News

Selasa, 03 September 2024
06 Oktober 2009, 10:10

Belajar Bencana Gempa

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Upaya tanggap darurat diperkirakan butuh enam bulan. Padahal tanggapdarurat saat terjadi rabu 2 September 2009 terjadi gempa 7,3 Skala Richter terjadi daerah pantai Tasikmalaya belum selesai.Indonesia memang gudangnya gempa dan ini terjadi karena tekanan lempeng tektonik sudah bekerja bergerak dan menekan Indonesia sejak jutaan tahun yang lalu. Lempeng itu terdiri darai Lempeng Samudra hindia-Australia yang bergerak kearah utara, Lempeng Samudra Pasifik yang bergerak ke arah barat dan Lempeng Benua Eurasia yang bergerak ke arah selatan.

Pada batas lempeng ini terjadi akumulasi energi sampai suatu batas tertentu atau dengan selang waktu terentu kekuatan lapisan litosfer terlampui sehingga terjadi pelepasan energi yang dikenal dengan gempa bumi yang akan merambat ke segala arah.

Gempa ini bisa terjadi tiap tahun, bisa tiap 10 tahun, bahkan bisa 100 tahun atau lebih. Pergerakan lempeng tektonik akan terus berlangsung dengan kecepatan tertentu antara 2 – 10 cm per tahun, sehingga kejadian gempa di suatu tempat akan berulang dan terus berulang di masa depan tergantung pada kekuatan runtuh batuan yang ada di daerah tersebut. Kalau kita plot lokasi dan distribusi gempa di Indonesia maka hampir seluruh wilayah Indonesia rawan gempa. Keadaan inilah yang menyebabkan kita harus menerima kenyataan bahwa kita hidup di Indonesia di kawasan rawan gempa bumi dan tsunami.

Gempa merupakan salah satu fenomena alam yang tidak dapat diprediksi dan tidak bisa dihindari serta tidak bisa dijinakkan sehingga akibat yang ditimbulkan bisa sangat mengerikan. Pengembangan sain untuk memprediksi kapan dan besarnya magnitude gempa sampai saat ini masih belum bisa menentukan secara pasti. Tanda-tanda memang kadang muncul setiap akan terjadi gempa seperti awan putih lurus, hewan-hewan di dalam tanah keluar bersamaan, atau hewan-hewan nampak gelisah beberapa jam sebelum gempa datang, semuanya itu masih belum bisa dipakai untuk menentukan kapan terjadi gempa karena kadang muncul kadang tidak menunjukkan gejala-gejala.

Tapi mungkin suatu saat akan ditemukan kapan dan besarnya magnitude gempa. Untuk sementara ini gempa dianggap given sehingga untuk antisipasi dan mengurangi risiko bencana dilakukan dengan jalan penguatan struktur bangunan dan peningkatan kapasitas masyarakat. Lokasi gempa dengan skala terbesar dan waktu ulang yang pernah terjadi merupakan data penting untuk berbagai upaya mengurangi risiko bencana gempa.

Kenapa kita rentan terhadap ancaman gempa?

Gempa tidak pernah membunuh tapi ketidak tahuan, ketidak mau tahuan dan ketidak ingin tahuan. Ketidak tahuan tentang gempa akan membuat kita tidak merasakan getaran dan atau goyangan sehingga saat terjadi gempa kita tidak melakukan respon segera tetapi setelah banyak yang runtuh baru bergerak menghindar. Respon yang terlambat ini akan berakibat terjadi kepanikan karena tidak berjalannya pikiran normal dan kalau yang tidak tahu jumlahnya banyak maka terjadi kepanikan massal (chaos). Ketidak tahuan juga menyebabkan kebingungan sehingga mempercayai isu-isu dan ramalan yang biasanya berkembang bersamaan dengan munculnya bencana. Faktor ketidak mau tahuan muncul setelah jumlah penduduk semakin banyak dan kemiskinan juga semakin banyak sehingga muncul masyarakat yang tidak meperdulikan keadaan sekitar.

Masyarakat dengan semaunya menempati di kawasan yang jelas-jelas rawan bencana seperti masyarakat yang bermukim di bantaran sungai, bermukim di kawasan bahaya letusan gunung berapi, masyarakat yang bermukim di kawasan panatai yang rawan tsunami, dsb. Faktor terakhir adalah faktor ketidak ingin tahuan tentang apa yang terjadi di sekitarnya yang muncul karena budaya dimasa lampau yang tidak mempunyai budaya keingin tahuan, sehingga apa-apa yang terjadi di sekitar kita tidak perbah menjadi perhatian serius bahkan lebih banyak mengabaikan segala peritiwa tersebut walau peristiwa itu berulang dan telah menimbulkan korban yang banyak. Sebagian besar rakyat menganggap bencana sebagai sesuatu musibah yang harus dan layak diterima oleh masyarakat, dan usulan upaya penanganan sebelum terjadi bencana masih dianggap suatu upaya yang mengada-ada bahkan ada beberapa daerah masih tabu membicarakan bencana takut kuwalat (khawatir terjadi sungguhan). Sikap ini menyebabkan setiap kejadian bencana kita segera terlupakan.

Kami mengusulkan agar memasukkan pengurangan risiko dalam perencanaan pembangunan dengan jalan (1) meletakkan pengurangan resiko bencana sebagai prioritas daerah dan implementasinya harus dilaksanakan oleh suatu institusi yang kuat, (2) mengidentifikasi, mengkaji dan memantau resiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini, (3) memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan pada seluruh tingkatan, (4) mengurangi cakupan resiko bencana, dan (5) memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar tanggapan yang dilakukan lebih efektif. Harapannya terbangun budaya keselamatan, budaya ketahanan, terbangun masyarakat tangguh menghadapi berbagai bencana.

Amien Widodo –

Peneliti Manajemen Bencana – ITS Surabaya

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Belajar Bencana Gempa