ITS News

Selasa, 03 September 2024
20 Desember 2010, 20:12

Antara SBY, Hermawan Kartajaya, dan ITS

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Bagaikan kisah Nabi Yusuf AS dengan ayahnya. Yusuf kecil yang rupawan dipisahkan dari ayahanda oleh saudaranya sendiri. Puluhan tahun Nabi Ya’kub memikirkannya. Tangisan tiap malam sebagai bentuk kerinduan yang mendalam akan sosok tampan. Kelenjar matanya kering. Sampai akhirnya beliau bertemu Yusuf dewasa telah berubah menjadi pemuda perkasa dan menteri sebuah negeri yang gagah. Pertemuan singkat itulah penghapus duka dan sumber air mata.

Begitu pula dengan dengan kisah Presiden SBY dengan ITS, kampus yang pernah menggemblengnya. Walaupun hanya sebentar, suami Ani Yudhoyono ini mengaku bagaikan pulang kampung ketika memasuki gerbang utama kampus almamater tercinta.

Tidak jauh berbeda dengan SBY, Hermawan Kartajaya, pakar marketing internasional itu pun menyampaikan hal serupa. Dia mengaku pertama kali melangkahkan kakinya di ITS pada tahun 1965. Sungguh membanggakan baginya, bisa diterima di salah satu institut teknik terbaik Indonesia. “Orang pintar ya kuliahnya di ITS,” ujar Hermawan menirukan Tan Siong Pik, Alm. Ayahnya.

Sayangnya, harapan memang tidak selalu sesuai dengan realita. Pada tahun kelima, Pencetus konsep marketing 3.0 ini harus keluar dari ITS. Bukan masalah akademik tentunya. Hermawan muda adalah sosok mahasiswa cerdas. Dengan segala keterbatasan, pengajar marketing di Pondok Pesantren Langitan ini harus membagi waktu. Bekerja paruh waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.

***

Dalam balutan tema Akselerasi Inovasi Teknologi Dalam rangka Mencapai Keunggulan Ekonomi Nasional, banyak hal yang disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.  Peran fungsi institusi pendidikan Teknologi Informasi (IT) pun menjadi fokusnya. Bersama Institut Teknologi Bandung (ITB), ITS adalah garda depan pusat riset dan teknologi Indonesia.

Visinya dalam 15 tahun mendatang adalah pencapaian keunggulan ekonomi nasional. Potensi dan sumber daya alam Indonesia cukup kaya. Mulai dari potensi laut yang tak ada habisnya, hijaunya hutan yang selalu memupus, potensi tambang yang tersebar di berbagai daerah. Semua potensi luar biasa yang siap memajukan ekonomi Indonesia. Dalam hal ini, akselerasi inovasi dan teknologilah sebagai ujung tombaknya.

Tidaklah muluk kalau Presiden Indonesia ke-6 itu menaruh harapan lebih pada dua institusi teknik terbaik, ITS dan ITB. Bahkan, SBY bermimpi kedua kampus tersebut mampu bermetamorfosis seperti kampus teknologi ternama, Massachusetts Institute of Technology (MIT) di Amerika Serikat. Harapan tersebut disampaikan presiden ketika memberikan kuliah umum di Graha ITS, yang di-relay ke beberapa kampus di Indonesia, Selasa (14/12). "Saya punya harapan ITB dan ITS akan menjadi MIT-nya Indonesia," tuturnya.

"Kita berada pada peringkat 91 dari 139 negara dalam kesiapan teknologi, lalu kita berada pada peringkat 37 dalam inovasi. Padahal, ITS dan ITB belum "ngamuk" dalam teknologi," katanya. Unik memang, Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono meminta dua institusi ini untuk membabi buta dalam pengembangan teknologi. Permintaan itu agar peringkat Indonesia dalam inovasi teknologi dapat terus meningkat.

Apabila Inovasi meningkat dengan menyatukan seni, kreasi, dan teknologi, maka industri kreatif dan seni kreatif juga akan mengekor. Tentunya hal ini membawa energi positif  sehingga kemajuan negara kita akan cepat tercapai.

Bisa kita lihat realita, “belum mengamuk” saja Indonesia sudah diakui dunia. Sebut saja Sapu Angin ITS yang mampu menundukkan kepala universitas terbaik se-Asia. Tim Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Maritim Challenge yang siap berlaga di Canada. Tim UKM Paduan Suara Mahasiswa (PSM) ITS yang menggondol emas di Korea, sampai UKM keilmiahan yang mendapat piala melimpah. Tentunya masih banyak prestasi yang tidak mungkin disebutkan satu-satu.

Seiring dengan permintaan Presiden, Hermawan pun mendukungnya. Dalam orasi ilmiahnya saat menerima gelar Doktor Honoris Causa, Rabu (15/12), dia menjelaskan tentang strategi konsep marketing baru. Karena hubungan kausatif antara marketing, inovasi teknologi, dan pertumbuhan ekonomi nasional sangatlah erat.

Sebagaimana pepatah lama mengatakan, ilmu agama tanpa ilmu pengetahuan umum bagaikan orang pincang. Sebaliknya, ilmu umum tanpa diimbangi ilmu agama seakan buta. Sama halnya dengan ilmu marketing dan inovasi teknologi yang harus berjalan berdampingan. Marketing tanpa inovasi teknologi bagaikan seorang pincang. Sedangkan inovasi teknologi tanpa marketing akan buta. Jadi, seorang mahasiswa hendaknya mampu menyeimbangkannya.

***

Setelah berbicara panjang lebar tentang visi misi besar negara akan Akselerasi Inovasi Teknologi Dalam rangka Mencapai Keunggulan Ekonomi Nasional, serta relasi yang cukup kuat antara urgensi konsep marketing untuk mendukung hal tersebut, mari kita coba berkaca ke dalam.

ITS sebagai salah satu pilar teknologi di Indonesia sudah patut berbangga dan terus berbenah menuju ITS emas. Mempersembahkan Sains-Teknologi-Seni Untuk Kemajuan Bangsa. Hal serupa diupayakan dalam peningkatan riset dan keilmiahan seluruh sivitas akademika ITS. Termasuk didalamnya adalah dosen dan mahasiswa.

Beberapa tahun terakhir, ITS gencar-gencarnya mewujudkan misi menjadi International Research University. Segala sesuatu yang berbau riset teknologi keilmiahan pun digenjot keras. Sebut saja Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) sebagai tiket menuju Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS). Dengan slogannya mengirim seribu proposal PKM, PIMNAS XII di Bali tahun 2010, ITS menduduki posisi runner up setelah Universitas Gajah Mada (UGM).

Selain itu, program mahasiswa berprestasi (Mawapres) pun tak kalah dukungan. Seluruh elemen kemahasiswaan terjun bebas ke lapangan untuk menyukseskan event itu. Mawapres Best Student Schol (MBESS) buktinya. Walaupun belum mendapat hasil yang optimal di tingkat nasional, tapi ITS optimis suatu saat akan mendapatkannya.

Business Plan dan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) juga  digencarkan. Tidak tanggung-tanggung, puluhan juta rupiah akan mengalir lancar bagi para enterpreneur muda kreatif. Mata Kuliah Technopreneurship pun akhirnya mendapat perhatian khusus.

Saya rasa hal itu sudah sangat bagus, visi misi institut searah dengan nasional. Para mahasiswa yang fokus pada keilmiahan dan riset teknologi pun seakan menjadi anak emas ITS. Siapa coba, yang tidak mau menjadi anak kesayangan?

Namun hal itu sedikit tidak berimbang dengan keadaan aktivis organisasi mahasiswa (Ormawa). Kok bisa ? Sebut saja perbandingan nilai Satuan Kredit Ekstrakulikuler Mahasiswa (SKEM) yang diwajibkan untuk mahasiswa angkatan 2008 ke bawah. Dalam penilaiannya, poin SKEM untuk pengurus Ormawa masih dibawah poin kepanitiaan kegiatan, apalagi kalau dibandingkan dengan point keilmiahan. Menjadi staf Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) selama satu semester hanya mendapat 100 poin, dihargai sama seperti peserta seminar di tingkat institut. Sedangkan staf Unit Kegiatan Mahasiswa 300 point. Pastinya keilmiahan jauh lebih tinggi.

Hal lain yang cukup mencolok adalah ketika kedatangan Presiden SBY kemarin. Sebanyak 700 kursi undangan untuk mahasiswa pilihan yang aktif dalam keilmiahan dan Ormawa. Namun dengan berbagai alasan teknis, akhirnya para pimpinan ormawa tertahan dan tidak bisa mengikuti kuliah presiden.

Sangat disayangkan, puluhan undangan dari orang nomor satu Indonesia harus ditanggalkan. Lucunya, sebuah kutipan salah seorang panitia menyebutkan, tertahannya kartu identitas para aktivis dikarenakan kekhawatiran terjadinya demonstrasi saat SBY memberi kuliah umum. Karena itu mereka sengaja diberangkatkan terakhir dengan pengawasan khusus (http://kampus.okezone.com/read/2010/12/14/373/403095/373/aktivis-ormawa-its-tertahan-di-gedung-rektorat)

Padahal, kegiatan ormawa sangat mendukung dalam pembentukan softskill, termasuk keilmiahan untuk mewujudkan universitas riset dunia. Hal ini disampaikan oleh Drs. Suko Hardjono, MS., Apt selaku dewan juri Mawapres nasional selama beberapa tahun terakhir. Softskill dan hardskill hendaknya berjalan beriringan, dan saling menguatkan.

Imajinasi pun melayang-layang. Bagaimana seandainya di masa depan ormawa selalu ditekan, sedangkan hanya keilmiahan yang digencarkan. Kalau keduanya saling mendukung, pastinya akselerasi inovasi teknologi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional seperti yang dicita-citakan pun semakin mendekat. Semoga bermanfaat.

Hanif Azhar
Mahasiswa Desain Produk Industri

Berita Terkait