ITS News

Selasa, 03 September 2024
14 Januari 2011, 21:01

Membangun Kemandirian Teknologi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Salah satu produk inovasi adalah teknologi. Bagi para teknolog, inovasi adalah proses kreasi teknologi baru atau proses pemberian nilai tambah pada teknologi yang sudah ada. Ada tiga faktor penting yang bisa menentukan kemajuan atau kemandirian teknologi dari sebuah negara. Pertama adalah education push factor, kedua adalah industry pull factor, dan yang ketiga adalah government policy factor.

Kampus teknik, industri dan pemerintah menjadi faktor penting dalam mendorong perkembangan teknologi. Kemandirian teknologi sebuah negara tidak akan bisa lepas dari tingkat pendidikan masyarakatnya. Dengan kata lain, kemandirian teknologi ditentukan oleh tingkat penguasaan ilmu atau kompetensi para teknolognya. Berbicara tentang kompetensi teknolog tidak bisa lepas dari kampus teknik sebagai industri pencetak para teknolog.

Di Indonesia, perguruan tinggi yang secara spesifik mendeklarasikan diri sebagai kampus teknik sangat sedikit. Bahkan perguruan tinggi teknik atau institut teknologi negeri di Indonesia hanya ada dua, ITS dan ITB. Sementara jumlah politeknik negeri di Indonesia tidak lebih dari 30.

Memang, fakultas teknik di perguruan tinggi umum atau universitas juga ada. Tapi jumlah ini masih kurang untuk mendorong percepatan kemandirian teknologi di negeri ini. Peran kampus dan fakultas teknik ini sangat signifikan didalam mencetak seorang teknolog yang handal dan kompetitif.

Selain masalah jumlah yang masih sedikit, mutu SDM (dosen dan teknisi) dan ketersediaan fasilitas riset dalam kampus dan fakultas teknik sangat penting. Indonesia masih membutuhkan ribuan doktor teknik sebagai dosen dan peneliti untuk mempercepat kemandirian teknologi. Inilah yang dimaksud dengan education push factor.

Industri yang bersentuhan langsung dengan masyarakat atau pasar juga merupakan faktor penting dalam mendorong perkemabangan teknologi. Kemandirian teknologi sebuah negara tidak akan bisa lepas dari response dan responsibility dari para industriawan. Yaitu sensitivitas dan kecepatan industriawan dalam merespon kebutuhan masyarakat/pasar dan tanggungjawabnya dalam ikut mengembangkan teknologi. Bentuk tanggungjawab ini bisa dituangkan dengan membuat departemen R&D di dalam perusahaan atau dengan memberikan kontribusi pendanaan bagi R&D di perguruan tinggi melalui kerjasama industri-perguruan tinggi.

Pemerintah sebagai pembuat regulasi menjadi faktor yang paling penting dalam mendorong percepatan kemandirian teknologi dalam sebuah negara. Kemandirian teknologi bisa tercipta karena ada environment atau iklim yang mendukung terciptanya kemandirian teknologi. Kebijakan dalam bentuk regulasi dan anggaran yang berpihak pada kemandirian teknologi sangat diperlukan. Bagaimana Indonesia bisa mandiri dalam bidang teknologi jika regulasi pemerintah tidak pernah berpihak?

Bercermin pada Jepang

Dulu, Jepang adalah negera dengan banyak masalah. Perang saudara, bom atom di Hiroshima-Nagasaki, minimnya sumber daya alam, gempa, tsunami, banjir dan masalah sampah. Tapi, itu semua justru membuat Jepang bangkit dan mampu menyulap negaranya menjadi negara yang maju dalam segala bidang dan masuk dalam deretan atas negara-negara super ekonomi dunia.

Bahkan, menurut hasil survei The Economist Intelligence Unit yang dilakukan dalam rentang waktu 2002 sampai 2006, dari 82 negara dengan tingkat ekonomi yang boleh dikatakan mapan, Jepang menduduki peringkat tertinggi sebagai negara paling inovatif mengungguli USA, Swis dan Swedia dalam katagori negara paling inovatif sedunia. Jumlah paten yang diproduksi oleh sebuah negara per satu juta penduduknya dijadikan standar pengukuran. Dengan jumlah populasi yang hanya 42% dari USA, rasio paten Jepang per satu juta penduduknya tiga kali lebih tinggi dari USA-dan tertinggi bila dibandingkan negara-negara lainnya.

Pada tahun 2007 sampai 2011, hasil survey memprediksi bahwa peringkat negara innovator dunia masih tidak akan berubah. Hanya saja, Cina yang saat ini menjadi negara investor terbesar kedua dalam dunia riset setelah USA hampir bisa dipastikan akan mengalami percepatan pertumbuhan inovasi dan mengejar Jepang, USA, Swiss dan Swedia. Sementara negara-negara yg tergabung dalam Uni Eropa diprediksi masih akan tetap tertinggal dengan Jepang dan USA dalam kurun waktu 5 tahun kedepan walau upaya untuk meningkatkan performan inovasinya terus dilakukan.

Tingginya perhatian pemerintah Jepang yang ditunjukkan dengan investasi besar-besaran pada dunia riset, menjadi faktor penting dalam merangsang tumbuhnya inovasi di Jepang. Selain itu, negara yang miskin sumber daya alam ini telah lama menerapkan pendekatan “Inovasi atau mati” karena perekonomian jepang sangat bergantung pada inovasi dan teknologi tinggi. Faktor lainnya adalah telah terciptanya sebuah mutualism symbiotic antara perusahaan besar, perusahaan kecil menengah , akademisi dan pemerintah, ikut menjadi penentu tingginya tingkat inovasi di Jepang.

Dalam sebuah seminar di Tokyo Institute of Technology pada tanggal 21 Juni 2007, yang saya hadir di dalamnya, staf ahli menteri pendidikan-perdagangan dan industri Jepang menjelaskan bahwa salah satu kunci kenapa Jepang bisa menjadi negara innovator terbesar saat ini adalah karena peran aktif dan simbiosis mutualisme yang terjalin antara pemerintah, akademisi dan dunia industri.

Hampir semua perusahaan besar di Jepang memiliki departemen R&D. Kemitraan dengan anak perusahaan, perusahan kecil dan universitas terjalin dengan baik dalam mendorong inovasi di negara ini. Pemerintah ikut mendorong proses ini dengan menjadikan riset-riset yang bersentuhan dengan hajat hidup dan kemaslahatan orang banyak menjadi proyek negara.

Selain iklim yang sangat kondusif, motivasi akademisi dan peneliti di Jepang sangat tinggi. Hal ini bisa kita lihat dari lamanya jam kerja para akademisi Jepang, yang rata-rata diatas 10 jam. Kesadaran publik Jepang akan pentingnya riset dan inovasi juga sangat tinggi, dibuktikan dengan banyaknya lembaga riset swadaya masyarakat di Jepang. Ditambah lagi dengan kepekaan mereka terhadap common/global issues yang juga cukup tinggi.

Kampus-kampus di Jepang saat ini berlmba-lomba membentuk departemen kewirausahaan atau venture business yang berusaha mendorong para civitas akademika untuk berkompetisi menciptakan inovasi yang bermuara pada kreasi bidang usaha baru.

Harus Laksana Guntur
dosen di Jurusan Teknik Mesin ITS, menyelesaikan master dan doktor teknik di Tokyo Institute of Technology, Jepang.

Berita Terkait