ITS News

Senin, 02 September 2024
08 November 2011, 08:11

Minder

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Sekitar dua minggu lalu saya diberi kesempatan untuk menjadi salah satu peserta Forum Indonesia Muda (FIM) Angkatan 11. Sungguh kesempatan luar biasa dan tiada duanya, saya dapat berkumpul bersama mahasiswa-mahasiswa luar biasa dari seluruh penjuru Indonesia. Mereka berasal dari Sabang sampai Merauke, mahasiswa dari Universitas Syiah Kuala Aceh sampai Universitas Cenderawasih Papua.

Saya bangga bisa menjadi bagian dari FIM 11. Bangga yang bercampur minder. Oke, saya ulangi sekali lagi. Saya minder.

Bella Moulina adalah seorang teman peserta FIM 11 yang berasal dari Jambi, seorang mahasiswa Universitas Negeri Jambi. Siapa sangka ternyata ia adalah inisiator sebuah lembaga sosial bernama Sahabat Ilmu Jambi (SIJ).

SIJ merupakan komunitas relawan dalam memotivasi anak-anak panti asuhan, anak jalanan, dan anak kurang mampu untuk gemar membaca dan menulis, serta berbagi ilmu dengan para tentor yang akan datang setiap pertemuan. Komunitas independen ini bergerak demi menyetarakan anak- panti asuhan, anak jalanan, dan anak kurang mampu untuk bisa meraih mimpi seperti anak-anak lainnya. Saya yang selama ini hanya berkutat mengurusi organisasi kampus, hanya bisa terkagum-kagum.

Ada pula Anggita Aninditya Prameswari Prabaningrum yang oleh teman-teman FIM biasa disapa Gita. Ia, mahasiswa Universitas Persada Indonesia Jakarta, adalah seorang aktivis sosial dan budaya.

Di hadapan Gita, saya merasa apa yang saya lakukan tidak ada apa-apanya. Jika saya hanya berkutat dengan organisasi kampus, Gita aktif di berbagai organisasi yang menyuarakan anti korupsi, pelestarian budaya bangsa, dan yang lainnya. Ia sering turun ke jalan untuk mengadakan pementasan, seperti pementasan Wayang, demi terlestarikannya budaya-budaya bangsa. Ia sudah sering berinteraksi langsung dengan anak jalanan, belajar musik dan membaca bersama. Hal selalu ia katakan kepada teman-teman FIM lainnya adalah ”Jangan kebanyakan diskusi. Ayo langsung bergerak,” katanya.

Itu baru dua. Masih ada 132 kepribadian luar biasa yang saya kenal di sana. Seratus tiga puluh dua pribadi yang membuat saya minder karena tersadar bahwa saya belum melakukan apa-apa.

Satu sosok lagi yang ingin saya ceritakan (yang juga membuat saya minder) adalah Iman Usman. Mungkin ada di antara pembaca yang sudah kenal, mungkin juga belum. Ketika FIM 11, Iman menjadi salah satu pembicara. Peserta FIM 11 yang dari UI, ITB, Unpad langsung heboh ketika mengetahui bahwa Iman menjadi salah satu pembicara, selain juga ada Amien Rais, Taufik Ismail, Arief Munandar, dan pembicara kompeten lainnya.

Saya? Saya hanya melongo memandang mereka. Saya jelas belum mengetahui siapa itu Iman Usman. Jangankan mengetahui, mendengarnya namanya saja saya belum pernah. Karena ingat pepatah ‘malu bertanya sesat di jalan’, akhirnya saya bertanya ”Siapa sih Iman Usman itu?” dengan gengsi yang sudah direndahkan. Mungkin dalam pikiran mereka saya adalah mahasiswa katrok yang ketinggalan informasi.

Ada yang sudah mengetahui keberadaan Indonesia Future Leaders (IFL)? Jangan malu berkata ‘belum’, karena sebelum menjadi peserta FIM 11 pun saya belum tau. Iman Usman adalah salah satu pendiri sekaligus Presiden IFL saat ini. Iman membentuk IFL dua tahun yang lalu bersama enam orang temannya. Mereka percaya bahwa untuk memajukan Indonesia, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi seluruh elemen masyarakat, termasuk pemuda.

Melalui IFL, mereka berharap akan lahir generasi muda Indonesia yang capable dan berdampak bagi perubahan positif di masyarakat, sehingga kaum muda tidak hanya menjadi objek dari pembangunan namun juga menjadi motor penggerak dari pembangunan itu sendiri. Hingga April 2011, IFL tercatat telah memiliki lebih dari 50 staf, lebih dari 500 relawan, dan 8000 online supporters, yang tersebar tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara.

IFL dalam 2 tahun terakhir telah memberikan dampak kepada lebih dari 40.000 orang. Dan percayakah teman-teman bahwa Iman Usman adalah seorang mahasiswa UI yang masih berusia 19 tahun? Itu artinya ketika ia membentuk IFL, usianya baru 17 tahun. Masih siswa SMA.

Oke, saya sudah minder tingkat akut sekarang.

Sementara Kita Masih Sibuk dengan Pemira
Ketika saya kembali ke Surabaya, saya kembali dihadapkan dengan para aktivis kampus yang masih sibuk dengan Pemilu Raya (Pemira). Akhirnya saya melakukan hal yang seharusnya tidak saya lakukan : saya membandingkan aktivitas kita (baca : mahasiswa ITS) dengan aktivitas mahasiswa ‘Jawa Barat-ke-barat’.

Lagi-lagi saya minder. Satu hal yang saya sadari dengan pasti adalah betapa kita terlalu sibuk berkutat dengan ‘politik kampus’. Saya melihat semangat kita begitu membara ketika berbicara tentang Pemira. Jargon Progresif Bersahabat dan Senyum Transformasi membakar kedua kubu. Bahkan hingga kini masih saling menjatuhkan dan saling menyudutkan, yang katanya sih demi KM ITS yang lebih baik.

Saya yang tidak terlalu suka dengan kehebohan politik kampus menjadi sedikit gerah. Semakin minder dengan kenyataan bahwa ketika mahasiswa di sana sudah bergerak jauh di depan kita (kontribusi nyata untuk membangun bangsa), sedangkan kita masih asyik dengan cerita kita sendiri.

Kita terlalu sibuk di dalam, berpolitik di dalam, berebut di dalam. Itu yang saya lihat pada kita, termasuk pada diri saya sendiri. Yah, meskipun memang tidak semua seperti itu. Tanpa bermaksud mengeneralisir, tapi itulah potret mahasiswa ITS. Potret kita. Potret kamu, mereka, dan saya.

Saya banyak belajar dari keluarga Kunang-kunang, sebutan bagi keluarga FIM. Pergerakan sosial mahasiswa ‘Jawa Barat-ke-barat’ sudah sangat jauh di depan kita.

Saya ingin berhenti sekadar berdiskusi, saya ingin berhenti sekadar berwacana, saya ingin berhenti sekadar sibuk di dalam, saya ingin berhenti sekadar berpolitik kampus.

Saya ingin tidak minder lagi ketika berhadapan dengan Bella, Gita, ataupun Iman. Agar suatu saat ketika kita melantangkan ”Hidup rakyat Indonesia!”, kita juga bisa menjawab dengan lantang pertanyaan, ”Rakyat Indonesia mana yang kau hidupi?”

Cahaya seekor kunang-kunang mungkin tidak akan terlalu nampak. Namun jika ribuan kunang-kunang bersatu, maka akan menghasilkan cahaya terang yang akan menerangi jagat raya. ̶  Tatty Elmir, Pembina Forum Indonesia Muda.

Ni Luh Putu Satyaning Pradnya Paramita
Mahasiswa Jurusan Statistika FMIPA ITS Angkatan 2008
Masih minder dan masih belajar

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Minder