ITS News

Senin, 02 September 2024
14 September 2012, 16:09

Hutankan Gunung, Kurangi Bencana Kekeringan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Semua orang tahu, hutan akan menangkap, menahan, serta meresapkan air hujan ke dalam tanah. Air yang ada di dalam tanah ini akan menyebabkan tanah menjadi lembab seirama dengan perubahan cuaca setiap tahun. Kemudian air di dalam tanah ini akan keluar sebagai mata air bersih (sumber) yang akan mengisi atau menambah debit sungai sehingga dapat mengalir jauh.

Hutan dibabat habis. Hujan yang datang tidak ada yg meresap ke dalam tanah untuk mengisi cadangan air tanah. Tetapi air hujan lebih banyak lari sebagai air permukaan dan air banjir. Kelembaban tanah akan menghilang dan tanah akan mongering sehingga cadangan air yang semestinya digunakan untuk vegetasi berkurang atau hilang. Hutan di gunung kekurangan air, kering, dan mudah terbakar.

Berdasarkan data hotspot Satelit NOAA di Kementerian Kehutanan dari periode Januari hingga 22 April 2012, telah terpantau sejumlah 3.416 titik. Hotspot tersebut tersebar di sembilan provinsi rawan kebakaran yaitu Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Sulawesi Selatan. Pada periode yang sama, tahun 2011, jumlah hotspot sebanyak 2.561 titik. Ini artinya terjadi peningkatan hotspot sebanyak 855 titik atau sebesar 33 persen.

Menurut Menteri Kehutanan, salah satu penyebab tingginya potensi kebakaran hutan dan lahan adalah kebiasaan masyarakat Indonesia yang membuka lahan dengan cara membakar. Akibatnya, mata air mulai menghilang dan berkurang debitnya. Sehingga vegetasi dan penduduk yang biasanya menggunakan mata air ini mulai kekurangan air. Demikian pula dengan debit air sungai yang akan berkurang dan tidak bisa mengalir jauh lagi. Cadangan air dalam tanah yang dikenal penduduk sebagai air sumur dan air sumur bor mulai berkurang, sehingga penduduk mulai merasakan kekurangan itu.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho menyebutkan, tahun 2020, potensi air yang ada di Indonesia diproyeksikan hanya 35% yang layak dikelola. Yaitu 400 meter kubik per kapita tahun. Angka ini jauh dari standar minimum dunia, yakni 1.100 meter kubik per kapita per tahun. Sejak tahun 2003 terdapat 77% kabupaten atau kota di Jawa yang memiliki defisit air selama satu sampai delapan bulan dalam setahun. Sedangkan sebanyak 36 kabupaten atau kota defisit air lima sampai delapan bulan dalam setahun. Jika saat ini terjadi dampak kekeringan, khususnya di Jawa.

Kalau musim kemarau tambah panjang, dikhawatirkan sumber akan hilang sama sekali dan akan menimbulkan masalah atau membahayakan banyak orang. Keadaan ini dikhawatirkan akan terjadi konflik horizontal antar masyarakat untuk memperebutan sumber air, khususnya masyarakat di hulu dan di bagian hilir.

Distribusi air, hujan buatan, pemboran sumur adalah solusi singkat yang belum mengatasi masalah dengan tuntas. Ini pelajaran yang baik bagi kita, ini petunjuk Allah bagi kita, ini ayat khauniyah bagi kita, agar kita bersama-sama segera memperbaiki keadaan. Caranya sangat sederhana, yaitu kembalikan gunung seperti apa adanya sehingga gunung bisa berfungsi sebagai kawasan resapan air, menjaga tata air, tata iklim, tata ekosistem, dan tata kehidupan. Hutankan gunung selamatkan air, selamatkan tanah, selamatkan masa depan.

Amien Widodo ITS Surabaya

Berita Terkait