ITS News

Senin, 02 September 2024
05 Januari 2013, 15:01

Waspada dan Antisipasi Bencana

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Data sementara menyebutkan bahwa selama tahun 2012 telah terjadi 295 puting beliung di Indonesia. Dengan melihat pola dan karakteristik hujan di Indonesia, maka diperkirakan bahwa puting beliung berpotensi terjadi hingga Maret – April 2013. Banjir dan longsor diprediksi akan terjadi hingga April 2013. Puncak banjir dan longsor sendiri diperkirakan terjadi pada Januari – Februari 2013.

Saat ini tedapat 404 kabupaten/kota di Indonesia dengan 115 juta penduduk yang masuk ke dalam daerah rawan sedang-tinggi dari bahaya puting beliung. Padahal hingga kini sistem peringatan dini puting beliung belum tersedia. Sebanyak 315 kabupaten/kota di Indonesia dengan 60,9 juta jiwa tinggal di daerah rawan sedang-tinggi banjir. Sedangkan untuk longsor terdapat 270 kabupaten/kota dengan 124 juta jiwa tinggal di daerah rawan sedang-tinggi longsor.

Ancaman banjir lahar dingin juga turut mengancam masyarakat di kawasan pegunungan. Setidaknya, terdapat 77 juta meter kubik material lahar dingin berada di kawasan Gunung Merapi, Potensi bencana yang sama juga terjadi di Gunung Gamalama, Gunung Bromo, Gunung Lokon dan Gunung Soputan hingga Maret 2013.

Kebakaran lahan dan hutan serta kekeringan juga masih mengancam Indonesia selama musim kemarau. Kebakaran lahan dan hutan ini berpotensi terjadi di delapan provinsi langganan. Yaitu Sumatera Utara (Sumut), Riau, Jambi, Sumatera Selatan (Sumsel), Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), Kalimantan Selatan (Kalsel) dan Kalimantan Timur (Kaltim). Sedangkan kekeringan berpotensi terjadi selama Agustus-Oktober di Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur (NTT) dan daerah-daerah yang defisit air.

Dalam ranah manajemen resiko menyebutkan bahwa jika kejadian bencana terjadi hampir pasti tiap tahun dengan magnitud besar dan berdampak luas dengan korban cukup banyak maka bencana musiman dikategorikan sebagai bencana berisiko tinggi. Pemerintah berkewajiban melakukan berbagai upaya pengurangan risiko bencana baik sebelum, saat dan setelah bencana sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (UU PB).

Dalam UU PB Pasal 4 antara lain menyebutkan bahwa penanggulangan bencana bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana. Pasal 5 dan 6 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, dengan tanggung jawab melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan resiko bencana dengan program pembangunan dan melakukan perlindungan masyarakat dari dampak bencana.

Iklim,Tanah, Gunung dan Vegetasi
Mari kita segarkan kembali ingatan kita tentang pengetahuan dasar asal mula tanah yang ada di daerah yang tinggi (bukit/gunung). Tanah terbentuk dari hasil proses interaksi batuan gunung, iklim dan vegetasi.

Awalnya gunung itu berupa batuan, kemudian karena panas matahari pada siang hari dan dinginnya malam akan meretakkan batu, sehingga turun air hujan yang membawa Karbon dioksida (CO2) akan masuk lewat retakan dan melapukkan batuan menjadi tanah. Biji-bijian jatuh di gunung dan tumbuh pohon. Akar tunjang pohon akan menembus dan memecahkan batau serta mengeluarkan enzim melapukkannya untuk nutrisi pertumbuhan pohon itu. Unsur unsur hara tanah ini bersama air didistribusikan ke seluruh tubuh pohon dan dikeluarkan lewat proses
fotositesis.

Fotosintesis adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan atau energi yaitu glukosa dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta dibutuhkan bantuan energi cahaya matahari. Fotosintesis menjadi sangat penting bagi kehidupan di bumi karena menghasilkan sebagian besar oksigen dan uap air yangterdapat di atmosfer.
 
Secara fisik kanopi pohon akan menahan energi hujan sehingga hujan bisa jatuh ke tanah dengan perlahan. Perakaran yang ada di permukaan tanah bersama rumput atau tanaman perdu dan sersah menahan hujan dan meresapkan air hujan ke dalam tanah lewat akar akar untuk mengisi cadangan air tanah. Keberadaan pohon ini sangat berarti karena mampu meresapkan air hujan ke dalam tanah sebesar  lebih dari 80 persen. Sebagian kecilnya dialirkan sebagai air permukaan. Seiring dengan bertambahnya waktu tanah hasil pelapukan akan semakin tebal dengan kecepatan sekitar 0,005 mm/th di kawasan tropis

Demikian pula dengan pohon juga akan membesar termasuk akar akarnya juga ikut membesar dan melebar. Agar tanah tetap stabil menempel di lereng gunung yang kemiringannya tajam maka akar pohon saling bersimbiose dengan tanah. Akar serabut akan memperkuat kohesi atau daya ikat tanah. Sedangkan akar tunjang akan berfungsi sebagai angker memperkuat stabilitas tanah di lereng.

Iklim, tanah, gunung dan vegetasi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Memisahkan salah satunya akan mengakibatkan kerusakan. Gunung akan kembali menjadi batu lagi. Hutan alam asli Indonesia akan menyusut luasnya dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Hal ini sebagai akibat penebangan hutan Indonesia yang tidak terkendali selama puluhan tahun.

Dalam kurun lima tahun terakhir terdapat 72 persen dari kawasan hutan alam utuhnya menghilang. Sebanyak 40 persen diantaranya hancur total. Jika laju kerusakan hutan ini dibiarkan maka sudah dapat diprediksi akan terjadi krisis mineral. Air akan menjadi hantu yang menakutkan bagi masyarakat Indonesia yang telah berjumlah 270 juta jiwa.

Penebangan hutan besar-besaran menyebabkan tanah di lereng semakin lama tidak terlindungi. Awalnya dimulai peningkatan aliran air permukaan yang akan diikuti peningkatan intensitas erosi tanah permukaan yang bisa mencapai ribuan kali lipat. Air permukaan mengerosi tanah dan akan membawa tanah ini masuk ke badan sungai sehingga terjadi sedimentasi. Sedimentasi akan mendangkalkan sungai sehingga saat turun hujan berikutnya alur sungai tidak muat dan air akan meluap sebagai banjir.

Dampak penggundulan hutan yang paling mengerikan adalah terjadi longsor dan diikuti banjir bandang. Akibat lain yang tak kalah bahaya adalah perunahan suhu pegunungan yang akan mengundang angin puting beliung. Di musim kemarau air akan menjadi sulit karena tidak ada air hujan yang meresap. Hal ini akan memicu terjadi kekeringan dan  berkurangnya mata air yang akan diikuti pengurangan debit air sungai

Faktor Antropogenik

Manusia diciptakan dan didatangkan ke permukaan bumi dengan tugas sebagai pengelola yang membawa rahmat bagi alam semesta. Manusia diberi petunjuk ilmu pengetahuan lewat berbagai kejadian alam, tentang makhluk, tentang akibat bila melakukan pengelolaan yang salah dan banyak lagi. Namun kenyataannya justru berlawanan. Sebagian manusia dan aktivitasnya tidak mengindahkan itu dan tidak belajar dari petunjuk petunjuk itu. Mereka merambah pegunungan, membabati hutan dan merubah lahan hutan jadi lahan pertanian dan atau permukiman.

Sebagian masyarakat juga dengan nekatnya menempati dataran banjir yang semestinya tidak boleh ditempati dengan tidak mengindahkan ancaman banjir. Penduduk yang bermukim di pinggir sungai jelas akan mempengaruhi lebar sungai rencana.

Ada sikap buruk dari masyarakat yaitu BUANG SAMPAH SEMBARANGAN sehingga sedimentasi sungai semakin tinggi termasuk sedimen yang terapung (sampah, red). Dasar sungai menjadi penuh dengan sedimen. Permukaan sungai menjadi penuh sampah. Lebar sungai menyempit sehingga air hujan yang turun tidak dapat tertampung. Akibatnya sungai meluap ke kiri kanan sungai sebagai banjir.

Untuk itu disarankan untuk mengembalikan gunung seperti apa adanya sehingga gunung bisa berfungsi sebagai kawasan resapan air, bisa berfungsi menjaga tata air, menjaga tata iklim, dan tata ekosistem agar tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrem.

Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:

  1. Segera menetapkan kawasan resapan mutlak yang hanya dipergunakan untuk hutan dan kawasan resapan terbatas  bagi kawasan yang ada permukiman dengan persyaratan yang ketat. Sebagai perbandingan adalah Gubernur Joko Widodo (Jokowi) dengan berencana membuat terowongan multiguna senilai Rp 16 triliun. Proyek yang sangat besar ini hanya menyelesaikan sesaat dikarenakan masih akan ada pengeluaran tahunan yaitu pengerukan sedimen. Apabila uang tadi digunakan untuk membeli Puncak Bogor dan langsung diubah menjadi kawasan resapan air maka segala persoalan akan berkurang sangat signifikan.
  2. Melakukan edukasi secara kontinyu terhadap semua lapisan masyarakat baik yang ada di hulu, di bagian tengah maupun masyarakat hilir. Mereka harus mendapat pemahaman bahwa mereka adalah saudara ekologis, saling tergantung, harus saling bekerja sama dan harus berbagi apa saja. Maksud saudara ekologis seperti masyarakat hilir (kota, red) melatih masyarakat hilir agar tidak menggantungkan hidupnya dengan hutan. Mereka dapat dilatih kewirausahaan misalnya petanian madu, rotan, bunga anggrek, agrobisnis lainnya. Sedangkan pihak hilir dapat selalu membeli hasil bumi tersebut sehingga bisnis berjalan lumintu dan semua senang.

ditulis sebagai prediksi tahun 2013
Dr. Amien Widodo
Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana dan Perubahan Iklim ITS Surabaya

Berita Terkait