ITS News

Senin, 02 September 2024
17 Januari 2013, 09:01

Integralistik yang Dirindukan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Merujuk kepada analogi dalam paragraf di atas, etika mahasiswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya memiliki daya tarik tersendiri untuk dikupas. Bagaimana tidak, sebagai kampus teknik yang mayoritas mahasiswanya ber-gender pria ini, Institut Teknologi Sepuluh Nopember menjadi salah satu kampus yang menggagas semangat integralistik sebagai tradisi akbar tahunan untuk mahasiswa barunya.

Tak jauh berbeda, Fakultas Teknologi Industri (FTI) juga memiliki visi integralistik yang sama. Fakultas yang banyak menyedot prosentase dari jumlah mahasiswa ITS keseluruhan ini pun memiliki jargon yang berbunyi ‘FTI Bersatu, ITS Maju‘. Jargon yang begitu merepresentasikan betapa penting sebuah integralistik bagi fakultas dengan personil terbanyak ini.
Namun, ketika jargon hanya dianggap sebagai barang antik yang dwariskan oleh generasi sebelumnya, dan hati hanya menjadi museum baginya, ia tak lebih menjadi wacana belaka. Lebih-lebih mereka (mahasiswa FTI, red) yang pada tahun pertamanya mengalami doktrinasi besar-besaran di jurusan dari para pendahulunya, hanya akan berujung mendewakan himpunan masing-masing. Hal tersebut seperti yang telah diungkapkan Menteri PSDM BEM ITS pada akhir masa jabatannya. Paling tidak keberanian itu sedikit banyak mewakili kegundahan yang selama ini hanya menjadi desas desus belaka.
Tak hanya itu, pun semangat integralistik fakultas seakan ikut meluntur. Bukan lagi menjadi rahasia umum ketika arogansi jurusan yang mendarah daging menjadikan kesatuan di FTI tak lagi utuh. Padahal, kesatuan dan ketidakutuhan merupakan dua hal yang cukup kontradiktif dan menggelitik ketika keduanya saling disandingkan. ‘Perang Ssaudara’ yang banyak mewarnai berbagai momen kebersamaan FTI pun turut menjadi catatan sejarah kelamnya. 
Satu lagi, bukti kesakitan moral yang begitu memilukan dan masih hangat diperbincangkan, yakni Latihan Ketrampilan Manajemen Mahasiswa (LKMM) Tingkat Pra-Dasar yang digelar pada awal Desember lalu telah menambah catatan hitam FTI. Penutupan acara yang dihadiri ‘tamu tak diundang’ itu membuat makna yang dibawa zona integralistik tak sedalam namanya. Bagaimana tidak, perselisihan yang terjadi antara penyelenggara dan salah satu HMJ tersebut begitu menodai gelaran bertujuan mulia ini.
Lalu, seperti apakah kita sebenarnya? Mahasiswa ITS, yang kata BJ Habibie, "Kalian keturunan pejuang"?  Mahasiswa FTI, yang katanya menjadi tonggak kemajuan ITS? Patutkah sebutan agung itu melekat pada diri kita?  Ketika kita sendiri masih menjadi orang yang ngopoki (pura-pura tak mendengar, red) terhadap jeritan nilai integralistik yang kini banyak ter(di)lupakan keberadaannya. Ironis memang, namun keprihatinan ini tak kunjung terjawab. 

Tak ayal, potongan catatan buram di atas mungkin hanya akan menjadi bisikan kecil selama ini. Bagi sebagian orang, bisikan kecil itu akan mampu membawa hatinya terjebak dalam pusaran yang memilukan. Tapi, tak sedikit juga telinga yang masih tak peduli. Dengan hati penuh harap, mata yang terus menatap, dan semangat yang tak kuasa terucap, semoga rasa memiliki merahnya FTI tak berhenti hanya menjadi sebuah kepura-puraan, bisa bersemayam dihati para pejuang FTI, dan bisa memajukan ITS dengan bukti konkret integralistik yang selama ini ‘mungkin’ dipandang sebelah mata.

Holly Aphrodita
Mahasiswa Jurusan Teknik Industri angkatan 2011

Berita Terkait