ITS News

Senin, 02 September 2024
19 Maret 2014, 17:03

Menanti Bumi Tersenyum

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Paceklik yang timbul akhir-akhir ini merupakan dampak dari perubahan iklim yang terus-menerus mengalami peningkatan suhu bumi akibat pemanasan global telah mengancam berbagai macam makhluk hidup. Mulai dari mikroba yang tak kasat mata hingga manusia.

Tidak hanya itu, gagal panen akibat kekeringan pun terus menghantui petani-petani di desa. Akibatnya, tak hanya petani yang cemas, para pejabat dan pakar-pakar sains pun khawatir terhadap beragam krisis akibat perubahan iklim.

Menilik sisi lain dari itu, kita melihat pabrik-pabrik terus mengepulkan asapnya ke udara, hutan-hutan terus dibabat untuk dijadikan lahan pertanian, lahan pertanian pun diratakan dan dijadikan gedung-gedung yang mencakar langit. Mereka menganggap itulah sebuah prestasi, kemajuan teknologi yang dimanifestasikan dengan pembangunan liar.

Itulah yang seharusnya menjadi renungan kita bersama. Mari kita perhatikan daun di pohon itu, tidakkah kita melihat rontaannya? Dan lihatlah rumput-rumput di pekarangan, tidakkah kita mendapati jeritannya? Atau burung-burung yang riwa-riwi ke sana kemari, tidakkah kita mendengar erangannya? Alam ini telah menderita karena akumulasi perbuatan manusia yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi.

Mari kita membuka mata, perubahan iklim tak mungkin dapat dihindari lagi. Yang bisa kita lakukan adalah beradaptasi terhadap perubahan iklim tersebut. Kita bisa melakukannya dari hal-hal terkecil di sekitar kita.

Hemat listrik misalnya, Indonesia mengandalkan pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Proses pembakarannya menghasilkan CO2 yang apabila terakumulasi di atmosfer menyebabkan panas matahari tak dapat keluar menembus atmosfer. Akhirnya dipantulkan kembali ke bumi, sehingga bumi semakin panas.

”Apabila listrik digunakan secara berlebihan, misalnya menyalakan lampu dan alat-alat elektronik di saat tak digunakan, maka produksi listrik akan semakin meningkat, logikanya CO2 yang dihasilkan pun semakin melambung”, ujar Prof Dr rer pol Ir H Didik Notosudjono M Sc saat memberikan materi pada Talkshaw MIPA untuk Negeri di Universitas Indonesia, September 2013 silam.

Tak terkecuali dengan air dan energi lainnya. Menipisnya pasokan air tanah terlihat dari seringnya terjadi kekeringan di berbagai daerah. Selain itu, karena berkurangnya daerah resapan dan pepohonan, menyebabkan air hujan tidak dapat menembus ke dalam tanah, yang ada justru air hujan tersebut menyebabkan banjir. Sehingga hal yang harus kita lakukan adalah berhemat dalam menggunakan air, terlebih lagi apabila kita bisa me-recycle air buangan menjadi air murni kembali.

Lebih jauh lagi kita dapat melakukan kreasi dan inovasi dalam riset tentang perubahan iklim, yaitu mencari solusi dalam mengatasi krisis di berbagai dimensi. Renewable energy misalnya, melalui mikrohidro, bayu, air laut, biomassa, gelombang, dan lain-lain yang sangat melimpah di Indonesia.

Perubahan besar memang dimulai dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan. Lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan. Kitalah yang seharusnya bertindak memberikan solusi-solusi terhadap permasalahan perubahan iklim. Kita yang harus bertanggung jawab terhadap keberlangsungan kelestarian alam, karena pada dasarnya apa yang Tuhan berikan kepada kita sekarang bukan hanya milik kita saja, melainkan juga anak cucu kita. Dan akhirnya segala kerusakan itu tidak akan terjadi manakala manusia mau berpikir tentang dampak yang ditimbulkan akibat ulahnya.

Lihatlah gunung itu, dia berdiri dengan kokoh, seolah mengucapkan salam terima kasihnya, dan juga embun yang menetes dari ujung daun itu, dia memberikan senyuman terhangatnya untuk kita. Hal itu tidak hanya akan menjadi mimpi manakala kita mau bersatu untuk mewujudkan bumi yang damai.

Salam lestari, salam konservasi,,,,!!!

Misbahul Munir
Mahasiswa Jurusan Biologi
Angkatan 2012

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > Menanti Bumi Tersenyum