ITS News

Senin, 02 September 2024
11 Maret 2014, 13:03

Gugah Mahasiswa ITS dengan Realisasi AEC 2015

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

AEC (ASEAN Economic Community) merupakan kesepakatan yang dibuat dalam KTT IX di Bali pada tahun 2003 dan akan berlaku secara resmi pada 2015 nanti. Lalu, besarkah pengaruh AEC bagi pembangunan Indonesia? Jawabannya adalah "Ya".

Konsep komunitas yang telah disepakati ini berupa pasar tunggal ASEAN yang diharapkan dapat membentuk pasar dan basis produksi yang satu, sehingga ASEAN bisa menjadi kawasan yang memiliki daya saing tinggi dalam perekonomian dunia. Tentu saja hal ini sangat berpengaruh bagi Indonesia mengingat negeri ini adalah salah satu anggota ASEAN.

Sebagai salah satu anggota ASEAN yang dinilai cukup maju, Indonesia perlu membenahi segala aspek kehidupan masyarakatnya demi terwujudnya AEC 2015. Salah satu aspek yang perlu dibenahi adalah sistem pendidikan di Indonesia.

Hal ini tidak dilakukan untuk menciptakan tenaga kerja yang ahli di bidang teknis saja, tetapi juga kaya wawasan dan mampu berkompetisi. Tidak cukup sampai di situ, diharapkan kelak mereka menjadi para wirausahawan yang kreatif sehingga dapat bersaing di pasar bebas ini. Oleh karena itu, perguruan tinggi di Indonesia memiliki tanggung jawab yang besar dalam menciptakan tenaga kerja yang handal.

Berangkat dari hal kecil yang tumbuh dalam pemikiran saya dalam rangka membantu Indonesia untuk menciptakan tenaga kerja yang handal dan dapat bersaing adalah melakukan internasionalisasi di lingkungan kampus tempat saya belajar, yaitu Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Hampir dipastikan, lebih dari 20 % dari keseluruhan mahasiswa di ITS masih tidak mengerti tentang adanya AEC yang akan berlangsung satu tahun lagi.

Di kampus ITS, para mahasiswa masih cenderung fokus di bidang keteknikan dan profesi tanpa ada yang mempedulikan dunia luar kampus, terlebih dunia internasional. Padahal, keahlian lain seperti kemampuan berbahasa asing selain bahasa Inggris dan bahasa Indonesia juga sangat diperlukan dalam berkomunikasi apabila bekerja lintas-budaya khususnya di wilayah ASEAN. Setelah AEC diberlakukan, pasar bebas akan mewajibkan para tenaga kerjanya untuk memiliki keahlian dalam komunikasi antar negara dalam mebangun sebuah relasi yang baik.

Solusi pertama yang saya usulkan dalam mengatasi problem ini adalah pengembangan sosialisasi wawasan internasional lewat kreatifitas beberapa UKM di ITS yang bisa bekerja sama dengan para mahasiswa asing yang berkuliah di ITS. Para mahasiswa asing yang berada di ITS dapat diajak bekerja sama dalam kegiatan ini. Acara ini hampir mirip dengan ITS EXPO yang diselenggarakan dalam beberapa hari.

Kegiatan pertama yang saya usulkan adalah pembuatan film edukasi tentang persiapan ITS menghadapi AEC 2015 yang bekerja sama dengan para mahasiswa asing dari kawasan ASEAN. Film ini nantinya dapat diputar secara besar-besaran di Grha ITS selama empat hari. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas para anggota UKM Cinematography Life of ITS Campus Community (Click) di ITS dalam pembuatan film bertaraf internasional. Kreasi pembuatan film edukasi ini diharapkan bisa menjadi media sosialisasi yang menarik bagi para mahasiswa dalam untuk mengetahui wawasan luar, utamanya AEC 2015.

Kegiatan kedua adalah kompetisi dance gabungan Mixdancing Competition, yaitu dance tradisional yang digabung dengan dance modern yang bertemakan Wonderful South-East Asia. Dance gabungan ini menggunakan beberapa tari tradisional dan modern dari berbagai negara Asia Tenggara. Dengan begitu, secara tidak langsung para peserta kompetisi ini juga akan mempelajari tari-tarian dari negara-negara ASEAN sehingga transfer wawasan budaya menjadi semakin mudah dan menarik. Kegiatan ini akan bekerja sama dengan UKM Dance dan UKM Tarian Tradisional.

Kegiatan selanjutnya adalah Dialog Interaktif atau beberapa open talk yang mengundang beberapa tokoh ekonomi dan pendidikan dengan membahas AEC sebagai tema utama. Selain itu, juga bisa diadakan beberapa kuis atau lomba cerdas cermat yang dapat mengasah kemampuan setiap mahasiswa mengenai wawasan internasionalnya.

Saran saya, dalam pelaksanaan rangkaian acara ini, rektor ITS juga menjadi pendukung utama terselenggaranya acara ini. Diharapkan setiap mahasiswa diwajibkan menghadiri acara ini minimal 2 hari. Dengan begitu, sosialisasi ini akan berjalan lancar, dan sesuai dengan target, yaitu mensosialisasikan AEC 2015 terhadap seluruh mahasiswa ITS.

Fakta lain yang menunjukkan kelemahan mahasiswa ITS dalam menggunakan bahasa asing adalah minimnya angka kelulusan TOEFL. Jika berbahasa Inggris yang sejatinya bahasa internasional saja sudah enggan, bagaimana bisa mengenal bahasa ASEAN seperti bahasa Tagalog dan bahasa Thai yang jauh lebih sulit daripada bahasa Inggris? Hal inilah yang mendorong saya untuk mengusulkan terobosan baru terhadap kurikulum pembelajaran di ITS.

Untuk mempermudah proses internasionalisasi ini, kita harus menggunakan pendekatan untuk mengetahui apa yang sebenarnya ingin didapatkan oleh mahasiswa di luar kegiatan akademiknya. Kita tahu bahwa kebanyakan mahasiswa mengikuti kegiatan di luar kampus adalah untuk mendapatkan sertifikat yang selanjutnya digunakan untuk mengumpulkan nilai SKEM, yaitu nilai yang harus dicapai mahasiswa untuk kemampuan softskills jika mahasiswa tersebut ingin lulus.

Untuk menambah SKEM , mahasiswa ITS diharuskan untuk mengikuti suatu organisasi, memenangkan beberapa lomba, atau mengikuti beberapa seminar. Oleh karena itu, saya mengusulkan sebagai prasyarat keluarnya nilai SKEM, setiap mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti kelas bahasa asing selain bahasa Inggris yaitu Thai, Tagalog, Mandarin, Spanyol, Prancis, Jerman.

Selain nilai TOEFL yang telah ditetapkan sebagai prasyarat lulusnya mahasiswa, saya juga mengusulkan kelulusan penguasaan bahasa asing di atas juga digunakan sebagai pertimbangan kelulusan mahasiswa ITS. Hal itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas mahasiswa ITS itu sendiri.

Pembahasan berikutnya adalah sedikitnya link para mahasiswa untuk berkomunikasi langsung dengan para mahasiswa asing di ITS. Kurangnya keberanian mahasiswa pribumi untuk berkomunikasi dengan mahasiswa asing seringkali disebabkan karena kurangnya rasa percaya diri dalam menggunakan bahasa internasional sebagai bahasa pengantar. Tentu saja hal ini disebabkan karena tidak adanya kebiasaan dalam penggunaannya.

Sistem belajar mengajar yang dilakukan di ITS menggunakan bahasa Indonesia, sehingga para mahasiswa pun enggan mempraktekkan bahasa Inggris dalam berkomunikasi secara langsung. Oleh karena itu, saya mengusulkan adanya English Day setiap hari tertentu. English Day akan membiasakan mahasiswa untuk berkomunikasi dengan bahasa Inggris di lingkungan kampus.

Memang di beberapa jurusan di ITS telah menerapkan English Day. Namun tidak ada sistem controlling yang kontinu dalam kegiatan ini menyebabkan mahasiswa masih saja enggan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar karena tidak ada peraturan yang jelas dalam pelaksanaan English Day ini.

English Day diharapkan tidak hanya berlaku dalam kegiatan belajar-mengajar, tetapi juga dalam kegiatan kampus lainnya seperti peminjaman buku di perpustakaan, pengurusan beasiswa , ataupun pengurusan birokrasi. Hal ini secara tidak langsung akan membiasakan mahasiswa dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris. Tidak hanya dalam hal speaking, tetapi juga dalam writing, mahasiswa harus berusaha menggunakan bahasa Inggris dengan baik.

Hampir di setiap jurusan kita melihat beberapa poster kegiatan yang menggunakan bahasa Indonesia. Seharusnya jika kita ingin internasionalisasi, dalam penyebaran poster, kita juga diwajibkan menggunakan bahasa Inggris. Tidak hanya poster, dalam pengajuan beberapa kegiatan kepada pihak birokrasi, kita bisa menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar. Hal ini dapat berguna untuk meningkatkan jumlah kosakata bahasa Inggris yang dimiliki mahasiswa ITS dan juga para civitas akademika.

Persiapan menghadapi AEC ini memang tidak mudah. Perlu adanya tindakan besar yang dilakukan demi terwujudnya internasionalisasi di ITS ini. Dukungan dari berbagai pihak sangatlah dibutuhkan.

Revolusi teknologi dan beberapa perbedaan ideologi di setiap negara-negara ASEAN harus kita hadapi. Jika tidak, kita akan hanya menjadi penonton dalam AEC ini, penonton yang hanya bisa melihat munculnya produk-produk berkualitas dan tenaga kerja handal dari berbagai negara ASEAN lainnya.

Puspa Devita M.
Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan
Angkatan 2012

Berita Terkait