ITS News

Senin, 02 September 2024
15 Agustus 2016, 17:08

Pengkaderan yang Prestatif, Sanggupkah ITS?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menginterogasi salah seorang kawan saya, mahasiswa UB 2015, sedikit banyak saya menerima informasi tentang persiapan UB dalam menyambut PIMNAS. Setiap mahasiswa baru kampus ini diwajibkan mengajukan proposal Program Kreativitas Manusia (PKM) yang harus lolos di Fakultas saat Pengenalan Kehidupan Kampus, sebutan lain dari Ospek. Bila gagal, tentu saja mahasiswa tersebut harus mengulang agar bisa memperoleh sertifikat kelulusan kegiatan Ospek. Mengecek kebenaran informasi ini, saya menemukan referensi tambahan di internet yaitu http://fisip.ub.ac.id/pengumuman/pengumuman-pengumpulan-pkm.html

Tidak cukup di situ, PKM di UB juga menjadi syarat untuk bisa menulis skripsi. Dari sini kita belajar bahwa UB telah memaksa mahasiswanya sejak kali pertama masuk untuk membuat proposal PKM. Buah dari pemaksaan itu pun sukses dipetik oleh kampus UB yang tiga tahun terakhir ini membuat Adhi Kertawidya terus menerus bertengger di kampusnya.

Bila menengok pengkaderan di ITS, iklim keilmiahan dalam proses pengkaderan berbeda-beda di setiap jurusan. Ada jurusan yang mewajibkan mahasiswa barunya untuk membuat PKM, dan saya melihat lebih banyak jurusan yang tidak mewajibkan, tapi tetap mendorong dan memfasilitasi.

Sebelum jauh-jauh melihat antusiasme mahasiswa ITS menyambut PKM, saya melihat terlebih dahulu antusias teman-teman angkatan saya di jurusan dalam membuat PKM. Setahun yang lalu, saya merasakan jurusan saya termasuk positif dalam menyambut PKM. Acara pengenalan PKM Lima bidang saat Orientasi Keilmiahan dan Keprofesian Berbasis Kompetensi (OK2BK) telah membuka wawasan dan memotivasi mahasiswa baru untuk turut mengajukan proposal PKM lima bidang.

Pengajuan proposal PKM memang tidak diwajibkan, tetapi usaha himpunan mahasiswa jurusan untuk membuat posko bimbingan PKM di plaza cukup membuat mahasiswa baru tertarik mengajukan PKM. Akan tetapi entah karena tugas akademik yang membuat kami kaget karena belum terbiasa dengan iklim tugas disini, ditambah kegiatan pengkaderan yang cukup menyita waktu, tak sedikit dari kami yang menyerah sebelum berperang. Hingga menjelang deadline pendaftaran PKM lima bidang, Pola Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (PPSDM) himpunan menegur dan mendorong kami untuk mengajukan PKM, ditambah panggilan warga ke motor angkatan karena mempertanyakan angkatan kami yang paling sedikit jumlahnya yang berkontribusi di PKM, toh pada akhirnya saya rasa tidak mengalami penambahan penyumbang proposal PKM yang signifikan.

Proses pengkaderan di ITS yang bisa dikatakan sama di setiap jurusan, yakni membentuk kader yang solid satu angkatan, dekat dengan warga, dan tentunya prestatif. Akan tetapi hal yang saya rasakan kegiatan kumpul angkatan lebih sering membahas masalah angkatan telah cukup membuang waktu sehingga nilai prestatif dalam pengkaderan cenderung terabaikan.

Bila dibandingkan pada pengkaderan dua tahun sebelumnya yang mewajibkan mahasiswa baru jurusan kami untuk membuat proposal PKM, mungkin sebenarnya mahasiswa baru banyak yang menolak dalam hati, karena tidak semua mahasiswa menyukai hal tersebut. Tapi bila kita belajar dari UB, pemaksaan terselubung telah membuat mereka mampu membanggakan almamater di PIMNAS, juga hampir di setiap lomba keilmiahan.

Informasi lain yang saya dapat dari kawan saya ialah, mahasiswa UB yang berhasil masuk PIMNAS akan mendapatkan support yang besar dari birokrasi. Kalau hal tersebut saya rasa tidak jauh berbeda dengan ITS. ITS dan hampir semua universitas tentu juga memfasilitasi mahasiswa yang proposal PKM-nya terdanai. Mulai dari bimbingan dalam proses pengerjaan PKM, hingga simulasi presentasi sebelum tampil di ajang PIMNAS. Namun hal lain dari UB yang sepertinya belum ada di ITS (kalau salah mohon dikoreksi) adalah UB memberikan free of thesis atau bebas dari skripsi bila mendapatkan medali di PIMNAS. Reward tersebut tentu menjadi daya tarik bagi mahasiswa untuk bisa masuk dan merebut medali di PIMNAS.

Terlepas dari hal yang saya sebutkan, sebenarnya fasilitas yang diberikan ITS tak jauh berbeda dengan kampus UB. Bila di UB terdapat pelatihan keilmiahan di fakultas, kita mahasiswa ITS pun mendapat fasilitas serupa di jurusan masing-masing. Bila di UB ada syarat pengajuan PKM untuk lulus Pengenalan Kehidupan Kampus, sebagian jurusan di ITS pun mewajibkan mahasiswa barunya membuat PKM. Maka bila dua tahun lalu ITS meraih peringkat kedua di PIMNAS, dan dua tahun berikutnya mengalami penurunan peringkat satu per satu, hanya ada dua kemungkinan penyebabnya: iklim keilmiahan di ITS yang cenderung menurun karena sistem pengkaderan yang berubah atau kurang tepat diterapkan pada mahasiswa baru zaman sekarang, atau dikarenakan mereka di luar yang berkembang lebih cepat daripada mahasiswa ITS.

Sekali lagi, PIMNAS 29 telah berakhir, mahasiswa baru akan datang untuk diproses, dan PKM 2016 telah menanti. Mencetak kader prestatif tidak cukup didefinisikan dengan menciptakan kader yang solid, fanatik jurusan, atau kader yang tersebar di berbagai ormawa ITS. Akan tetapi kader prestatif adalah mereka yang bisa mengharumkan almamater dengan potensi masing-masing, apakah potensinya di keilmiahan, bisnis, organisasi, atau event organizer. Pengkader cukup untuk mengarahkan dan membimbing mereka mengembangkan potensinya, bukan melenyapkan potensi mereka karena tersibukkan di kegiatan pengkaderan.

Dzikri Imaduddin
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Angkatan 2015

Berita Terkait