ITS News

Senin, 02 September 2024
28 Januari 2017, 22:01

YouTube atau Televisi?

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Anda tahu Pewdiepie? Nigahiga? Smosh? Mereka adalah sebagian kecil dari banyaknya channel yang terkenal di kalangan penikmat YouTube. Tak jauh-jauh, para kreator video YouTube -yang biasa disebut Youtuber,  juga sedang menjamur di Indonesia.

Bintang-bintang yang berseliweran di televisi nasional pun tak kalah banyak dan terkenal. Dari pemain sinetron, presenter, news anchor, komedian, dan lain-lain. Semuanya silih berganti menghiasi dunia pertelevisian Indonesia.

Pengguna Youtube dan Televisi
Di antara televisi dan YouTube, keduanya tentu memiliki peminat masing-masing. Bagi remaja, mungkin sebagian besar akan lebih memilih Youtube daripada televisi. Hal tersebut diamini sebuah penelitian kualitatif oleh perusahaan media digital Defy pada tahun 2014. 

Hasilnya menyebutkan bahwa konsumen berusia 13-24 menghabiskan 11,3 jam per minggu untuk menonton video online gratis dibandingkan dengan 8,3 jam untuk menonton jadwal rutin televisi.

Sedangkan televisi banyak diminati oleh orang dewasa yang belum sepenuhnya paham akan adanya YouTube maupun situs serupa. Anak muda cenderung melakukan hal-hal yang baru, lebih lagi terkait perkembangan teknologi masa kini.

Media Komunikasi
Baik televisi maupun YouTube, keduanya merupakan media yang digunakan untuk menyampaikan informasi. Namun, Televisi merupakan media komunikasi satu arah. Dimana pengirim dan penerima informasi tidak dapat menjalin komunikasi yang berkesinambungan melalui media yang sama.

Sedangkan untuk YouTube, pengguna dapat bertukar informasi dengan media yang sama secara bergantian. Bahkan dapat pula membentuk suatu forum. Seperti adanya fitur komentar yang bisa langsung dikirim saat pemutaran video di YouTube.

Selain itu, YouTube memberikan kesempatan penggunanya tak hanya melihat video orang lain, namun juga mengunggah video kita sendiri. Hanya bermodalkan alamat email dan membuat akun YouTube, kita dapat mengunggah konten-konten kreatif yang kita inginkan.

Berbeda dengan YouTube, televisi menyiarkan tayangan-tayangan melalui stasiun televisi tertentu. Sehingga sebagai penikmat televisi, kita tak bisa dengan mudahnya menyiarkan video yang kita inginkan di televisi.

Iklan
Iklan di YouTube dan televisi tentunya berbeda. Seperti yang kita ketahui, iklan di televisi begitu panjang dan tidak bisa di-skip. Sehingga pemirsa harus dibuat lama menunggu iklan berakhir untuk menyaksikan kelanjutan acara televisi. Namun iklan televisi tidak semuanya memiliki durasi yang panjang.

Sedangkan iklan di YouTube terdiri dari empat jenis. Iklan yang dapat dilewati pada lima detik pertama ditampilkan, iklan yang tidak dapat dilewati (terletak di awal pemutaran video), iklan bergambar (terletak di sebelah kanan dan tidak menghalangi video), dan iklan overlay (terletak transparan di sisi bawah video dan bisa dihilangkan).

Diantara keduanya, saya rasa iklan di YouTube lebih singkat dan tidak menggangu daripada iklan di televisi. Pasalnya, iklan yang menutupi seluruh video YouTube biasanya terletak di awal pemutaran. Sehingga tidak mengganggu kita saat menikmati video.

Jika keterangan di atas lebih berdampak pada penikmat video, maka di bawah ini saya mengangkat bagimana iklan dapat benar-benar berfungsi secara efektif baik di televisi maupun YouTube.

Matt Brittin, Google’s top-ranking European executive, mengungkap sebuah laporan tentang analisis kampanye iklan di delapan negara yang menunjukkan 80 persen iklan YouTube jauh lebih efektif daripada iklan TV dalam mendorong penjualan.

Penyaringan Tayangan
Sebelum melihat sinetron maupun film di televisi, kita seringkali menjumpai kalimat ”lembaga sensor film menyatakan….” hal tersebut berkaitan erat dengan kelayakan suatu acara televisi untuk disiarkan. Lembaga sensor film berhak meluluskan, memotong, menolak, dan lain-lain suatu film yang sekiranya tidak layak untuk ditayangkan.

Dengan adanya lembaga sensor film, maka sebagai penikmat televisi Indonesia akan merasa aman dengan tayangan-tayangan yang ditampilkan. Orang tua pun tak perlu khawatir apabila anak menonton televisi. Hal tersebut disesuaian lagi dengan rating yang ada.

Selain Lembaga Sensor Film (LSF), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pun turut menjadi filter bagi tayangan di televisi. KPI siap mewadahi aspirasi masyarakat dalam penyiaran.

Walaupun tidak melibatkan LSF maupun KPI, YouTube memiliki age-restriction mereka, yaitu menghalangi pengguna akun dibawah 18+ tahun untuk menonton video yang berlabel 18+. YouTube juga memiliki penyaring pada pengaturannya. Untuk anak-anak, YoTube menyediakan YouTube Kids yang ramah untuk anak-anak.

Walaupun YouTube telah mengusahakan tidak adanya konten pornografi, namun semua dibuat secara manual. Pengaturan penyaringan konten YouTube hanya dilakukan dengan kesadaran penggunanya. Malahan, banyak juga yang masih memalsukan usia akun agar dapat menerobos video 18+.

Tak hanya itu, hal-hal kecil seperti berkata kasar atau kotor juga tidak bisa begitu saja disensor oleh YouTube seperti yang dilakukan oleh televisi. Banyak para Youtuber yang mengucapkan kata-kata kotor. Beberapa diantaranya disensor (oleh kreator sendiri) beberapa tidak disensor.

YouTube atau Televisi?
Beberapa hal di atas merupakan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki Televisi maupun YouTube. Beberapa orang menyatakan bahwa YouTube bersifat lebih fleksibel dari pada televisi, karena YouTube bisa dilihat dari handphone maupun alat yang lain.

Namun dewasa ini, banyak pula handphone yang memiliki aplikasi untuk menyiarkan televisi, sebut saja Netflix yang memudahkan penikmat televisi tanpa harus mengikuti jadwal tayang. Ada juga mivo, dan masih banyak lagi.

Banyak pula acara televisi yang mengunggah acaranya ke YouTube untuk dinikmati masyarakat pengguna YouTube.

Teknologi semakin berkembang. Antara YouTube dan Televisi, keduanya sama-sama menampilkan konten berupa audio-visual. Keduanya akan sangat menguntungkan dan merugikan tergantung bagaimana kita menggunakan.

Keduanya akan saling beriringan melengkapi perkembangan teknologi. Jadi pilih YouTube atau Televisi?

Mujtahidatul Alawiyyah
Mahasiswa Departemen Fisika
Angkatan 2016

Berita Terkait

ITS Media Center > Opini > YouTube atau Televisi?