ITS News

Sabtu, 28 September 2024
15 Maret 2005, 12:03

Selamatkan Surabaya

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seberapa parahkah ‘luka’ Surabaya hingga perlu diselamatkan? Dulu, kota ini sering memperoleh award dari PBB dan selalu langganan masuk tiga besar perolehan adipura. Kini, Surabaya harus berpuas diri menempati urutan ke tiga puluh delapan dalam perolehan adipura. Tentu, itu sangat disayangkan. Pembenahan terhadap Surabaya, harus dilakukan. Hal ini diungkapkan oleh Prof Ir Johan Silas pada kuliah umum dalam rangka pembukaan Pelatihan Pengembangan Sumber Daya Aparatur, di ITS kemarin (9/8).

Yang juga perlu diwaspadai meurut Johan Silas, adalah komposisi penduduk Surabaya sekarang ini. Pada 1995, setengah dari penduduk Surabaya masih keturunan asli Surabaya. Namun kini, hampir tujuh puluh persennya merupakan kaum pendatang. Ini akan berimbas pada budaya khas Surabaya. "Jadi, hati-hati kalau tidak dijaga, kekhasan Surabaya bisa hilang," pesan Silas.

Untuk membangun masa depan Surabaya bersama-sama, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Yang pertama adalah fokus strategi pembangunan yaitu kesempatan berkarya yang sama bagi semua. Yang kedua adalah pembangunan berkelanjutan. Pembangunan tidak dilaksanakan satu dua tahun tapi berkelanjutan dari masa ke masa. Aspek lingkungan harus menjadi perhatian utama dalam pembangunan. Karena, tidak hanya kita yang hidup sekarang yang menikmatinya. "Anak cucu kita pun berhak menikmatinya," tandas Silas.

Selanjutnya, yang perlu dilakukan adalah pemberantasan KKN. Dan yang terakhir adalah mengurangi kekerasan. Diakui oleh Silas, polisi di Surabaya memang sudah lebih baik. "Tapi kok angka kejahatanya masih tinggi ya?" ujar Silas.

Masih di tempat yang sama, Silas mengungkapkan bahwa Surabaya tidak bisa dibandingkan seperti kota lain. Sebutan bahwa kota pahlawan ini merupakan ibu kota kedua setelah Jakarta, membuat Surabaya hanya bisa dibandingkan dengan Jakarta. "Surabaya hanya bisa dibandingkan dengan Jakarta," tekan guru besar Jurusan Arsitektur ITS ini. Dan pembandingan ini diarahkan pada perbandingan mutu hidup. Karena jika dari sistem pembangunan, jelas berbeda. Surabaya menggunakan sistem grade dan Jakarta memmakai sitem koridor. "Jadi jelas beda," tegas pria berkacamata ini pada acara yang dihadiri oleh staf–staf pemerintah kota (pemkot) Surabaya ini.

Selain Silas, Ir. Alisjahbana, MA hadir juga sebagai pembicara. Dari pemkot, Ir. H. Tondojekti yang juga merupakan salah satu pembicara berhalangan hadir dan diwakilkan pada Togar Siantar.
(rin/bch)

Berita Terkait

ITS Media Center > Berita Utama > Selamatkan Surabaya