ITS News

Senin, 30 September 2024
10 Januari 2006, 12:01

Karena Fungsi Hidrologis Tumbuhan Sudah Hilang

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Inilah penjelasan ilmiah yang bisa menjelentrehkan mengapa banjir bandang disertai tanah longsor terjadi di Jember. Menurut Ir Amien Widodo, ketua PSB (Pusat Studi Bencana) ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Surabaya, semakin kuat dugaan bahwa penyebab musibah itu adalah terjadinya perubahan peruntukan dari hutan menjadi lahan persawahan dan perkebunan.

"Perubahan fungsi hutan menjadi lahan perkebunan dan persawahan bisa memicu longsor. Saya lihat di Jember seperti itu. Tanaman perkebunan dan persawahan itu tak cukup mampu menahan air," ucapnya.

Menurut dia, tumbuhan yang hidup di lereng gunung atau perbukitan mempunyai dua fungsi, yaitu hidrologis dan mekanik. Fungsi hidrologis adalah mengatur tata air di lereng agar tidak jenuh. Sementara fungsi mekanik adalah akar tanaman yang bisa menjadi pengikat tanah.

"Kalau tumbuhan ditebang, fungsi hidrologis tidak terjadi, fungsi akar masih cukup kuat sampai 10 tahun. Kalau terbakar, kedua fungsi tersebut tidak ada dan lereng akan tidak stabil," papar bapak dua anak itu.

Pendapat Amien itu memang cukup beralasan. Dari rekaman gambar Jawa Pos via udara, tampak jelas areal hutan di Desa Kemiri, Panti, Jember, yang menjadi pusat bencana, sudah beralih fungsi. Setidaknya, ada tiga wilayah yang berubah menjadi perkebunan kopi dan lahan persawahan. Yakni, Perkebunan Keputren, Gunung Pasang, dan Kaliputih.

Tiga tempat itulah yang akhirnya menyumbang paling banyak korban tewas. Puluhan hektare tanah di tiga kawasan tersebut sudah beralih menjadi perkebunan kopi dan persawahan. Akar pohon kopi dan padi itu tak cukup menahan air hujan. "Kalau pohonnya besar, menembus tanahnya juga semakin dalam. Sehingga, tanaman besar lebih mampu menahan tanah agar tidak ambrol," terangnya.

Amien menambahkan, selain faktor perubahan fungsi hutan, kondisi geologi juga ikut menjadi faktor terjadinya longsor. Dia menyebut kondisi geologi di wilayah hutan Desa Kemiri, Panti, Jember, tergolong sudah tua dan tebal.

Pria asli Jogjakarta itu lantas menjelaskan, berdasar data geologi, Gunung Argopuro (wilayah hutan di Panti, Jember, Red) dibentuk oleh endapan gunung api kuarter tua. Yaitu, sekitar dua juta tahun yang lalu. Karena tua, lahan di sana mengalami pelapukan dan berubah menjadi tanah.

Tanah hasil pelapukan batuan kuarter tua itu ketebalannya melebihi 5 meter. Kondisi inilah yang disebut Amien sebagai geologi tebal dan mudah terjadi longsor.

Dia mengatakan, longsor yang disebabkan geologi tua atau tebal itu juga pernah terjadi di beberapa wilayah Indonesia, beberapa waktu silam. Diawali 2001 lalu di Desa Kemuning, Kecamatan Arjasa, Jember. Dilanjutkan pada 2002 lalu di Situbondo dan Bondowoso. Satu tahun kemudian (2003, Red), terjadi di Pacet.

"Sekarang tahun 2006, terjadi di Argopuro dan Banjarnegara serta Merbabu. Ini menunjukkan bahwa tanah hasil pelapukan batuan kuarter tua ini sudah mulai rapuh atau kritis (siap longsor)," jelas alumnus UGM (Universitas Gadjah Mada) itu.

Lantas, apa jenis longsor yang terjadi di Jember dan Banjarnegara? Amien menyebut tipe longsor itu sebagai aliran debris. "Aliran debris memang terjadi di daerah lereng terjal. Umumnya dipicu oleh hujan deras yang menyebabkan lunaknya material lereng dan menjadi seperti bubur tanah-batu," jelasnya.

Aliran debris itu, lanjutnya, tergolong longsor dengan kecepatan tinggi. Gejalanya pun tak bisa dideteksi. Begitu hujan tiba, tanah dan bebatuan langsung meluncur ke bawah bersama air hujan.

Dia mengatakan, bencana aliran debris juga bisa mengancam beberapa wilayah hutan di Indonesia. Antara lain, lereng Gunung Wilis, Gunung Argo Wayang di sebelah barat Gunung Welirang, dan sekitar Gunung Argopuro. "Daerah-daerah ini boleh jadi akan terjadi longsor manakala pemicunya cukup besar untuk mempercepat terjadinya longsor. Pertimbangannya, di daerah-daerah itu usia tanah hasil pelapukan sudah jutaan tahun sehingga sudah pada kondisi yang tidak lagi kuat terikat pada batuan," terangnya. (fid)

Berita Terkait