ITS News

Minggu, 29 September 2024
11 Oktober 2008, 20:10

Naik Sapu Jadi Kepala Biro

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Namun, kini Mukayat sudah cukup terpandang di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), tempatnya bekerja. Sejak April 2008, Mukayat adalah kepala Biro Administrasi dan Kemahasiswaan (BAAK) ITS. Jabatan tersebut cukup mentereng, hanya setingkat di bawah pembantu rektor. Padahal, Mukayat mengawali karir di ITS mulai posisi sangat bawah. Dia adalah mantan pesuruh -atau nama keren sekarang office boy- di kampus ternama di Indonesia tersebut.

"Saya tidak pernah berpikir atau berambisi untuk menjadi seperti saat ini," kata pria asli Nganjuk itu.

Ditemui di kantornya pada Rabu lalu (8/10), Mukayat masih tampak bersahaja. Pejabat kampus tersebut mengenakan kemeja biru muda plus jins biru tua. Mukayat menceritakan liku-liku hidup yang harus dijalani. Gayanya ramah dan tetap terbuka.

Mukayat, cah Desa Juwono, Nganjuk, itu telah kehilangan orang-orang tercintanya saat dia masih anak-anak. Bapaknya, Imam Sungkono, wafat saat Mukayat masih berumur setahun. Karena itu, Mukayat tak tahu wajah ayahnya tersebut. Sebab, Mukayat tak ditinggali selembar foto pun oleh sang ayah. "Beliau tidak mau difoto. Orang zaman dulu bilang, kalau difoto, umurnya bisa berkurang," tutur Mukayat lantas tersenyum.

Si kecil Mukayat lantas diasuh oleh Supianartin, neneknya dari garis ayah. Namun, kedekatannya dengan nenek itu tak lama. Saat Mukayat berumur enam tahun, Supianartin meninggal. Mukayat lantas ikut Kun Masrukhati, kakaknya lain ibu, seorang guru agama yang biasa dipanggil Bu Kun.

Dengan kondisi seperti itu, Mukayat hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah teknik pertanian (STP) yang setingkat SMP. "Saya semula ingin masuk PGA (pendidikan guru agama) mengikuti jejak Bu Kun, tapi gagal masuk. Saya, tidak lulus bahasa Arab," tuturnya.

Lulus STP pada 1973, Mukayat menganggur setahun. Kegiatannya cuma nyithak boto alias mencetak batu bata untuk keperluannya sendiri. "Di rumah, ada lahan kosong. Tanahnya saya manfaatkan. Itu saya gunakan untuk membangun pagar," ujarnya.

Kepiawaian Mukayat nyithak boto memikat Syamsudin, suami Bu Kun, yang berprofesi sebagai pemborong. Mukayat ditawari bekerja di bidang bangunan di Surabaya. Meski ikut kakak ipar, Mukayat tak langsung punya jabatan. Suami Kasiyem itu mengawali karir sebagai kuli bangunan. Beberapa bulan kemudian, level karirnya meningkat. Mukayat jadi tukang kayu. "Itu saya jalani sekitar tiga tahun," ceritanya.

Pekerjaan kasar tersebut berakhir sekitar 1977. Kala itu, Syamsudin mendapat proyek pembangunan laboratorium Teknik Kimia ITS yang saat itu masih di Baliwerti. "Setelah proyek hampir selesai, saya ditawari Pak Yosanto, kepala TU Fakultas Teknik Kimia, bekerja di TU bagian rumah tangga," katanya. Tugasnya, membersihkan kelas saat pagi dan memperbaiki bangku-bangku atau ruangan yang rusak saat malam. "Kasarannya, saya tukang sapu kalau pagi, malamnya dandan-dandan," tambahnya.

Awalnya, Mukayat tak langsung bersedia. Alasannya, gajinya terlalu kecil. Dia hanya mendapat Rp 150 per hari. Padahal, sekali makan habisnya bisa Rp 30. "Saya kan harus kos dan ada biaya lainnya. Pasti itu kurang," kata Mukayat.

Akhirnya, dia menerima tawaran tersebut. Sebab, Mukayat boleh tinggal di gudang yang gratis. Selain itu, dia mendapat gaji tambahan lantaran juga menjadi satpam kalau malam.

Wawasan Mukayat mulai terbuka. Bergaul dengan para mahasiswa dan dosen membuat gairah belajarnya timbul. Menyisihkan sebagian uangnya, Mukayat mengambil beberapa kursus. Mulai mengetik, bengkel, hingga bahasa Inggris. "Saya ambil kursus sore. Sebab, jadwal itu tidak mengganggu kerja," katanya.

Karena kemampuan mengetiknya, Mukayat naik level menjadi pegawai administrasi Senat Mahasiswa Teknik Kimia ITS pada 1979. Dia pernah ditawari menjadi sopir dekan karena kemampuan mekaniknya. Tapi, tawaran itu ditolak. "Saya lihat, sopir datang paling awal dan pulang paling akhir. Kalau jam kerja kantoran, lebih longgar," ucapnya.

Mukayat pun bisa memanfaatkan waktu luangnya dengan bekerja atau sekolah lagi. Setelah diangkat menjadi PNS pada 1980, dia melanjutkan sekolah di Kursus Karyawan Perusahaan Tingkat Atas Negeri (KKPAN). Itu adalah sekolah setahun untuk mendapatkan ijazah setingkat SMA. "Saat diangkat PNS kali pertama, saya golongan IB. Sebab, pendidikan yang diakui ya STP itu," paparnya.

Sebagai PNS, Mukayat mendapat gaji Rp 15.700. Untuk mencukupi biaya hidup dan sekolah yang bayar sendiri, pria bertinggi badan 160 sentimeter tersebut nyambi sebagai tukang. "Kalau ada dosen-dosen yang rumahnya rusak, mereka memanggil saya. Lumayan, untuk menutupi biaya sekolah. Saat itu, jarang ada beasiswa," ujarnya.

Setelah lulus KKPAN, pangkatnya naik ke IIA. Padahal, untuk mencapai level itu, orang bisa membutuhkan waktu 12 tahun. Meski demikian, semangat belajar Mukayat tidak pernah menurun. Dia melanjutkan ke Akademik Perniagaan Manajemen dan lulus pada 1984. Mukayat lantas meneruskan hingga jenjang S1 di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.

Untuk membiayai pendidikan tinggi, pria kelahiran 1 Mei 1957 tersebut tidak lagi nyambi sebagai tukang. Dia bekerja di bagian keuangan perusahaan swasta yang bergerak di bidang konstruksi. Dia melakukan pekerjaan tambahan itu mulai sekitar jam 06.00-08.00. "Pagi-pagi, saya membuat laporan untuk bos. Kemudian, saya tinggal ke ITS. Baru, pukul 14.00 setelah kerja di ITS, saya kembali ke kantor swasta. Saya selesaikan pekerjaan hingga pukul 21.00," katanya.

Di pekerjaan sambilan itu, karir Mukayat juga pesat. Dia pernah menjadi kepala keuangan yang membawahkan empat anak perusahaan. Tapi, karir di swasta tersebut dilepas pada 1995. Saat itu, dia diangkat menjadi kasubbag Sarana Pendidikan BAAK. "Saya memilih tetap mengabdi di ITS karena di sinilah saya dapat seperti ini. Sulit meninggalkan tempat yang membesarkan saya," tambahnya.

Padahal, gaji yang bisa diperoleh di swasta bisa beberapa kali lipat di ITS. Saat ini, sebagai kepala BAAK, gaji pokoknya sekitar Rp1,8 juta. "Banyak kepuasan yang tidak bisa dinilai dengan uang ketika bekerja di ITS," ujar Mukayat. (dio/dos)

Berita Terkait