ITS News

Rabu, 02 Oktober 2024
20 Desember 2008, 20:12

ITS tak Siap Laksanakan UU BHP

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menurut Probo, ketidaksiapan itu diputuskan dalam rapat senat dan rektorat yang digelar beberapa saat setelah paripurna DPR mengesahkan RUU BHP. Rapat menilai mahasiswa akan diberatkan bila harus menanggung sepertiga biaya operasional pendidikan (BOP).Bila perguruan tinggi (PT) mengambil alih beban itu, Probo mengatakan PT bisa lebih fokus pada usaha. ”Karena kita harus membuat badan usaha seperti toko, mal, dan sejenisnya. Ini bisa jadi bumerang. Roh pendidikan bisa hilang,” katanya di Surabaya, Jumat (19/12).

Menghadapi dilema itu, Probo mengatakan ITS memilih belum akan menjadi BHP dengan segala kewajiban pendanaannya. ”Hasil rapat, ITS akan beralih menjadi Badan Layanan Umum (BLU) dulu,” katanya. ”Sumber dana sepertiga itu harus dipikirkan dan dirumuskan lagi.”Status BLU itu, kata Probo, akan tetap dipakai sambil menunggu peraturan pelaksanaan UU BHP, baik dalam bentuk peraturan pemerintah (PP) maupun peraturan presiden (perpres). Selain soal dana, Probo mengatakan aset dan status karyawan juga menjadi pertimbangan.

”Kalau kita terapkan UU BHP, status dosen dan pegawai lain bukan pegawai negeri lagi? Itu kita belum jelas. Lalu, aset tanah, gedung, dan lain-lain, kita juga belum tahu,” kata Probo.Seperti diberitakan sebelumnya, UU BHP mewajibkan semua penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat, berstatus BHP. Tapi, hanya perguruan tinggi yang berdiri setelah pengesahan UU BHP yang harus langsung berstatus BHP.

Untuk yang sudah berdiri sebelum UU BHP disahkan, Pasal 65 UU BHP memberi waktu melakukan peralihan bentuk, tata kelola, dan mekanisme pendanaan. Yaitu, empat tahun untuk perguruan tinggi yang didirikan pemerintah, dan enam tahun untuk yang diselenggarakan yayasan, perkumpulan, atau badan hukum lain sejenis.

Setelah itu terlampaui, semua ketentuan UU BHP harus dilaksanakan. Antara lain, Pasal 41 yang menyatakan sepertiga BOP bisa dibebankan kepada mahasiswa. Sebelumnya, Rektor Universitas Indonesia (UI), Gumilar Rusliwa Sumantri, justru berpendapat UI akan kesulitan jika besaran pungutan dibatasi maksimal sepertiga.

Protes BEM
Sementara itu, kemarin, perwakilan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Indonesia bertemu Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti), Fasli Jalal. Usai pertemuan, mereka tetap meminta UU BHP dibatalkan. Mereka menilai pemerintah dan DPR yang membuat UU itu terburu-buru.

Selain khawatir pada komersialisasi pendidikan, salah satu yang menjadi sorotan BEM adalah soal kewajiban perguruan tinggi merekrut 20 persen mahasiswa miskin. Mereka menilai angka itu masih terlalu rendah. Mereka juga khawatir pada ketentuan pembubaran dan pemailitan perguruan tinggi.

Fasli mengakui UU BHP tak serta-merta akan menyelesaikan semua masalah pendidikan. Namun, dia menjamin UU tersebut menjawab beberapa masalah penting dengan tegas. Antara lain, otonomi satuan pendidikan, manajemen pendidikan, penerimaan mahasiswa baru, dan pembiayaan pendidikan.

Selain itu, kata Fasli, UU BHP telah mewajibkan alokasi 20 persen kursi perguruan tinggi untuk mahasiswa miskin dan diberi beasiswa. Bagi yang tak melaksanakan kebijakan afirmatif ini, Fasli mengatakan, sanksi telah menunggu. ”Bisa sampai pencabutan izin BHP atau pengalihan aset.”

Saham asing
Sementara itu, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Muhadjir Effendy, menilai, UU BHP terlalu mengarah ke bisnis. Dia menunjuk ketentuan yang membolehkan investor asing memiliki saham hingga 49 persen di perguruan tinggi. ”Ini berbahaya bagi pendidikan kita.”

Muhadjir yakin investor asing akan berlomba-lomba berinvestasi. Bila sudah demikian, dia menilai, pendidikan tak tepat lagi berada di bawah Depdiknas. ”Lebih tepat ada di bawah kementerian perdagangan, atau mungkin harus ada dirjen khusus perdagangan pendidikan,” sindirnya. uki/eye/aji

Berita Terkait