ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
08 Oktober 2009, 09:10

Mendaur Ulang Limbah Warga

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

SEBAGAI kota terbesar kedua di Indonesia dengan jumlah penduduk terpadat, masalah air bersih di Kota Surabaya menjadi hal penting. Apalagi instasi penyedia air bersih, PDAM Kota Surabaya hingga akhir 2009 ini, baru menargetkan melayani 75 persen kebutuhan masyarakat. Sisanya, bergantung kepada penjual air bersih keliling.

Masyarakat yang tidak atau belum bisa berlangganan air PDAM, umumnya kalangan menengah ke bawah. Mereka tinggal di daerah yang belum atau sulit memiliki akses pipa PDAM. Dari informasi, rata-rata satu keluarga membeli air bersih dari penjual keliling sebanyak satu jeriken per hari, dengan volume 25 liter. Air digunakan minum dan memasak. Harganya Rp 7.500 per sekali beli. Dalam sebulan kurang lebih pengeluaran untuk air bersih mencapai Rp 225.000 per keluarga.

Selain membeli air bersih melalui pedagang air keliling, ada cara lain, misalnya di daerah Medokan Ayu. Warga kampung di wilayah belakang permukiman jalan raya bisa membeli air PDAM di rumah warga di permukiman depan jalan raya. Harga air antara Rp 10.000/m3 hingga Rp 15.000/m3. Bisa untuk mencukupi kebutuhan air bersih tiga sampai lima hari.
Harga air bagi pelanggan PDAM sendiri, saat ini bervariasi antara Rp 350/m3, Rp 600/m3, Rp 800/m3 dan Rp 1.800/m3 untuk pelanggan rumah tangga serta Rp 8.000/m3 untuk industri, Rp 9.000/m3 untuk mal serta Rp 10.000/m3 untuk industri besar seperti PT Pelindo.

Sangat Mengganggu

Penggunaan air menimbulkan berbagai implikasi. Salah satunya, limbah rumah tangga di permukiman padat penduduk. Pengetahuan sanitasi yang rendah dan jepitan rumah penduduk, membuat air limbah rumah tangga hasil dari mencuci, masak,dan mandi, begitu mengganggu. Semuanya terbuang dalam saluran limbah rumah tangga yang tidak mengalir. Bercampur dengan sampah lain, membuat limbah ini menjadi bau, kotor, menghitam, dan kental.

Karena jumlahnya banyak, limbah sulit diurai oleh mikroorganisme organik dalam air limbah. Mikroorganisme organik dalam air limbah punya keterbatasan bila jumlah limbahnya cukup banyak. Akademisi dari Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik dan Studi Pembangunan (FTSP) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pernah meneliti pemanfaatan air limbah di permukiman padat penduduk itu.

Dalam penelitian yang berlangsung tahun 2004-2005 dan dibiayai Dinas Pekerjaan Umum (DPU) ini, Prof Ir Joni Hermana MScES PhD yang juga dekan FTSP menyebut dua karakteristik dalam air limbah : fisik dan kimia. Bentuk fisik meliputi zat yang terapung, tersuspensi, terlarut dan mengendap. Bentuk kimia, terdiri atas organik, seperti busa, lemak dan protein. An organik, seperti sulfat, clorida, nitrogen, dan sulfur. Serta gas, seperti hidrogen sulfat, CO2, dan O2.

Dari dua karaketristik ini, bisa diurai atau dihilangkan menggunakan zat kimia atau zat biologis, seperti mikroorganisme. Prof Joni menemukan, bakteri Anaerobic Baffle Reactor (ABR), sebagai mikroorganisme biologis yang bisa dimanfaatkan mengurai zat yang tersuspensi dan terlarut. ABR ini juga mampu mengurai zat an organik yang ada di limbah rumah tangga itu.

Hasilnya berupa teknologi grey water atau air bersih dari daur ulang air limbah rumah tangga. Prof Joni menyebut teknologi yang mereka buat berdasarkan hasil penelitian ini telah diaplikasikan di tahun 2006. Bentuknya, berupa kotak-kotak kompartemen di ditanam di bawah tanah, untuk menyaring air limbah.

Pintu Air Zig-zag

Aplikasi pertama dilakukan di kampung RT 04 RW 01, Kelurahan Kejawan Gebang Putih, Sukolilo, Surabaya. Air limbah dari 28 rumah tangga ditampung dalam satu bak besar. Sebelum masuk bak tampung, sampah padat disaring, selanjutnya dari bak tampung, air disaring dengan alat pemisah minyak, lemak, dan busa, atau zat jenis terapung.

Hasil saringan ini ditampung dalam bak penampungan pengendapan. Perjalanan air hasil pengendapan ini masuk pada bak bersekat terdiri atas lima kompartemen dengan pintu air zig-zag. Di kompartemen bersekat itu dikembangbiakan bakteri ABR. Butuh waktu dua hingga tiga bulan bagi bakteri ABR untuk berkembang biak sekaligus beradaptasi dengan zat-zat yang tersuspensi dan terlarut dalam air limbah ini.

Setelah melewati kompartemen ini selama dua hingga tiga bulan, air masuk ke bak penampung terakhir. Di bawah bak penampung terakhir ini ada penyaring lagi dari bahan sabut kelapa, sabut aren, pasir dan batu zenit. Dari kisi-kisi batu zenit itu, muncul air yang telah bening dan bersih, yang merupakan air layak pakai. Baru ditampung di bak terakhir dengan pipa penyedot untuk dinaikkan ke tandon air.

Aplikasi grey water, semuanya dibuat di bawah tanah. Bisa di halaman atau di jalan. Yang penting, tidak mengubah kondisi di lingkungan itu. Sudah tiga tahun terakhir ini, warga di kampung Kejawan Gebang Putih, menikmati air bersih hasil daur ulang limbah. Air bersih hasil daur ulang limbah rumah tangga itu bisa untuk air minum (dengan dimasak dulu), mencuci, mandi, dan memasak kembali. Limbahnya dapat didaur ulang lagi.

Tim dari FTSP ITS merekomendasikan, guna menghasilkan air yang berkualitas, sebaiknya tidak membuah air limbah pembersih lantai dan kamar mandi, yang mengandung desinfektan. Pasalnya, zat desinfektan ini bisa membunuh bakteri ABR yang menyerap bertugas di bak lima kompartemen. Solusinya, setiap hari Minggu, saluran menuju bak penampung limbah pertama kali ini ditutup.

Selain itu, tim dari FTSP ITS tidak merekomendasikan air hasil daur ulang untuk diminum karena masih ada bakterinya. Sebelumnya, sebagian warga, meyakini, bakteri dalam air hasil daur ulang limbah ini lebih sedikit dibanding bakteri pada air produksi PDAM. Hasil tes laboratorium ITS, bakteri dari air PDAM mencapai 1.200 sedangkan air hasil instalasi pengolahan di kampung Kejawan Gebang Putih, jumlah bakterinya 600.

Sri Handi Lestari
Wartawan Surya

Berita Terkait

ITS Media Center > Lainnya > Mendaur Ulang Limbah Warga