ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
19 Oktober 2009, 13:10

Komunitas Pencinta Rebana ITS setelah Resmi Masuk UKM

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

MENGENAKAN sarung, baju koko, dan kopiah putih, sekelompok mahasiswa mengikuti upacara pembukaan Dies Natalis Ke-49 ITS Kamis lalu (15/10). Beberapa di antara mereka mengenakan serban, membawa terbang, kecrek, bongo, dan keplak. Sedangkan yang perempuan memakai busana muslim dengan bawahan batik.

Mereka tidak sekadar ikut berbaris, tapi juga unjuk kemampuan melagukan puji-pujian dengan iringan rebana. Maula ya salli wasallim dzaiman abada pun mengalun dengan ketipak rebana di Stadion ITS itu. Disusul Ya nabi salam alaika.

Itulah penampilan perdana Cinta Rebana setelah diresmikan menjadi salah satu UKM di ITS dua bulan lalu. Anggota Cinta Rebana berasal dari berbagai jurusan. ”Bagi kami, bermain rebana seperti menyalurkan bakat dan hobi,” kata Muntari, salah seorang anggota senior Cinta Rebana.

Mereka umumnya mahasiswa yang ingin melestarikan tradisi rebana. Mayoritas lulusan pondok pesantren (ponpes) dari Lamongan, Gresik, Langitan (Tuban), dan beberapa pondok lain. ”Kami ingin mempertahankan tradisi seni ini,” kata Muntari.

Ketika di daerah asal atau di ponpes, para mahasiswa tersebut biasa bermain rebana -juga biasa disebut terbangan– di musala atau masjid. ”Kami rindu bermain rebana lalu berupaya mendirikan komunitas,” kata pria kelahiran 14 Juli 1988 itu.

Cukup lama perjuangan mereka agar diakui menjadi UKM. Dimulai pada 2005, Ahmad Bahrudin, mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, membentuk komunitas pencinta rebana. Dia lantas mendaftarkan kegiatannya ke lembaga minat bakat untuk dikaji kelayakannya. Ada beberapa ketentuan agar sebuah aktivitas diakui sebagai UKM. Misalnya, minimal punya anggota 12 mahasiswa. Padahal, saat itu jumlah mereka baru tujuh orang. ”Pengkajian itu memerlukan waktu lama,” kata Muntari yang meneruskan perjuangan Bahrudin itu.

Komunitas itu memang mulai berlatih dengan alat ala kadar yang mereka miliki. Latihannya di tempat kos Muntari di Keputih. ”Saat itu kami hanya punya empat alat,” kata pria lulusan SMAN 1 Kedung Pring, Lamongan itu.

Untuk melengkapi instrumen, mereka berinisiatif ngamen di tempat-tempat hajatan. Misalnya, ”Ada teman yang tahu kami bisa bermain rebana. Dia lalu minta tolong kami bermain rebana dalam acara Isra Mikraj,” tutur mahasiswa angkatan 2006 itu.

Tentu saja mereka belum memakai nama UKM Cinta Rebana, melainkan Grup Rebana Ihya ‘Utturasy. ”Artinya penghidup tradisi,” kata Muntari lantas tersenyum. Biasa mereka tampil mengamen dengan 5-7 anggota. Termasuk Bahrudin yang kini sudah lulus.

Peralatan mereka semakin lengkap ketika Ir Darmaji, dosen Matematika, menyumbang dua bass, dua terbang, dan dua keplak. ”Sumbangan itu memacu semangat kami untuk bermain rebana lebih baik,” ujar mahasiswa jurusan teknik mesin itu. Sejak itu, latihan yang semula tidak rutin dibuat setiap minggu.

Anggota komunitas terus bertambah sampai mencapai 30 orang. Cukup untuk sebuah grup rebana. April lalu mereka mengikuti Festival Banjari se-Jatim di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Namun, mereka tidak memboyong hadiah apa pun.

Meski begitu, Muntari tak patah arang. Tiga bulan kemudian mereka ikut lagi Festival Banjari se-Jatim di Universitas Bhayangkara Surabaya. Hasilnya, lumayan. Mereka menyabet pemenang tiga. Dananya diinvestasikan untuk membeli rebana.

Setelah itu, Muntari dkk menerima banyak undangan manggung. Mulai pernikahan, sunatan, dan peringatan keagamaan. ”Kami tidak pernah memasang tarif,” katanya.

Dia bersyukur, komunitas itu punya Rosa Rizki Fitria, mahasiswi teknik kimia seangkatannya. Dia adalah seorang qori wakil ITS pada lomba tingkat nasional yang dihelat Departemen Agama di Palembang pada 2007. Sebagai qori, Rosa yang asal Gresik itu juga mahir melantunkan lagu-lagu kasidah. ”Peran Rosa memang sangat besar untuk grup ini,” kata Muntari.

Ihya ‘Utturasy tak hanya manggung di undangan hajatan. Mereka pernah tampil bersama Emha Ainun Najib (Cak Nun). Yakni, pada acara Bangbangwetan di gedung Cak Durasim Surabaya dan Padang Bulan di Jombang. ”Mungkin karena ikut acara itu, rektor ITS melihat kemampuan kami,” kata Muntari.

Setelah diresmikan sebagai UKM-ITS, mereka tetap menerima undangan manggung di tempat hajatan. ”Jika manggung kami tetap memakai nama Ihya ‘Utturasy,” katanya.

Muntari juga rajin menghadiri event di sekolahnya dulu, SMAN 1 Kedung Pring, Lamongan. Selain tampil, mereka mengajak siswa-siswa terbaik di situ untuk masuk ITS. ”Saya bilang di ITS ada UKM Cinta Rebana. Mereka kan umumnya dekat dengan rebana,” katanya. ”Jadi, selain mempromosikan ITS, saya mempromosikan UKM ini,” lanjutnya sambil meringis.

Usaha Muntari dkk tak sia-sia. Setidaknya, 90 mahasiswa baru (angkatan 2009) sudah mendaftar UKM itu. ”Minggu ini kami memulai latihan,” katanya. Dalam latihan itu, dipisahkan antara mahasiswa baru laki-laki dan perempuan. Laki-laki latihan pada Rabu, sedangkan kader perempuan Jumat.

Mereka akan dibagi menjadi dua kelompok. Pertama bagi mahasiswa yang sudah bisa menepuk rebana, kelompok kedua bagi yang sama sekali belum bisa. Kelompok pertama masih dibagi lagi, mahir dan biasa. ”Bagi yang mahir, mereka bisa mengajari teman-teman lain,” katanya.

Kini, Cinta Rebana sedang menyiapkan Festival Banjari se-Jatim yang juga masuk dalam rangkaian Dies Natalis ITS pada 31 Oktober. ”Itu adalah acara terbesar pertama kami,” ujar Muntari. Pluk ketiplak-ketipluk…(*/cfu)

Berita Terkait