ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
28 Desember 2009, 10:12

Ketangguhan Kapal Kayu ITS Diuji di Kanada

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Di sebuah bengkel non metal di kompleks Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) puluhan pekerja tampak  sibuk membuat rancangan kapal. Ada yang memotong sekaligus melicinkan kayu, merekatkan serta memoles bodi kapal sebelum dicat.

Suara pemotong kayu listrik terdengar menggema. Ditemani kopi, susu dan air mineral, mereka tampak serius menyelesaikan pembuatan kapal. Angin berhembus cukup kencang, namun itu tak membuat mereka santai dan malas-malasan, justru mereka lebih semangat mengerjakannya.

Rancangan kapal itu hasil karya  mahasiswa PPNS, Fakultas Teknik Kelautan ITS. Saat ini pembuatannya sudah mencapai 85 persen atau memasuki tahap finishing. “Sisanya kami target selesai akhir bulan ini atau sebelum tahun baru,“ ujar Pimpinan Proyek pembuatan kapal, Fadwi Mukti Wibowo. Awal pembuatanya sendiri dirintis  11 Juli 2009.

Kapal itu berbahan murni dari kayu jenis Mahoni. Panjangnya 11,75 meter, lebar 2 meter, tinggi 0,75 meter dan berkapasitas 13 awak, dengan 10 di antaranya sebagai pendayung.

Tipe dayung yang digunakan yaitu tipe oar atau digunakan secara berputar. Layarnya berbentuk Portable, jumlahnya 3 layar dengan tinggi hingga 9 meter.

Sebagai bentuk dedikasi terhadap budaya Indonesia, semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia akan menyelimuti kapal ini dengan warna merah dan putih. “Kapal ini adalah kapal tradisional, jadi tanpa mesin. Penggeraknya menggunakan tenaga manusia (mendayung) dan angin atau jenis kapal sekoci,” tutur mahasiswa semester 7 itu.

Dalam bahasa asing dikenal dengan istilah “Yole de Bantry”, yang disadur dari bahasa Perancis yang artinya kapal dari daerah Bantry. Catatan sejarah, kapal itu digunakan pasukan tentara Prancis saat akan ke darat dari Kapal Induk dalam Perang Inggris Raya puluhan tahun lalu.

Kapal ini dibuat oleh 24 mahasiswa dan semuanya masih duduk di bangku kuliah, dari semester 5-7. Kata Fadwi, layaknya proyek perkapalan, semua pengurus proyek adalah murni mahasiswa. Mulai dari desain atau perencanaan, tenaga pembuat, pimpinan proyek, jadwal pembuatan hingga anggaran, semuanya dikelola mahasiswa dengan pembina Dr. Ir. Daniel M Rosyid. Mereka juga didampingi seseorang yang berkompeten di bidang perkapalan, namanya Karyono,  pensiunan PT PAL Indonesia.

Semua mahasiswa yang terlibat juga masih kuliah, itu berarti mereka harus rajin-rajin mengatur waktu antara kuliah, mengerjakan kapal serta urusan pribadi.

Kapal yang belum memiliki nama resmi ini  akan di launching dan dipamerkan 9 Januari mendatang di pangkalan Komando Armada Timur, Ujung. Sedang, selanjutnya akan dipamerkan di gedung CCCL.

Wakili Indonesia

Harapan para mahasiswa tersebut sangat wajar, mengingat mereka pada pertengahan tahun depan akan berangkat ke Midland, Kanada mewakili Bangsa Indonesia dan berlaga di kejuaraan Atlantic Challenge 2010. Sebuah kejuaraan kapal tradisonal rutin dua tahunan.

Mahasiswa Fakultas Perkapalan ITS sendiri sudah pernah mengikutinya 4 kali sejak 2002 lalu. Prestasi membanggakan diraihnya saat keikutsertaan perdananya tahun 2002 di Amerika Serikat. Mereka berhasil menyandang predikat kapal tercantik dari semua peserta. Saat itu, kapal yang dipakai sebagai duta bangsa adalah Kapal Merdeka. Karena itu pula-lah, Kapal Merdeka juga masih dipercaya mewakili bangsa di tahun 2004 di Prancis, 2006 di Italia dan 2008 di Finlandia. “Tahun kemarin kami berhasil masuk 4 besar. Sebuah prestasi yang sudah membanggakan bagi kami,” tutur Fadwi yang waktu itu menjadi Koordinator Tim Indonesia.

Tahun ini, Kapal Merdeka sudah tak digunakan lagi, mengingat usia yang sudah udzur. Tapi bukan berarti Kapal Merdeka tak berarti. Kini masih ada di Laut Kenjeran dan digunakan mahasiswa Fakultas Kelautan latihan mendayung di laut.

Karena itulah, kapal baru kini dibuat. Tentunya dibuat dengan desain dan perencanaan yang lebih bagus. Kapal Merdeka dulu berbahan kayu Bengkirai dan Jati, namun karena dianggap lebih berat, kapal baru menggunakan kayu Mahoni yang dari segi bobotnya lebih ringan 20 persen. “Sebenarnya yang paling baik dan lebih ringan adalah kayu Pinus, tapi setelah kami cari-cari, pinus di Indonesia tidak sesuai yang diharapkan. Jadi kami memakai kayu Mahoni,” timpal Septian, salah satu mahasiswa yang juga turut andil dalam pembuatan kapal tersebut.*

Berita Terkait