ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
13 Juli 2010, 14:07

Kuartet Mahasiswa ITS Rintis Jalan Menjadi Technopreneur

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

BudaBUN alias Bunga dalam Sabun, begitu Hita Hamastuti, Achmad Ferdiansyah, Ardila Hayu Tiwikarma, dan Fariz Hidayat menyebut produk yang mereka hasilkan. Berkat Budabun, empat mahasiswa Fakultas Teknik Kimia ITS itu berangkat ke final Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Bidang Kewirausahaan di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) di Bali pada 16-24 Juli mendatang.

Hita yang ditemui di sebuah kedai kopi Minggu lalu (11/7) bercerita, Budabun tercipta Februari lalu. Awal terciptanya pembuatan Budabun didasari ketertarikan mereka untuk menjajal menjadi technopreneur alias pengusaha berbasis teknologi. Sabun dipilih karena dipakai sehari-hari. Karena itu, pasarnya cukup luas. Agar punya nilai jual lebih, visualisasi dibuat semenarik-menariknya. Pilihannya jatuh pada sabun transparan berisi kuntum bunga.

Pada saat yang sama, Ikatan Alumni ITS melangsungkan lomba pengembangan technopreneurship. Business plan Budabun diikutsertakan. Hasilnya, mereka juara. "Terus kami dengar ada PKM. Kami nyoba ikut, ternyata terpilih untuk dapat dana," ungkap Hita.

Sebulan kemudian, lomba serupa dihelat Radio Suara Surabaya dan Universitas Ciputra. Kali ini mereka hanya menjadi finalis. Dana dari PKM Rp 6.000.000 itu lantas dimanfaatkan untuk mewujudkan Budabun yang sebelumnya masih dalam tataran konseptual. Tidak ada hambatan yang berarti. Apalagi, mereka memperoleh bimbingan dari beberapa dosen yang sudah lebih berpengalaman soal bahan-bahan sabun. "Kami sudah punya resepnya. Panduan SNI (Standar Nasional Indonesia) juga ada," terang perempuan asal Ponorogo tersebut.

Menurut Hita, sabun yang mereka produksi menggunakan bahan baku minyak. Bisa minyak jarak, kelapa, atau kelapa sawit. Lantas ditambahkan bahan lain, seperti pewarna dan pengharum. "Untuk takaran masing-masing bahan, sudah ada standarnya menurut SNI," jelas dia.

Masalah yang muncul ketika proses tergolong ringan. Misalnya, busa yang dihasilkan kurang atau aroma floral kurang kuat. Hanya, mereka urung memasukkan bunga ke dalam sabun, tapi stiker bergambar logo ITS. Menurut Hita, perubahan tersebut tidak permanen. "Kebetulan, untuk produksi pertama, kami sudah dapat pesanan dari kampus. Jadi, bunganya ditunda. Tapi, nanti tetap kami produksi," terang alumnus SMAN 1 Malang tersebut. Hingga kini, sudah 200 Budabun yang mereka produksi. Per batang dihargai Rp 15.000.

Untuk jangka pendek, Budabun akan difokuskan sebagai suvenir. Baik untuk acara institusional ataupun perkawinan. Sebab, kalau untuk sabun mandi, dibutuhkan pengembangan lebih lanjut. Contohnya spesifikasi sabun untuk jenis kulit tertentu. "Tapi, yang ada sekarang sudah bisa dipakai mandi. Kami jual ke teman-teman. Mereka pakai mandi. Hasilnya ya seperti sabun mandi lainnya," papar Hita.

Untuk jangka panjang, mereka juga berencana membuat Budabun dalam bentuk gantungan kunci. Mereka juga menjajaki prospek untuk memasukkan Budabun ke hotel-hotel di Surabaya dan sekitarnya. "Masih pengenalan dulu," ucap perempuan yang baru saja tampil di KickAndy, sebuah acara talk show di MetroTV, berkat penelitiannya tentang pemanfaatan kulit pisang sebagai sumber energi listrik alternatif tersebut. (any/c9/aww)

 

ANY RUFAIDAH

Berita Terkait