ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
01 November 2010, 15:11

Rektor PTN Kompak Tolak Diangkat Menteri

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

"Par" "*ktor inginnya meninjau dan mendiskusikan kembali PP dan Permendiknas tersebut. Dari diskusi yang berkembang rata-rata menginginkan yang mengangkat rektor tetap presiden bukan menteri," kata salah satu rektor dari PTN Jawa Tmur yang ikut hadir dalam rapat kepada INDOPOS, tadi malam (30/10).

Pejabat kampus yang minta tidak disebutkan namanya tersebut mengungkapkan, forum rektor rata-rata memiliki alasan sama kenapa menolak PP No 66 dan Permendiknas No 24 Tahun 2010 sebagai penjabaran lebih lanjutnya. Alasan pertama, jika rektor diangkat dan diberhentikan oleh menteri, tentu statusnya dalam birokrasi daerah tidak lagi bisa sejajar dengan gubernur. Dan ini dinilai merugikan di tengah otonomi luas yang diterapkan pada Perguruan Tinggi.

Sebagian rektor lainnya terutama yang berasal dari wilayah timur Indonesia, menurutnya, juga berpendapat, jabatan rektordalam percaturan khasanah keilmuan menjadi palang pintu bagi wajah peradaban bangsa. Karenanya posisi ini tidak main-main. Akan kurang strategis sifatnya jika status pengangkatannya diturunkan dari oleh presiden menjadi oleh menteri.

Alasan lain, dari pendapat yang berkembang, menurutnya, PP No 66 tahun 2010 ini secara tidak langsung juga telah memangkas budaya akademis yang selama ini terbangun di Perguruan Tinggi. Dimanapun rektor Perguruan Tinggi dipilih melalui proses pemilihan di tingkat senat yang cukup ketat. Presiden dalam surat pengangkatannya pun juga tetap memperhatikan aspek-aspek akademis yang dimelekat pada diri rektor bersangkutan.

"Kalau saya pribadisih selama menterinya juga akademisi tak menjadi masalah. Tapi kalau nanti men-terinya dari Parpol bagaimana? Jabatan rektor bisa-bisa tidak steril lagi dari politik praktis," paparnya.

Mantan rektor ITS yang kini menjadi anggota kehormatan Majelis Rektor PTN Profesor Soegiono juga berpendapat kurang lebih sama. Menurutnya, memang banyak hal harus disikapi dari materi PP No 66 dan Permendiknas No 24 Tahun 2010 ini. Dia berpendapat PP No 66 yang mengatur pengangkatan rektor/ketua/direktur perguruan tinggi oleh menteri, bagi kalangan PTN di kota-kota besar di Jawa memang tidak begitu menjadi masalah. Para rektor UI, IPB atau PTN besar lain di Jawa mungkin tidak berkeberatan.

Namun, rektor-rektor PTN lain di luar Jawa, di kawasan-kawasan perbatasan misalnya, ini akan sangat terkait de-ngan wibawa, peran, dan fungsi mereka sebagai tokoh akademisi.

"Pertemuan Majelis Rektor mengusulkan agar pengangkatan rektor sebaiknya oleh presiden. Karena ini kalau yang ngangkat menteri wibawanya bagaimana nanti, ini menyangkut statusnya, fungsinya di daerah. Mereka itu sangat sentral sekali hubungannya dengan Kapolda, Pangdam, dan sebagainya," kata Profesor Seogiono.

Dalam Rapat Majelis Rektor PTN se-Indonesia di Jakarta tadi malam, sejumlah rektor menyangkan sikap pemerintah yang terkesan kurang serius menanggapi keberatan para rector ini. Dalam pertemuan tadi malam, Mendiknas M. Nuh hanya datang sekitar sepuluh menit untuk memberikan pidato sambutan selanjutnya langsung pergi.

Selain berisi tentang status pengangkatan dan pemberhentian rektor, PP No 66 dan Permendiknas No 24Tahun 2010 juga mengatur, seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) termasuk Politeknik wajib menerima mahasiswa dengan latar belakang ekonomi menengah ke bawah minimal 20 persen dari total penerimaan mahasiswa baru. Demikian juga dalam proses rekrutmen mahasiswa baru di masing-masing PTN harus menerima mahasiswa yang melalui jalur seleksi nasional (SNMPTN) minimal sebanyak 60 persen dari total penerimaan mahasiswa baru. PT yang berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) juga akan tetap ada. Namun, dalam pengelolaan keuangannya harus tunduk pada tiga buah Ut) Keuangan, (did)

Berita Terkait