ITS News

Sabtu, 28 September 2024
15 Maret 2005, 12:03

Mawapres, IPK bukan yang dominan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Menjadi mahasiswa berprestasi atau yang lebih dikenal dengan mawapres, merupakan impian bagi setiap mahaiswa. Gelar bergengsi yang sering diperebutkan tiap tahunnya itu, tak diragukan lagi, bakal mendatangakan seabreg keuntungan bagi penyandangnya. Tak hanya dikenal di seantero kampus perjuangan ITS ini, beasiswa bergengsi pun serasa sudah ditangan. Namun momok besar yang sering dipikirkan mahasiswa bahwa untuk mendapat gelar tersebut dibutuhkan IPK yang selangit, ditampik oleh Dhony Iwan Kristianto, mawapres ITS 2004.

"Untuk menjadi mawapres, yang penting, harus banyak kumpulkan poin," tegasnya. Mahasiswa Teknik Industri ’01 ini kemudian menjabarkan poin-poin penilaian apa saja yang harus diperhatikan untuk menjadi seorang mawapres ITS. Penilaian yang pertama yakni masalah keorganisasian, baik di tingkat jurusan ataupun institut. Tiap jabatan yang pernah diduduki oleh mahasiswa merupakan kredit poin yang sangat mendukung. Jabatan di tingkat Institut jelas memiliki nilai lebih dari pada di tingkat jurusan. Tugas sebagai pemikir dalam sebuah kegiatan, dalam hal ini sebagai ketua atau koordinator, juga memiliki nilai lebih dibandingkan para pelakunya.

"Dan jangan lupa, yang terpenting, kumpulkan semua surat keterangan atau rekomendasi jabatan kalian. Tanpa itu, sebanyak apapun yang kalian tulis di curriculum vitae, tak akan ada gunanya," pesan arek Surabaya kelahiran Maret 1982 ini.

Setelah itu, ujarnya, aktifitas akademik seperti kepesertaan dalam sebuah senminar, workshop atau pelatihan merupakan poin yang juga dipertimbangakna. Seminar tingkat nasional tentu memiliki poin lebih besar dibanding tingkat institut. Dan sekali lagi dia mengingatkan kepada adik-adik angkatannya yang hadir sore itu, untuk mengurus sertifikat atau penghargaan yang diperoleh dari seminar tersebut. Satu hal yang wajib diperhatikan, begitu tambahnya.

Penilaian ketiga, adalah pengabdian kepada masyarakat. Seberapa besar kontribusi yang telah dilakukan mahasiswa tersebut pada lingkungan sekitarnya, juga merupakan salah satu bahan pertimbangan. Dan yang terakhir adalah penilaian saat mempresentasikan karya tulis ilmiahnya di tahap penjurian. "Untuk bagian yang ini, kita harus pintar-pintar mengkomunikasikan apa yang kita tulis kepada para juri. Tulisan yang bagus, tapi tak bisa dimengerti orang lain, apalah gunanya. Karena sebenarnya, hanya 40% penilaian dari materi, sedang sisanya dari prosentasi kita," terang pemilik rambut sebahu ini. Oleh karena itu, menurutnya, kemampuan berkomunikasi dan berbicara di depan juri haruslah meyakinkan. Rasa percaya diri juga harus dimiliki sejak awal. Dan ditambahkannya, bahwa nilai plus akan dimiliki oleh calon mawapres yang mempresentasikan karya tulisnya dalam bahasa asing. Kemampuan ini membuatnya menonjol dibanding peserta lain. "Selain itu, kadang juri yang kristis sekalipun akan susah menanyakan materi presentasi kita karena kurang mampu berbahasa inggris. Hal itu dapat sangat membantu, bukan?" kelakarnya.

Lebih lanjut ia menegaskan bahwa penilaian mawapres itu tidak hanya satu dua hari saja, melainkan penilaian dimulai sejak semester awal di ITS. Tiap semester akan dilihat grafik prestasi yang telah dicapai oleh calon mawapres itu, apakah dia mampu mempertahankan prestasinya, syukur-syukur kalau bisa menjadi lebih baik. "Hal itu juga merupakan bukti motivasi tinggi yang ada pada diri kita untuk menjadi mahasiswa terbaik selama masa kuliah," ujarnya bersemangat. Untuk motivasi dan kepribadian, akan digali melalui wawancarasecara langsung oleh para juri. Dan keberanian serta kepercayaan diri, sekali lagi, sangat dibutuhkan.

CARI INFO SEBANYAK-BANYAKNYA
Kurangnya informasi yang berdar di kalangan mahasiswa tentang mawapres atau beasiswa-beasiswa lain, harus disiasati sejak dini. Mahasiswa yang ingin serius berprestasi dengan langkah ini, harus banyak-banyak mencari informasi. Yang dituju, secara umum, adalah bagian kemahasiwaan. Dhony Iwan Kristianto misalnya, mawapres ITS 2004 ini mengatakan lebih sering mencari informasi daripada menunggu munculnya pengumuan di jurusannya.

Hal tersebut ternyata juga diakui oleh Rachmad Imawan, penerima beasiswa Thiess Company. Mahasiswa Teknik Industri ’01 yang kali ini bersama Dhony berbagi pengalaman dengan adik-adik angkatannya mengatakan, usaha aktif untuk mencari informasi sendiri mutlak dilakukan. Ia pun mengaku sering melihat pengumuman beasiswa dan lomba-lomba di bagian kemahasiswaan fakultasny, FTI. "Bahkan kalau perlu minimal satu minggu sekali melihat pengumuman di bagian kemahasiswaan," pesannya sungguh-sungguh.(ftr/ryo)

Berita Terkait