ITS News

Kamis, 03 Oktober 2024
05 Agustus 2014, 13:08

Sempat Didemo Bakar-bakaran, Dwi Soetjipto Justru Sukses Bersinergi

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

"Saya bekerja di pabrik memperbaiki kinerja di pabrik, suatu saat saya ditugaskan ke SDM untuk membantu set up perbaikan di bagian SDM, seperti memperbaiki beberapa proyek yang tak selesai. Saya bergabung dengan tim untuk menyelesaikan kontrak India yang sudah lama terbengkalai," ungkapnya.

Selanjutnya, pada 1995, Dwi ditunjuk menjadi Direktur Litbang Semen Padang dan baru pada 2003 akhirnya Dwi ditunjuk sebagai Direktur Utama Semen Padang. Saat itulah tantangan mulai muncul dalam kariernya. Dwi harus menerima penolakan dari pekerja bahkan dianggap sebagai pengkhianat.

"Saat itu, 2003 saya ditunjuk sebagai Dirut di Semen Padang yang kala itu dalam situasi sedang puncaknya konflik di dalam grup," ujar Dwi saat berbincang dengan Okezone

Saat mengemban jabatan sebagai Direktur Utama Semen Padang, Dwi harus menghadapi demo besar-besaran selama empat bulan. Bahkan Dwi tidak dapat berangkat menuju kantor karena para demonstran tersebut berjaga di depan pintu masuk atau gerbang Semen Padang. Penolakan tersebut menjadi cobaan terberat sepanjang kariernya, apalagi saat itu Dwi baru saja ditunjuk sebagai Direktur Utama.

Menurut Dwi, penolakan pekerja karena adanya provokasi yang tidak benar dari beberapa gelintir orang. Berkembang isu dengan pengangkatan dirinya sebagai Direktur Utama maka akan ada pergantian management perusahaan. Selain itu, isu daerah juga semakin mempersulitnya, Dwi yang bukan dari keturunan Minang dipercaya menduduki jabatan utama dalam perusahaan tersebut.

"Selama empat bulan itu mereka menutup pintu masuk, mamasang tenda, dan menyuruh orang atau skrining orang masuk, mereka menolak saya masuk kantor, mereka ingin menunjukkan bahwa saya tidak diterima oleh penduduk sana. Ada provokasi, karena sebagian besar karyawan tidak masalah, hanya ada beberapa. Saat itu bahkan tak jarang saya harus melihat ada upacara membakar patung Dwi Soetjipto karena saya dianggap penghianat," ujarnya.

Periode 2003-2005 Menjadi Tahun Terberat

Selama berkarier di Semen Padang, Dwi mengakui sebagai cobaan terberat dalam kariernya. Di sana banyak cerita rumit dan berat yang harus dihadapi, bahkan Dwi lebih banyak berurusan dengan aspek sosial politik ketimbang dengan aspek pabrik. Selama berkarier di Semen Padang, dirinya harus meyakinkan pekerja bahkan penduduk di sana bahwa pengangkatannya sebagai Direktur Utama tidak akan menghancurkan perusahaan.

"Kurun waktu 2003-2005 menjadi saat terberat dalam karier saya, saya harus berada di tempat yang euforianya tinggi, saya harus meyakinkan bahwa saya tidak akan menghancurkan perusahaan, dan saya buktikan tidak akan melakukan apa yang dicurigakan semua orang," kata pria yang menyukai ayam pop tersebut.

Selama menjabat Dirut, Dwi banyak melakukan perubahan salah satunya dengan membuat Semen Padang menjadi badan usaha sehingga dapat masuk dalam grup. Ketika semua konflik yang ada di Semen Padang dapat diselesaikan, maka para pemegang saham dalam hal ini pemerintah menugaskannya ke Semen Gresik.

"Ketika semuanya berjalan tenang, di situ kemudian pemegang saham menugaskan saya di Semen Gresik yang saat itu menjadi induk perusahaan dari Semen Padang dan Semen Tonasa. Jadi happy endingnya saya buktikan ketika putra daerah memang dianggap bisa, maka saat itu putra daerah sana yang akhirnya menggantikan saya," tuturnya.

Rintangan yang dihadapinya selama menduduki posisi Dirut di Semen Padang, sehingga Dwi sendiri menyebut bahwa kurun waktu 2003 hingga 2005 adalah masa di mana dirinya harus mengelola konflik atau "how to manage conflict". Namun perjuangan Dwi tidak berakhir sampai di situ, pada 2005 saat dipercaya menjadi Direktur Utama Semen Gresik harus membuktikan dengan langkah sinergi grup.

Dwi harus membuktikan bahwa visinya untuk menyinergikan grup adalah keputusan yang tepat, namun Dwi harus membuktikan bahwa langkah tersebut mampu membuat grup menjadi besar. Dwi juga harus menghadapi pemegang saham, diakuinya bahwa ada pemegang saham yang tidak percaya dengan ide untuk menyinergikan grup.

"Pada 2005 adalah waktu di mana saya harus mengeksekusi visi tersebut, grup ini harusnya menjadi seperti apa dan kerja kerasnya adalah menjalankan eksekusi tersebut. Tahap pertama adalah dibuktikan kenapa perusahaan harus jadi grup? Tentu saja dengan tujuan value added dari sinergi, saya harus bisa buktikan sinergi tersebut itu bisa jalan," ungkap pria kelahiran Surabaya tersebut.

Namun saat itu, tak ada yang percaya bahwa grup bisa bersinergi, malah ada pemegang saham menolaknya dengan nada sangat ragu-ragu. ”Saat itu saya yakinkan mereka, karena itu tugas saya karena menurut saya saat terjadi improvement, maka sinergi itu maknanya menjadi satu ditambah satu bukan dua, tetapi menjadi banyak," sambungnya. (Bersambung)
(rzk)

Berita Terkait