ITS News

Rabu, 02 Oktober 2024
03 April 2017, 10:04

Bakti Sosial Sumbang Sampan Mahasiswa Teknik Kelautan ITS

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

SEPULUH mahasiswa Teknik Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) sibuk menurunkan bambu dari mobil pikap. Mereka yang tergabung dalam social division Himpunan Mahasiswa Teknik Kelautan itu berkumpul di ujung tambak, Wonorejo, Minggu (2/4). Tepatnya di gubuk milik Malik, petani tambak. Mereka membeli tujuh bilah bambu itu dari daerah Keputih. ”Satu bambu harganya Rp 17 ribu,” ujar Husnul Khotimah yang duduk di bawah rindang pohon bakau.

Tunas-tunas pada ruas bambu sudah dibersihkan. Mereka tinggal mengikat bambu itu menjadi sampan. Namun, di antara seluruh mahasiswa yang hadir, tidak satu pun punya keahlian membuat sampan. Untung, saat itu Malik sedang tidak banyak pekerjaan. Dia lantas mengajari mereka cara merakit bambu menjadi sampan.

Pria 52 tahun itu langsung mencari tiga lonjor kayu. Kayu-kayu itu digunakan untuk mengikat seluruh bambu menjadi satu. Sebelum disusun, panjang batang bambu harus disamakan. Tugas menggergaji dia serahkan kepada mahasiswa laki-laki.

Setelah bambu siap, Malik menyiapkan tali tampar. Satu per satu tali dianyam hingga kencang. Teknik tali-temali tersebut sudah dia kuasai sejak remaja. ”Wis biasa,” jelas pria yang mengelola tambak seluas 4 hektare itu.

Karena tinggal mengikat, sampan bisa jadi dalam waktu sejam. Mereka lalu menceburkan sampan bambu muda itu ke tambak yang dikelola Malik. Byur, sampan mengambang. Mereka tidak sabar untuk mencobanya.

Dua orang langsung menaiki sampan. Namun, tenggelam. Tampaknya, bambu kurang banyak. Daya apungnya tidak mampu menopang beban dua orang. Satu per satu dari mereka mencoba sampan tersebut. Mereka tak berani bergerak sampai ke tengah. ”Ke sana dek, ke tengah. Kecebur gak masalah, banyune cethek (Tidak masalah, airnya dangkal, Red),” teriak Malik kepada Gufateh Finashuda.

Dia membawa dayung milik Malik. Namun, kakinya gemetaran saat sampan bergerak. Dia belum terbiasa menyeimbangkan tubuh di atas air. Malik pun mencontohkan cara mendayung yang benar. Sekali dua kali kayuh, sampan meluncur. ”Kok enak pak sampeyan,” celetuk salah seorang mahasiswa.

Setelah puas mencoba sampan, mereka menyerahkan sampan itu ke Malik. Ya, sampan tersebut merupakan bantuan untuk petani tambak yang masih bertahan. Malik yang tidak menyangka dapat bantuan merasa kegirangan. Sebab, sampan yang dia miliki sudah keropos. Sampan bambu hanya bisa bertahan selama setahun. Sedangkan sampan milik Malik sudah berusia satu setengah tahun dan bocor di sana-sini. ”Ketepakan wis,” ucap Malik kegirangan.

Selain memberikan sampan, mereka berencana kembali ke area pertambakan. Aksi sosial yang dilakukan selanjutnya ialah penanaman mangrove. Mereka prihatin dengan kelestarian mangrove yang semakin hari beralih menjadi kawasan permukiman. Tanpa bantuan manusia, hutan mangrove yang menjadi habitat lebih dari 150 burung bisa binasa.

Malik menjelaskan, dirinya baru kali ini mendapatkan bantuan sampan. Pada umumnya, bantuan yang datang berupa penanaman pohon. Padahal, kegiatan itu tidak membantu para petani tambak secara langsung. Sebab, air tambak sangat bergantung dengan air sungai. Sayang, kualitas air sungai sangat memprihatinkan. Saat pompa air dinyalakan, sungai afvoer Wonorejo seakan menjadi permadani buih. ”Kalau tidak ditanami orang-orang dari dulu, ya tambaknya sudah kukut (tutup, Red),” jelas Malik.

Setelah ditanami mangrove, gagal panen jarang terjadi. Saat ikan mati karena kualitas air, mereka hanya bisa memanen 5 hingga 15 kg udang. Namun, saat ini panen udang bisa mencapai 150 kg. Sedangkan panen bandeng bisa mencapai setengah ton. (*/c17/oni/sep/JPG)

 

Sumber : http://www.jawapos.com/read/2017/04/03/120700/bakti-sosial-sumbang-sampan-mahasiswa-teknik-kelautan-its

Berita Terkait