Kasak-kusuk mundurnya Pemira sebenarnya telah dimulai sejak Juli lalu. Kala itu, baik Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) maupun Legislatif Mahasiswa (LM) tengah sibuk mengurus Musyawarah Besar (Mubes) IV KM ITS. Hasilnya, Pemira diwacanakan mundur hingga bulan September.
Pasca Mubes IV, aturan baru KM ITS telah didapatkan. Pemira pun siap digelar. Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai menentukan aturan main Pemira. Bahkan, Panitia Pemilihan Umum (PPU) juga turut bekerja keras menggelar Pemira mulai dari persiapan hingga pelaksanaan. Pemira pun berjalan lancar selama dua hari.
Namun, masalah akhirnya mencuat ketika hasil Pemira diumumkan. Mulai dari terbongkarnya kampanye gelap dalam bentuk dukungan terhadap salah satu calon hingga data pemilu yang tidak wajar. Gugatan pun bergulir. Sesuai dengan aturan main Pemira, pihak KPU lantas memproses gugatan. Dengan alasan tidak berdasar, KPU pun menolak gugatan yang disampaikan.
Tidak puas dengan tanggapan KPU, kubu penggugat pun mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi Mahasiswa (MKM) ITS. Atas dasar pertimbangan kekosongan hukum, MKM pun memututuskan untuk menggelar Pemira ulang di distrik yang bermasalah. Di sisi lain, KPU dan PPU yang dari awal tidak sejalan, menolak amar (keputusan) tersebut. MKM pun merasa tidak dihargai. Masalah ini menjadi semakin larut saja.
Dirasa perlu pertimbangan, kongres dengan sejumlah petinggi KM ITS, KPU, LM, Ketua Himpunan (Kahima), mantan Presiden BEM ITS 2010/2011 pun digelar. Dalam kongres tersebut, hadir pula pakar politik, Tutus Wibowo SH sebagai pembicara.
Hanya saja, kongres tidak berjalan seperti apa yang diharapkan. MKM kembali merasa tidak didengar. Puncaknya, MKM pun walk out dari forum dan menyatakan mundur dari amanah. Akhirnya, Presiden BEM ITS ditetapkan berdasarkan kesepakatan kongres.
Sementara itu, berbagai spekulasi turut bergulir terkait Pemira ini. Ada yang menganggap KPU dan PPU tidak becus dalam menjalankan tugasnya. Tapi sebagian yang lain, mengungkapkan bahwa mereka telah bekerja maksimal. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah pemilih yang cukup banyak.
Tak sedikit pula yang menyatakan, terdapat pihak tertentu yang sengaja memperlama jalannya Pemira. Beberapa justru mengatakan bahwa kemoloran ini sebagai momentum pendewasaan politik KM ITS. Tak dapat dipungkiri, masalah ini memang mengungah banyak pihak untuk memikirkan sejenak arah politik yang tengah bergulir di KM ITS, khususnya BEM ITS.
Bagaimanapun, molornya Pemira ini telah memakan banyak "korban". Korban pertama adalah BEM ITS sendiri. Mundurnya penetapan Presiden BEM, otomatis berakibat pula pada waktu open recruitment yang makin lama. Diperkirakan, BEM ITS kekurangan kader yang berkualitas. Sebab, mereka kalah bersaing dengan himpunan dan BEM Fakultas.
Terlepas dari normalisasi atau tidaknya kepengurusan 2011/2012, BEM ITS tentu kehilangan sebagian besar waktunya. Tak bisa dipungkiri, berbagai program kerja (proker) yang harusnya digelar tidak dapat dilaksanakan.
Korban selanjutnya adalah angkatan 2010 yang seharusnya menjadi staf BEM ITS. Mereka akan kehilangan hampir separuh hak belajar sebelum mengemban amanah yang lebih besar tahun depan. Sedangkan korban ketiga adalah seluruh KM ITS. Ruwetnya masalah Pemira semakin memperbanyak jumlah mahasiswa yang apatis terhadap perkembangan KM ITS.
Ke depan, bisa jadi tugas BEM ITS periode ini menjadi sangat berat. Pertama, BEM ITS dituntut untuk mengembalikan kepercayaan seluruh KM ITS atas kinerjanya. Termasuk untuk penyelenggaraan Pemira tahun depan. Kedua, BEM ITS juga harus bekerja dibawah tekanan. Mau tidak mau, punggawa BEM harus mengejar ketertinggalan dari Himpunan Mahasiswa Jurusam (HMJ) maupun BEM Fakultas yang telah berjalan lebih dahulu.
Ketiga, BEM ITS harus pandai memanfaatkan waktu. Pasalnya, berdasarkan estimasi waktu kotor, hanya sisa enam bulan menuju suksesi tahun depan. Sehingga, menjalankan program yang berkualitas adalah hukum wajib jika tidak ingin dibandingkan dengan kepengurusan tahun lalu.
Melihat fakta yang telah terjadi, maka Pemira tahun depan harus digelar dengan konsep yang matang. Para Calon Presiden BEM (Capres BEM) yang berniat berkompetisi harus benar-benar terpilih. Mereka haruslah mahasiswa yang peduli dengan nasib KM ITS jangka panjang. Bukan sekedar mengejar kedudukan semata.
Dari segi kemampuan, tidak hanya kepemimpinan semata yang harus dipertimbangkan tetapi juga segi ke-teposeliro-an. Artinya, Capres yang maju harus mampu legowo (mau menerima) dalam posisi apapun. Yang tidak kalah pentingnya, mereka juga harus mau mendukung ketika tidak unggul.
Satu hal yang pasti. Yakni, semakin meleknya mahasiswa ITS dengan dinamika politik kampus bakal menjadi sebuah tantangan baru. Para KPU dan PPU yang terpilih harus benar-benar selektif mengontrol pergerakan. Harapannya, politik yang diusung benar-benar sesuai dengan karakter sebagai mahasiswa teknik bukan sekedar politik praktis.
Akhirnya, nasi memang telah menjadi bubur. Tapi sebagai seorang mahasiswa, suatu kewajiban untuk mengolah bubur menjadi lebih nikmat. Sama halnya, dengan BEM ITS yang berkewajiban merumuskan rancangan agar kembali dipercaya. Mari, kita lihat ke depan apakah Transformasi akan kembali menormalkan BEM ITS di mata KM ITS?
Kampus ITS, ITS News — Memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pengurus Wilayah
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kompleksitas pasar kerja nasional, Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Tim Sapuangin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mengenalkan mobil urban edisi terbarunya
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali dipercaya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu