ITS News

Jumat, 22 November 2024
26 Mei 2012, 09:05

Meraba Pengaderan Kampus Perjuangan Tempo Dulu

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Proses adaptasi itu biasa difasilitasi dengan kegiatan bernama ospek, pengaderan atau istilah lain yang serupa. Tetapi, terkadang alasan adaptasi itu bukan yang semata-mata melandasi dilaksanakannya pengaderan. Bahkan menurut para pelaksana pengaderan sendiri, tak sedikit pula pertimbangan bersifat substansial yang membuat mahasiswa tetap mempertahankan tradisi pengkaderan.
 
Metode pengaderan pun berbeda-beda antara tiap organisasi. Pengaderan di ITS termasuk contoh yang menarik dibandingkan dengan universitas atau institusi di Indonesia. Di ITS, kenangan akan ‘pengaderan’ memiliki arti tersendiri bagi masing-masing mahasiswa, Mulai dari membangkitkan semangat kebersamaan, hingga melahirkan raut muka masam.

Sebagian beranggapan bahwa pengaderan di ITS, secara keseluruhan tergolong ‘keras’. Bukan hanya dari sisi metode. Namun juga dari sisi waktu yang cukup lama, rata-rata dua semester, terkadang lebih. Metode pengaderan yang digunakan di setiap jurusan pun relatif mengikuti alur yang sepadan.

Sejarah pengaderan ITS sudah dimulai sejak berdirinya kampus ini. Saat itu kampus ini masih bernama Yayasan Perguruan Tinggi Teknik (YPTT) Sepuluh Nopember dan hanya memiliki memiliki dua fakultas (sebelum ada jurusan) yaitu Teknik Sipil dan Teknik Mesin. Konon, kedua jurusan itulah yang disebut-sebut menginisiasi adanya pengaderan.

Pada saat YPTT didirikan, beberapa mahasiswa asli Surabaya yang saat itu sudah diterima di perguruan tinggi lain seperti ITB dan UGM memilih kembali ke Surabaya untuk kuliah. Mahasiswa S1 dan M1 yang sudah mengecap ‘pengaderan’ kampus tetangga, menerapkannya kembali di kampus perjuangan ITS. Hal itu diungkapkan Buchori Nasution, alumni Teknik Mesin angkatan 1959.

Salah satu cerita dari Sudjud Darsopuspito, alumni Teknik Mesin angkatan 1969 menyebutkan, pengaderan berkembang dan dilaksanakan sesuai hasil koordinasi Senat Institut (sekarang Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), red) dengan Senat Fakultas atau yang sekarang disebut himpunan di jurusan. Misalnya saja Fakultas Teknik Mesin dan Teknik Kimia yang menempati gedung di Baliwerti, Senat institut membantu mengkoordinasikan lokasi pengaderan agar tidak bentrok antar kedua fakultas itu. Letak kampus ITS yang masih terpisah-pisah tetap tidak menyurutkan animo dari pengaderan.

Pernah terjadi pada zaman awal, konsep pengaderan hanya dilakukan dalam kurun waktu satu minggu. Kegiatan itu disebut dengan Perkenalan Organisasi Mahasiswa (POSMA). Setelah itu dilakukan kegiatan-kegiatan antara panitia pengaderan dan mahasiswa baru. Salah satu contohnya yang cukup umum adalah malam keakraban, atau biasa disingkat makrab.

Kalau berdasarkan kisah para alumni ‘tua’, sebenarnya mahasiswa ITS saat ini mungkin bisa bersyukur. Pola pengaderan tempo dulu jauh lebih keras dibandingkan dengan sekarang. Tidak cukup mental saja, namun fisik pun turut digembleng.  Akan tetapi, seberapapun kerasnya pengaderan yang dilakukan, main pukul atau kontak fisik nampaknya tetap menjadi hal yang tabu.

Menariknya, pengaderan tempo dulu tidak mengenal boikoter. Entah sejak kapan istilah ini mulai dikenal. Label boikoter banyak diperbincangkan dari sudut pandang negatif, menyandang image pemberontak yang tidak sesuai ‘sistem’ pengaderan.

Banyak warisan pengaderan tempo dulu yang bisa ‘dinikmati’ sampai saat ini. Salah satu diantaranya adalah solidaritas yang kuat, (berlebihan?) antara sesama mahasiswa jurusan. Terkadang, fenomena ini disinggung sebagai ‘arogansi jurusan’. Memang benar, salah satu tujuan pengaderan sendiri adalah memupuk nilai solidaritas terhadap angkatannya. Namun, secara tidak langsung hal ini turut memupuk arogansi di tiap-tiap jurusan, menimbulkan kesenjangan antara mahasiswa dari berbagai jurusan yang seharusnya bisa berbaur dengan akrab. Dalam kegiatan-kegiatan kampus, kesenjangan ini bisa sangat terasa.
 
Warisan lain yang juga masih melekat erat adalah senioritas. Bisa dikatakan ini telah menjadi kultur di ITS. Hanya saja mungkin saat ini kadarnya mulai jauh berkurang. Rasa hormat kepada orang yang lebih tua mulai ditanamkan sejak mahasiswa baru datang.

Kuatnya tali kekeluargaan baik mahasiswa maupun alumni menjadi warisan yang tidak bisa disangkal dan sangat terasa di ITS. Tidak hanya bersifat hubungan informal, sampai saat ini pun kegiatan Ikatan Alumni ITS (IKA ITS) jarang sekali absen dari koordinasi dengan pihak ITS.

Jika berbicara tentang manfaat, ITS tidak bisa diragukan lagi mengenai hal itu. Hanya mungkin, seiring berjalannya waktu juga mengantarkan ITS menuju perubahan. Mungkin dengan konsep pengaderan yang baru mampu menelanjangi makna pengaderan sesungguhnya di dunia mahasiswa. Sehingga lahirlah kader-kader yang memang diinginkan.

Tim Redaksi ITS Online

Berita Terkait