ITS News

Sabtu, 23 November 2024
19 Juli 2012, 09:07

Menggagas Pengaderan Ideal

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Harus diakui, saat ini pengaderan tidak lagi hanya berorientasi pada proses adaptasi mahasiswa baru saja. Elemen-elemen kegiatan ini telah menjadi lebih ambisius untuk membentuk mahasiswa-mahasiswa ‘hero‘ dalam berbagai bidang. Namun, konsepsi yang seragam dari waktu ke waktu menjadikan perubahan hanya berhenti di tataran ide. Elemen pengaderan tak jarang gamang dalam menentukan langkah yang tepat.

Kegamangan ini menjadi bahasan besar dalam Musyawarah Besar (Mubes) IV beberapa waktu yang lalu. Pertanyaan utama yang diutarakan adalah: model mahasiswa seperti apa yang dianggap ideal untuk kampus ini? Pertanyaan ini menjadi penting karena selama ini, pengaderan secara keliru dipahami sebagai upaya mencetak mahasiswa baru menjadi ahli waris masing-masing himpunan mahasiswa saja. Artinya, mahasiswa yang baik adalah mereka yang dirasa mau dan mampu menjadi pengurus himpunan ke depannya.

Kesalahan persepsi ini kemudian memberikan efek samping yang buruk bagi mahasiswa dengan ketertarikan yang berbeda. Mereka yang memiliki ketertarikan lebih pada bidang keilmiahan dan minat bakat seolah divonis sebagai mahasiswa dengan kasta kedua dalam hal pencapaian nilai pengaderan. Akibatnya, mereka tidak mendapat tempat yang cukup untuk mengaktualisasikan diri di kampus ini.

Mencoba menjadi penengah, Mubes IV kemudian hadir dengan konsepsi dan cara pandang baru mengenai proses pembentukan kader mahasiswa. Dalam Haluan Dasar Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa (HD PSDM) dijelaskan bahwa proses pengaderan haruslah memuat tiga bidang pencapaian. Yakni bidang keilmiahan, minat dan bakat serta manajerial. Ketiga bidang ini diharapkan mampu merangkul seluruh mahasiswa dengan jenis ketertarikan yang berbeda.

Bidang keilmiahan misalnya, diharapkan mampu menjadi wadah bagi mahasiswa-mahasiswa yang selama ini menekuni masalah keilmuan khusus di jurusannya. Dari sini, labelisasi mahasiswa study-oriented (SO) yang sering disandingkan dengan sifat ‘apatis’ dapat dihapuskan. Toh, mereka tetap berkontribusi banyak pada himpunannya dengan menghasilkan prestasi yang berkaitan dengan dunia keilmuan.

Begitu pula dengan bidang minat bakat. Mahasiswa yang memilih aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tidak lagi dianggap sebagai orang ‘asing’ di jurusannya hanya karena memutuskan untuk aktif di lembaga lain selain himpunan jurusan. Intinya, setiap mahasiswa akhirnya memiliki hak pilih untuk menentukan bentuk dan wadah kontribusinya.

Namun, konsep pengaderan ini belum bisa dikatakan sempurna. Banyak elemen pengader di jurusan-jurusan yang masih bingung tentang pelaksanaan lapangannya. Oleh karenanya, perlu segera diadakan semacam lokakarya yang menerangkan konsep ini kepada mahasiswa. Apabila tidak, konsep ini sekali lagi hanya akan bertengger pada tataran ide belaka.

Hal lainnya yang perlu digarisbawahi dari hasil Mubes IV adalah pelaksanaan pengaderan massal yang selama dua tahun terakhir ini disebut sebagai Generasi Integralistik (Gerigi). Bila selama ini pengaderan jurusan cenderung menanamkan doktrin jurusan-sentris, maka Gerigi hadir untuk melepas sekat-sekat penghalang mahasiswa seperti jurusan, fakultas dan sebagainnya. Dalam kegiatan ini, mahasiswa baru diberi pemahaman untuk tidak memandang ITS secara parsial, melainkan sebagai bentuk yang terintegrasi. Kehadiran Gerigi juga diprakarsai untuk turut mengeliminasi arogansi jurusan yang terkadang menimbulkan perpecahan.

Namun, tren menunjukkan bahwa integralistik yang diajarkan akhirnya juga harus kalah kembali dengan arogansi jurusan masing-masing. Hal ini dapat dimengerti karena pelaksanaan Gerigi tidak seintens pelaksanaan pengaderan jurusan. Bila pengaderan jurusan dilakukan selama lebih dari satu semester maka Gerigi hanya menghabiskan waktu selama satu minggu saja dalam pelaksanaanya.

Mengingat pentingnya integralistik mahasiswa ini, maka sebaiknya dibentuk pula sebuah regulasi khusus yang memungkinkan pengaderan massal mengambil waktu yang sama dengan pengaderan jurusan. Hal ini semata-mata untuk menyeimbangakan pencapaian kedua bentuk kegiatan ini.

Permasalahan pengaderan berujung kembali pada niat dan usaha seluruh mahasiswa ITS. Konsep baru yang ditawarkan oleh Mubes IV tentu akan meminta lebih banyak tenaga dalam pelaksanaanya. Elemen pengader juga dituntut lebih kreatif dalam menjalankan agenda pengaderan agar mencakup tiga bidang yang disepakati. Niat yang tulus dan usaha yang maksimal tentunya akan memberikan hasil seperti yang diharapkan.

Tim Redaksi ITS Online

Berita Terkait