Menurut indeks pengukuran tujuan ITS menjadi Universitas Riset Bertaraf Internasional (URBI), ITS mengalami pertumbuhan yang pesat di era kepemimpinan rektor ITS terdahulu, Ir Triyogi Yuwono DEA dari tahun 2010 hingga 2015. Hal ini ditunjukkan dengan kenaikan indeks URBI sebesar 52 persen dari tahun 2010 ke 2015. Indeks URBI mengukur capaian ITS menuju Universitas Riset Bertaraf Internasional. Dalam hal ini capaian ITS meliputi kesiapan sumber daya institusi, kesiapan sumber daya manusia dan kesiapan sumber daya keuangan dalam hal riset maupun reputasi internasional.
Pada awal kepemimpinannya, Ir Triyogi Yuwono DEA mengawali perkembangan ITS dengan indeks kesiapan sebesar 36,05% hingga akhirnya ITS telah melaju dengan angka kesiapan mencapai 89,1%. Kenaikan ini tentunya bukan angka yang sedikit. Namun, sebuah pertanyaan kembali muncul, apakah kenaikan sebesar 52 persen ini cukup sebagai modal ITS menuju PTNBH, apalagi menjadi perguruan tinggi riset Internasional?
Sayang sekali, karena civitas ITS belum bisa berbangga. Meskipun mengalami pertumbuhan yang pesat selama lima tahun, tampaknya rektor ITS selanjutnya masih harus bekerja keras untuk membawa ITS menjadi PTNBH apalagi perguruan tinggi riset berkelas internasional.
Hal tersebut dibuktikan dari survei yang menunjukkan ITS berada di urutan kelima diantara 105 perguruan tinggi Indonesia dalam jumlah jurnal internasional yang terindeks scopus. Scopus sendiri merupakan layanan database terbesar di dunia yang mengindeks publikasi jurnal internasional. Sayangnya, ternyata Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) pada saat yang sama telah menghasilkan jurnal internasional sebanyak 14.897 jurnal sementara ITS hanya menerbitkan 649 jurnal tahun 2013. Di tahun 2014, ketika jumlah jurnal ITS telah bertambah menjadi 1016, UKM telah menerbitkan empat ribu jurnal lain menjadi 18.714 jurnal internasional.
Meski masih tertatih mengejar ketertinggalan dengan universitas lain dalam skala Nasional maupun ASEAN, kenaikan signifikan selama masa kepemimpinan Triyogi sangat patut diapresiasi. Hal tersebut yang akan menjadi tantangan pertama dari Joni Hermana dalam masa kepemimpinannya. Yakni mempertahankan prestasi pertumbuhan ITS yang sangat pesat, dan mengejar ketertinggalan ITS dengan institusi ASEAN lainnya. Jangan sampai di era kepemimpinan rektor ITS yang baru, pertumbuhan indeks URBI ITS malah kian jeblok.
Sembari mengerjakan tugas pertama, Joni juga harus melangkah lebih jauh dalam penggencaran program transisi dari PTNBLU menjadi PTNBH. Hal ini merupakan tantangan tersendiri. Pasalnya, bila gagal dalam masa transisinya ITS tidak hanya akan kehilangan status PTNBH-nya, namun juga diturunkan menjadi PTN standar. Maka dari itu, masa transisi adalah masa yang sakral bagi ITS untuk membuktikan kelayakannya.
Perlu diketahui bahwa ketika menjadi PTNBH, ada beberapa perubahan penting dalam susunan organisasi ITS. Dengan menjadi PTNBH, berarti suatu institusi telah dipercya untuk berdiri secara independen baik dari sisi manajemen pemasukan maupun seputar akademik.
Dalam hal keuangan, PTNBH bebas mencari secara mandiri dan melakukan kerjasama dengan pihak industri tanpa harus meminta persetujuan dari pihak pemerintah. Dalam waktu yang sama, PTNBH juga bebas memanfaatkan sumber daya apapun yang ada dalam institusinya untuk keperluan apapun. Di bidang akademik, PTNBH memiliki kebebasan untuk menambah dan mengurangi jurusan secara mandiri. Hal ini berarti ITS bisa dengan leluasa menambah jumlah jurusan maupun memerger bidang studi satu dengan yang lain.
Namun, ada tantangan dalam kebebasan yang akan didapat ITS. Kebebasan manajemen dan administrasi menuntut tanggung jawab yang tinggi jika urusannya sudah dengan pihak industri. Jangan sampai institusi kita malah menjadi alat bagi industri untuk menjalankan bisnis tak bertanggung jawab, melupakan tujuan berdirinya institusi yakni untuk membantu masyarakat.
Kekhawatiran ini sempat diungkapkan oleh presiden BEM ITS, Imran Ibnu Fajri. Mahasiswa Jurusan Teknik Perkapalan ini mengaku cemas akan kemungkinan institusi menjadi terlalu fokus ke masalah finansial dan kerjasama dengan industri dan melupakan riset untuk keperluan masyarakat. Namun kekhawatiran Fajri ditepis oleh Triyogi. Triyogi mengungkapkan ITS tidak akan begitu saja melupakan perannya untuk masyarakat. "Ada empat wakil rektor di ITS, hanya satu diantar empat yang mengurus masalah finansial ITS. Yang lainnya tentunya terus menjalankan peran ITS yang lain," ujar pria berkacamata ini.
Menilik dari sisi positif, Industri tentunya bisa menjadi partner yang menguntungkan bagi institusi. Industri bisa menjadi sumber dana yang mumpuni untuk berbagai riset yang diajukan ITS. Pasalnya, riset yang akan dikerjakan bersama industri tentunya lebih aplikatif. Hal ini karena industri tidak akan mau membiayai riset yang tidak bisa diterapkan langsung di dunia nyata.
Namun kerjasama dengan pihak industri tidak begitu saja bisa dilaksanakan. ITS harus membangun kepercayaan kepada pihak industri sebelum mulai bekerjasama. Joni sendiri mengungkapkan hal tersebut. ITS harus menunjukkan citra sebagai PTN yang mumpuni dan bisa dipercaya dalam kerjasama. "Untuk itulah secara akademik, ITS haruslah sampai di ranking internasional terlebih dahulu," ujar dosen Jurusan Teknik Lingkungan ini.
Menjadikan ITS sebagai perguruan tinggi bertaraf internasional tentunya bukan beban mahasiswa saja. Dosen dan karyawan juga wajib membenahi diri untuk memiliki kualitas yang bersaing di tingkat internasional. Salah satu langkah yang tengah dilancarkan ITS adalah sertifikasi ASEAN University Network (AUN) yang dilaksanakan pada empat jurusan ITS Februari lalu. Mereka adalah Jurusan Teknik Industri, Teknik Lingkungn, Statistik, dan Teknik Informatika.
Masih ada banyak hal yang harus dibenahi ITS untuk mendapatkan sertifikasi AUN yang memuaskan. Diantaranya adalah kemampuan mahasiswa, dosen, dan karyawan dalam berbahasa Inggris, pembenahan dalam infrastruktur dan sarana para sarana sampai manajemen administrasi yang baik. Hingga sekarang, Joni masih menganggap kualitas saran prasarana ITS masih dalam tingkat lokal, sehingga merupakan tantangan besar untuk memperbarui infrastruktur yang mahal demi keperluan riset di ITS.
Di masa kepemimpinan Joni sekarang, ITS akan mengajukan tujuh jurusan lagi untuk sertifikasi AUN. Mereka adalah Teknik Sipil, Teknik Kimia, Teknik Mesin, Kimia FMIPA, serta Fisika FMIPA. Sedangkan dari Fakultas Teknologi Kelautan terdapat Teknik Perkapalan dan Teknik Kelautan.
Dalam hal ini, Triyogi memiliki evaluasi dari sertifikasi AUN sebelumnya. Evaluasi ini adalah ketersediaannya sarana untuk civitas ITS yang memiliki keterbatasan fisik. "Dari AUN kemarin ancestor AUN mempertanyakan tentang ketersediaan sarana untuk mereka yang kekurangan di sisi fisik, sayangnya ITS belum menyediakan sarana tersebut," ungkap dosen Jurusan Teknik Mesin ini. Untuk itulah, di masa kepemimpinan rektor selanjutnya, Triyogi berharap agar sarana untuk civitas yang memiliki disabilitas bisa segera disediakan.
Hal ini menjadi barisan tantangan yang harus ditaklukkan Joni Hermana dalam masa kepemimpinannya. Dengan jangka waktu hanya lima tahun, mampukah Rektor baru kita menyelesaikan segudang persiapan demi cita-cita luhur almamater ITS menjadi institusi berkelas internasional?
Tentunya pertanyaan diatas bukan Joni saja yang bisa menjawabnya. Jawabannya adalah beban tanggung jawab seluruh civitas akademia kampus perjuangan.
Namun, baik Triyogi dan Joni optimis ITS akan mampu menghadapi tantangan tersebut satu demi satu.
Tim Redaksi ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pengurus Wilayah
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kompleksitas pasar kerja nasional, Institut Teknologi Sepuluh
Kampus ITS, ITS News — Tim Sapuangin dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mengenalkan mobil urban edisi terbarunya
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali dipercaya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu