ITS News

Jumat, 27 September 2024
15 Maret 2005, 12:03

ITS Bahas Potensi Gempa-Tsunami (2-habis)

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Lain orang, lain pula yang dibicarakan. Seperti halnya Dr Ir Wahyudi, MSc dan Dr Haryo D Armono, M Eng. Dua dosen Teknik Kelautan yang sama-sama menjadi pembicara dalam Geoforum Potensi Gempa dan Tsunami ini meninjau kedua peristiwa itu dari sisi yang berbeda. Jika Dr Ir Wahyudi, MSc menjelaskan pengaruh tektonik Indonesia terhadap gempa, Dr Haryo D Armono, M Eng meninjaunya dari Hidrodinamika Gelombang Tsunami dan Mitigasinya.

Menurut Haryo, 90 persen penyebab tsunami di Indonesia memang berasal dari gempa bumi. "Namun, tidak semua gempa bisa menimbulkan tsunami," tegasnya. Semua tergantung dari letak gempa dan kekuatannya. Meski demikian, masyarakat diharapkan waspada jika terjadi gempa, terutama masyarakat pinggir pantai.

Kembali ke tsunami, ada hal yang menarik dari peristiwa yang biasanya memakan korban jiwa ini. Gelombang tsunami awalnya berbentuk seperti riak air. Karena letaknya di laut, riak air itu bentuknya sangat besar dan mengalami penjalaran ke daratan hingga menabrak daerah sekitar pantai.

Gelombang tsunami ternyata merupakan salah satu bentuk energi. Pada mulanya, energi yang terbentuk hanya satu yaitu gelombang yang didorong oleh angin laut. Bisa tidaknya gelombang tersebut menjadi tsunami dipengaruhi oleh besar kecilnya energi yang ada. Seperti misalnya tsunami di Aceh. "Di Aceh, tsunami disebabkan oleh energi yang tertimbun sekitar seratus tahun sehingga gelombang yang dihasilkan pun besar," katanya. Karena energinya meluap, gelombang tsunami di sana terjadi seperti banjir yang datang tiba-tiba.

Gelombang tsunami tidak bisa disamakan dengan gelombang angin biasa. "Kalau gelombang angin berjalan hanya di permukaan saja, sedangkan gelombang Tsunami bergerak mulai dasar laut hingga puncaknya," tandas dosen Teknik Kelautan ini menegaskan. Pantulan gelombang yang dihasilkan dipengaruhi oleh kelandaian pantai.

Selanjutnya Haryo membahas mengenai mitigasi. Mitigasi adalah pengurangan resiko bencana. "Kita harus tahu struktur kedalaman daerah itu," ungkapnya. Ini mempengaruhi perlindungan yang nantinya akan dibuat. Kira-kira bangunan fisik seperti apa yang mampu mengurangi bahaya tsunami. Misalnya untuk model yang nantinya diterapkan di Banda Aceh yaitu pantai teluk dasar menghadap di laut lepas dan rumah dibuat sudut (tidak tegak ke laut,-red)," jelasnya lagi.

Disinilah perguruan tinggi berperan. Antara lain meningkatkan kepedulian semua pihak terhadap bencana alam, memberikan kontribusi nyat adalam bentuk penelitian, pengembangan, advokasi dan kampanye penanggulangan bencana. (th@/rin)

Berita Terkait