ITS News

Jumat, 27 September 2024
15 Maret 2005, 12:03

Sirikit : Reality Show TV itu Dilarang

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Dra Sirikit Syah, Ketua Komite Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) membeberkan tentang tata cara penyiaran kepada lebih 66 peserta seminar Who Wants to be a Professional Broadcaster, Sabtu (26/2). Awalnya, beliau menginformasikan UU no 36 tentang Telekomunikasi. Peraturan ini mengatur penggunaaan frekuensi di udara baik penerbangan, kapal, ataupun komunikasi. "Untuk meng-off-kan radio yang tidak memenuhi ijin, kita pake pasal ini," ujarnya. Namun, khusus untuk penyiaran melalui media TV dan Radio, pasal UU no 32 yang mengatur.

Lebih lanjut, Sirikit menjelaskan kode etik Assosiasi Broadcaster Nasional (NAB). Ada standar yang mengatur baik program atau iklan," tegasnya. Standar program harus mengandung beberapa komponen. Diantaranya pemberitaan, isu publik yang kontroversial dan ada tanggung jawab kepada masyarakat. Sedangkan aspek standar iklan misalnya penerimaan iklan oleh kalangan umum.

Menariknya, beliau membahas Pasal 21 UU Penyiaran, yaitu tentang rekaman tersembunyi. "Bagaimana mungkin rekaman itu meminta izin kepada objeknya?" tanya Sirikit. Untuk itu dia menyebutkan aturan yang telah ada. Jika rekaman itu menyangkut kepentingan publik dan dilakukan di tempat umum, dia memperbolehkan. "Asalkan itu menyangkut pelanggaran, bila tidak direkam saat itu juga tidak akan ada kesempatan lainnya," jelasnya. Sebagai contoh, pelanggaran pejabat-pejabat pemerintah yang merugikan rakyat banyak.

Melihat relitas sekarang, dosen STIKOSA AWS ini menanggapi siaran reality show di TV sedang 'booming'. "Rekaman di reality show itu melanggar kode etik siaran," katanya. Hal ini karena mereka tidak mendapat ijin dari objeknya. Apalagi ini merupakan privasi seseorang. Namun, berita baiknya, banyak program tersebut yang telah ditarik peredarannya. Sebab banyak komplain dari para korban. "Masak, aib seseorang ditontonkan di depan umum," ujarnya memberi komentar.

Untuk tindakan, KPID masih belum bisa tegas memberikan sanksi. "Peraturan di pusat belum turun," ungkapnya. Sehingga pihaknya hanya dapat memberikan saran. Namun, KPID Surabaya akan menempuh jalan lain jika UU yang berkaitan dengan kasus itu masih belum ditandatangani. "Kami tidak bisa membiarkan masyarakat resah," tandasnya.(th@/tov)

Berita Terkait