ITS News

Jumat, 27 September 2024
24 Maret 2005, 16:03

ITS Diskusikan Pengembangan Jaring untuk Program Co-Operative Education

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Kepala Student Advisory Centre (SAC) ITS, Ir Budi Utomo Kukuh Widodo ME, Kamis (24/3) mengatakan, apa yang dilakukannya itu berkaitan dengan keinginan ITS di dalam menyiapkan lulusan agar tidak terlalu lama di dalam mencari lapangan pekerjaan. “Kami yakin melalui program kerja praktek atau magang kerja, para mahasiswa akan teruji dan mulai terbiasa di dalam menghadapi dunia kerja yang sesungguhnya,” katanya.

Dikatakannya, ada banyak hal positif yang bisa diperoleh mahasiswa di dalam program magang kerja tersebut, yang paling terlihat adalah pengalaman yang diperoleh mahasiswa di dalam menjalankan pekerjaan di perusahaan dimana mereka menjalani magang kerja, sedang aspek lainnya berkait dengan etika yang terbangun di dalam diri mahasiswa peserta magang setelah mereka kembali ke kampus. “Pengalaman kami selama ini, para mahasiswa yang telah mengikuti magang kerja di sebuah perusahaan, ketika kembali ke kampus sedikit banyak mengalami perubahan baik di dalam penampilan, etika, komunikasi maupun tingkat kedisiplinan,” katanya.

Budi Utomo mengatakan, selama ini sedikitnya dalam setahun ITS mengirimkan lebih dari 100 mahasiswanya didalam mengikuti program magang kerja atau co-operative education ke berbagai perusahaan, dari jumlah itu sekitar 30 persennya kemudian diserap dan diminta untuk terus melanjutkan bekerja di perusahaan itu. ”Ke depan kami berharap jumlah mahasiswa yang ikut akan bertambah, demikian pula dengan perusahaan yang bisa menerima program magang kerja jumlahnya akan ditingkatkan. Untuk itulah kami mencoba mendiskusikan pengembangan jaringan yang berkait dengan program co-operative education,” katanya.

Diungkapkan Budi Utomo, selama ini banyak perusahaan yang memandang program magang kerja mahasiswa hanya akan menambah persoalan di perusahaan, mengingat mereka umumnya adalah mahasiswa yang memang belum mengerti apa-apa tentang pekerjaan. ”Pandangan itu memang tidak sepenuhnya keliru, tapi jika semua perusahaan punya pandangan yang sama seperti itu, maka kapan lembaga perguruan tinggi bisa menunjukkan bahwa sesungguhnya program magang kerja punya nilai positif bagi perusahaan,” katanya.

Salah satu aspek positif yang bisa diperoleh perusahaan, katanya menambahkan, berkait dengan seleksi lebih awal terhadap calon karyawan yang bisa diterima di perusahaan itu. ”Melalui magang kerja ini, pihak perusahaan bisa menilai lebih awal terhadap calon karyawannya. Artinya, jika memang mahasiswa yang magang kerja itu punya kemampuan lebih mereka bisa dilanjutkan untuk diterima dan sebaliknya jika punya track record jelek, bisa langsung ditolak,” katanya.

Selain itu, melalui program co-operative education, sesungguhnya pihak perusahaan bisa mendapatkan tenaga kerja yang lebih murah tetapi berkualitas tinggi. ”Ini karena mereka yang ikut magang kerja dipastikan adalah para mahasiswa yang punya kemampuan di atas rata-rata, karena tidak mungkin perguruan tinggi mengirim mahasiswanya untuk magang kerja yang tidak baik,” katanya.

Ditambahkan Budi Utomo, melalui program co-operative education, perusahaan juga bisa melakukan promosi terhadap institusinya kepada para mahasiswa yang magang kerja di sana. ”Ini amat penting berkait dengan upaya membangun image sebuah perusahaan, dan mahasiswa sekembalinya ke kampus bisa bercerita banyak tentang perusahaan itu. Intinya mahasiswa yang melakukan magang kerja bisa dijadikan sebagai kepanjangan tangan dari perusahaan didalam menyampaikan misi dan visi,” katanya. (humas/bch)

Berita Terkait