ITS News

Minggu, 29 September 2024
06 Agustus 2005, 15:08

Dunia Broadcasting Pun Butuh Profesional

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seminar sehari yang digelar Sabtu (6/8), ini memiliki dua bahasan, wacana perkembangan dan pentingnya teknologi komunikasi, dan informasi untuk menciptakan lapangan pekerjaan di bidang broadcasting. Peserta seminar ini dari kalangan siswa SMA hingga mahasiswa, juga umum. Hadir Sirikit Syah, dari Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim, membuka acara ini dan menjelaskan betapa dunia broadcasting juga berperan untuk menghapuskan penjajahan di dunia.

“Berita pembunuhan di Tiananmen oleh tank-tank Cina yang menyebar ke seluruh dunia memberikan gambaran betapa kejamnya Cina waktu itu. Begitu pula dengan hapusnya politik apartheid di Afrika Selatan,” contoh Sirikit. Menurutnya, bahaya besar jika dunia broadcasting ini dikuasai oleh orang yang tidak pro perdamaian. “Lebih dari dua juta orang menjadi korban perang ras yang disebabkan provokasi penyiar radio. Sejarah itu terjadi di Rwanda, Benua Afrika,” tambahnya.

Kemudian muncul anggapan, dunia broadcasting ini tidak sejalan dengan profesionalisme. Opini masyarakat yang timbul menyatakan broadcasting adalah dunia main-main. Anna Maria, moderator diskusi mencontohkan, “Saya punya teman yang saat itu lagi melamar untuk menikah, saat ditanya apa pekerjaannya, dia menjawab penyiar radio. Kedua orang tua tadi langsung berkomentar bahwa dia tidak bekerja.” Penyiar JTV ini lantas melanjutkan ceritanya, bagi kedua orang tua tadi profesi penyiar tidak bisa menyejahterakan.

Ari Maricar, langsung menampik opini ini. Pengurus Pusat Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI) ini menjelaskan, “Dunia broadcasting itu bukan main-main. Ada kode etik, tanggung jawab sosial, dan teknologi yang bermain di sana. Apa kurangnya kalau bidang ini tidak dikatakan Art and Sciences?” Dia mencontohkan banyak Profesional Broadcasting bisa memberikan kesejahteraan. “Kalau dilakukan dengan profesional, apapun bidangnya akan mendatangkan kesejahteraan,” tambah Anna menyimpulkan argumen Ari. Ari kemudian bertukas, SDM profesional bidang ini masih langka, sehingga terjun ke dunia ini sangatlah menarik.

Imawan Mashuri, Direktur JTV, mengajak peserta agar mau yakin terjun ke dunia broadcasting. Melalui JTV, Imawan ingin membangun fanatisme Jawa Timur, sehingga semua personel yang ada harus berasal dari Jawa Timur. Itu yang utama menurut mantan Wartawan Jawa Pos ini. Sedangkan profesionalisme adalah masalah kedua baginya. Dia memberi contoh, “Personel di JTV banyak yang bukan dari dunia broadcasting. Ada yang berlatar belakang hukum, sosial politik, bahkan dokter.” Ketua Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) ini menambahkan, “Jika saja yang masuk latar belakangnya pas, akan membantu kemajuan Stasiun TV milik Jawa Timur ini.” (mac/tov)

Berita Terkait