Kampus ITS, ITS News – Guru diibaratkan seperti sebuah senter yang memberikan pencerahan. Maka guru besar harus memiliki kemampuan memberikan pencerahan dengan intensitas yang lebih tinggi dan mempunyai energi tersendiri. Hal ini disampaikan oleh Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dalam Professor Summit (PS) di Gedung Research Center ITS, Jumat (5/4).
Ialah Prof Dr Mohammad Nuh DEA, pembicara pada sesi internasional dalam PS yang membawakan materi bertema Professors in Academic Leadership. Di awal sesi, pria yang akrab disapa Nuh itu mengingatkan bahwa apa yang diketahui manusia itu sangat terbatas, sedangkan yang tidak diketahui manusia sangatlah banyak. “Hal ini menunjukkan bahwa kita harus terus belajar dan jangan sombong dengan yang diketahui,” ujar Nuh.
Nuh mengatakan, seorang guru besar harus memaksimalkan peran, sehingga dapat membeli masa depan bangsa berupa kejayaan Indonesia, tepat pada seratus tahun Indonesia merdeka. Oleh karena itu, keyakinan tentang masa depan harus kuat dan dibarengi dengan ikhtiar yang besar. “Maka perlu terus mengevaluasi diri dan Indonesia ke depannya, demi menyongsong masa depan yang lebih baik,” sambungnya.
Meskipun saat ini Indonesia masih belum menyamai kedudukan dengan beberapa negara maju, Nuh meyakini bahwa Indonesia 2045 akan menjadi negara maju. “Ibarat rumus fisika sederhana, memang Indonesia kalah di kecepatan awal, hal tersebut dapat disusul dengan meningkatkan percepatannya yakni perubahan,” jelas Ketua Majelis Wali Amanat ITS itu.
Ia pun menyampaikan bahwa Indonesia akan menghadapi bonus demografi, di mana jumlah usia produktif lebih banyak dari pada usia nonproduktif. Banyaknya usia produktif ini akan membawa dua kemungkinan, yaitu menjadi bencana atau bonus. “Maka guru besar di sini bertugas untuk memastikan hal tersebut menjadi bonus bukan sebaliknya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nuh menjelaskan bahwa kualitas penduduk itu dapat ditentukan dari hal paling dasar, berupa pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu, dua bidang ini dapat menjadi faktor kunci penentu, demografi tersebut akan mengarah menjadi bonus atau bencana. Dua hal tersebut memiliki muara yang sama, yaitu manusia. “Karena hakekatnya sebuah pembangunan itu merupakan pembangunan manusia,” tuturnya.
Salah satu kata kunci yang harus dipersiapkan untuk menghadapi perubahan teknologi dan masyarakat yang sangat cepat adalah pendidikan. Menurut Nuh, pendidikan harus berfokus pada human strength, karena di era saat ini komputer jauh lebih baik sehingga manusia tidak perlu menghafal segala sesuatu. Oleh karena itu, kekuatan manusia dapat difokuskan pada kemampuan yang hanya dimiliki manusia, seperti komunikasi, kepemimpinan, rasa ingin tahu, dan daya tahan.
Di samping itu, Nuh menegaskan bahwa guru besar pun berperan untuk terbiasa dalam mengintegrasikan dimensi waktu sebagai bagian dari proses pembelajaran. Karena, menurut Nuh, masa depan akan menjadi masa kini, masa kini akan menjadi realisasi dari gagasan, dan masa lalu akan menjadi pembelajaran. “Kalau kita tak bisa mengintegrasikan ketiganya maka kita akan hilang,” serunya.
Selain itu, guru besar juga andil untuk mengawal sebagai public university. Selalu memastikan bahwa anak bangsa dapat mengakses pendidikan dengan baik tanpa melihat latar belakang sosial dan ekonominya. Guru besar juga bertugas untuk menjaga dan merawat nilai kebangsaan dan akademik. “Perguruan tinggi itu tidak boleh kehilangan jati diri, maka selalu dijaga harkat dan martabatnya,” pungkasnya. (naj/mir)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus membuka pintu kolaborasi guna meningkatkan kompetensi mahasiswanya dalam
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali mengukir prestasi dengan menempati posisi ke-77 dunia dan peringkat
Kampus ITS, ITS News — Memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2024, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) bersama Pengurus Wilayah
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya mempersiapkan generasi muda untuk menghadapi kompleksitas pasar kerja nasional, Institut Teknologi Sepuluh