ITS News

Minggu, 29 September 2024
15 Mei 2006, 08:05

Makin Hangat Dibicarakan, SITC Debatkan RUU APP

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Bertempat di Perpustakaan Pusat ITS, Seminar bertajuk “Di Balik Kontroversi RUU APP“ ini menghadirkan pembicara yang berasal dari latar belakang berbeda. Mereka adalah Iman Dwianto N dari Aliansi Jurnalistik Independent (AJI), Dr Fuad Amsyari dari Majlis Ulama Indonesia dan Siti Rokhmawati dari FISIP UNAIR. Dengan pembicara yang memiliki latar belakang berbeda ini, tak heran seminar yang diadakan kajian jurusan Teknik Informatika ini berlangsung seru dengan adu pendapat dari para pengkaji.

Iman yang merupakan ketua AJI Surabaya ini berpendapat bahwa RUU APP ini masih memiliki beberapa pasal yang masih belum jelas. “Misalnya saja pasal yang menjelaskan definisi tentang erotika dan sensual, penafsirannya tidak jelas“, terang alumni Stikosa ini.

Meski tidak setuju terhadap RUU APP, Iman menegaskan bahwa bahwa dirinya juga tidak setuju dengan adanya pornografi dan pornoaksi. Bahkan menurut Iman, media yang menjadikan pornografi sebagai menu utamanya bukanlah produk pers. “Karena itu AJI tidak mengakui mereka sebagai pers,“ jelas wartawan The Jakarta Post ini..

Beberapa pasal menurut Iman masih membingungkan. “Misalnya di pasal 51 tentang kewajiban melakukan pembinaan moral oleh masyarakat,“ terang Iman. Pasal ini menurut Iman bisa memicu adanya aksi main hakim sendiri oleh masyarakat dengan mengatasnamakan penegakkan moral.

Sementara itu  Siti Rokhimah mendukung adanya RUU APP. “Ini merupakan konstruksi baru kesusilaan di Indonesia,“ kata alumni Monash University, Australia ini. Dosen FISIP UNAIR ini beranggapan bahwa RUU ini penting untuk menjaga nilai moral dan susila bangsa Indonesia.

Sedangkan bagi Fuad Amsyari RUU APP ini merupakan sesuatu yang positif dan harus didukung. “Apalagi saat jajak pendapat di DPR pusat, dari sekitr 300 ormas yang diundang, sebagian besar menyatakan sudah setuju dengan RUU ini“, terang wakil ketua Dewan Penasihat MUI Pusat ini.

Sementara itu, selain masalah isi, masalah pelaksanaan RUU ini terhadap keragaman dan Bhinneka Tunggal Ika juga menjadi perhatian para pembicara. “Misalnya menunjukkan bagian tubuh tertentu dilarang kecuali untuk ritual keagamaan. Lalu bagaimana dengan golongan minoritas yang tidak diakui pemerintah ?” ujar Iman sambil menunjuk pada penganut animisme di beberapa daerah seperti Papua.

Meskipun berbeda RUU ini sendiri rencananya akan disahkan akhir Mei ini. “Tapi melihat banyaknya pro dan kontra terhadap RUU ini saya ragu bisa disahkan sesuai jadwal,“ terang Fuad Amsyari.(rif/ftr)

Berita Terkait