ITS News

Sabtu, 28 September 2024
11 Agustus 2006, 13:08

ITS Soal Kasus Lapindo: Kekuatan Tanggul Memprihatinkan

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Diungkapkan ketua koordinator tim ITS untuk penanganan bencana lumpur panas Lapindo, Prof Ir Noor Endah MSc PhD, jika tanggul terus ditinggikan maka kekuatan tanggul menjadi sangat buruk. ”Jika tidak jebol, pada tanggul itu akan terjadi over toping, mengalirnya lumpur melalui batas atas tanggul yang dapat mengakibatkan sliding, jebol dan tergerusnya tanggul,” katanya saat ditemui di kampus ITS, Kamis (10/8) malam.

Saat ini saja, Noor Endah mengatakan, telah terjadi perembesan yang dikenal dengan istilah proses paiping, dimana air merembes melalui lubang kecil. “Lama ke lamaan ini akan terjadi penggerusan. Ini sangat berbahaya, dan akan berakibat pada berkemungkinannya jebolnya tanggul, karena kekuatannya makin rapuh,” katanya. Pernyataan itu dikemukakan Noor Endah bertujuan untuk mengingatkan warga dan Pemkab untuk segera menyiapkan evakuasi dan mendata warga yang rumahnya terancam jika tanggul di sana jebol.

Noor Endah juga menyampaikan beberapa alasan mengapa tim ITS memberikan masukan ke pihak Jasa Marga untuk menutup jalan bebas hambatan (tol). Itu karena memang kekuatan tanggul di sana sudah berada pada ambang batas. ”Kami khawatir jika tidak diingatkan justru akan memakan lebih banyak korban, manakala tanggul jebol dan di jalur itu ada banyak kendaraan sedang melintas,” paparnya.

Dijelaskan pula dalam worst case scenario (skenario terburuk) yang disimulasikan ITS, sedikitnya ada delapan desa di Kecamatan Porong, Jabon, dan Tanggulangin diprediksi akan tergenang lumpur juga. Ini jika sampai tanggal 31 Oktober 2006 semburan lumpur belum juga bisa dihentikan dan tanggul sudah tak mungkin lagi ditinggikan. Tanggal 31 Oktober 2006 merupakan batas waktu penyelesaian skenario 3 menggunakan relief well.

Kedelapan desa itu adalah Desa Penatar Sewu, Sentul, Glagaharum, Keboguyeng, Permisan, Plumbon, Pejarakan, dan Besuki. Dalam skenario terburuk yang disimulasikan oleh tim ITS itu, pada 31 Oktober 2006, volume lumpur yang keluar secara akumulatif mencapai 7.117.095 meter kubik dengan area sebaran mencapai 2.150 hektar. Kalkulasi itu berdasarkan asumsi volume lumpur yang keluar perharinya mencapai rata-rata 45 ribu meter kubik.

Asumsi terendamnya delapan desa itu mengingat tanggul danau lumpur yang sudah ditinggikan dengan tinggi bervariasi antara 2 hingga 5 meter kini, kata Noor Endah, sudah tak mungkin lagi ditinggikan. ”ITS tidak merekomendasikan tinggi tanggul lebih dari 2 meter, sebab jika lebih dari 2 meter bisa terjadi piping atau penggerusan tanggul sedikit demi sedikit yang akhirnya menyebabkan jebolnya tanggul,” katanya berulang kali.

ITS, telah merekomendasikan warga 8 desa tadi untuk dievakuasi secepat mungkin sebelum lumpur menggenang. Analisis ITS, genangan lumpur akan terus menerjang ke arah Timur sampai dengan 5 kilometer jauhnya dari titik semburan lumpur saat ini. Ini berarti juga akan menenggelamkan Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perumtas) dan jalan tol Porong-Gempol di km 37-38. ”Jalan tol memang akan tenggelam cepat atau lambat. Untuk itu kita sarankan sebaiknya dibangun sistem fly over saja. Memang mahal harganya, tapi mau bagaimana?” ujarnya.

Dalam seknario terburuk ITS ini, rel KA dan Jalan Raya Porong harus diselamatkan dari banjir lumpur. Topografi daerah genangan lumpur yang cenderung rendah di bagian Timur, katanya, harus diperhatikan. Selama ini lumpur tertahan karena di bagian timur dibangun tanggul-tanggul yang tinggi.

Karena sudah sedemikian mengkhawatirkan, ITS merekomendasikan evakuasi sementara dan permanen bagi warga desa yang terendam lumpur. Dra Agnes Tuti Rumiati M.Sc, tim penanganan masalah sosial banjir lumpur dari ITS menjelaskan, perlu dilakukan pendataan terlebih dulu sebelum dilakukan evakuasi. Evakuasi sementara dilakukan dengan menempatkan para pengungsi di rumah-rumah sistem knock down yang lokasinya ditentukan pemerintah daerah. Sedangkan evakuasi permanen diberlakukan untuk mereka yang tidak mungkin lagi menempati rumahnya yang terendam lumpur.

Pada pendataan yang dilakukan 10 Agustus 2006, sebanyak 1.027 kepala keluarga (KK) Perumtas dari Blok AA, AB, E, dan D, mereka ini yang paling terancam lumpur. Sementara itu untuk Desa Reno Kenongo, Kedung Bendo, Jatirejo, dan Kelurahan Siring sudah 1.755 KK telah mengungsi. (humas/asa)

Berita Terkait