ITS News

Sabtu, 28 September 2024
04 September 2006, 09:09

Agnes: Relokasi Harus Libatkan Masyarakat

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ketika ditemui di sela-sela keikutsertaannya dalam sebuah seminar, Senin (4/9) siang, Dra Agnes Tuti Rumiati MSC, ketua tim sosial dan pendataan ITS untuk kasus Lapindo mengatakan ITS membuat konsep penuh relokasi lahan. ”Konsep relokasi ini dirancang sepenuhnya oleh ITS dengan faktor terpenting memahami keinginan masyarakat,” paparnya.

Maksudnya, relokasi yang nantinya dibuat harus melibatkan unsur kepentingan korban bencana lumpur. ”Misalnya keluarga satu dengan yang lainnya tidak bisa dipisahkan, mereka ingin tetap hidup bertetangga. Inilah yang kita selami saat ini,” tegas dosen Statistika ITS ini.

Ada dua alternatif, lanjut Agnes, yang ditawarkan ITS dalam perelokasian lahan. Pertama, mereka dapat memilih tempat sendiri. ”Ini biasanya disukai masyarakat seperti yang tinggal di perumahan,” kata wanita berkacamata ini.

Namun, untuk masyarakat desa, dikatakan Agnes, akan lebih memilih alternatif kedua yaitu masih ingin tetap berada pada lingkungan lama. ”Dari hasil dialog yang telah kami lakukan, ternyata mereka menginginkan hal itu, sebab mereka merasa bersaudara dengan yang lain,” tandasnya. Sehingga, pemerintah perlu memperhatikan faktor penting ini.

Sementara itu, imbuh Agnes, mengenai lahan relokasi, rencananya akan menggunakan lahan real estate yang belum digarap. ”Banyak real estate yang mempunyai sisa-sisa lahan yang belum terjual. Lahan itu sudah matang digarap tapi belum dibangun,” kata Agnes. Saat ini, sudah sekitar 3000 rumah yang terendam lumpur. ”Perhitungannya tiap seribu rumah butuh sekitar duapuluh hektar lahan, ini bisa tercukupi di wilayah Sidoarjo,” katanya.

”Namun, kita sudah bolak-balik ngomong bahwa membangun rumah itu butuh waktu yang lama apalagi negoisasinya. Saat ini saja banyak yang masih tinggal di pasar Porong, apa mampu pasar itu menampung korban yang semakin bertambah dengan jebolnya tanggul?” tandasnya. Untuk itu, imbuh Agnes, pihaknya menyarankan dibuatkan rumah alih. ”Rumah alih ini nantinya bisa dikembangkan jadi permanen tapi cepat bangunnya. Yang pasti mereka nggak keleleran seperti sekarang. Bisa jadi modelnya seperti rumah Aceh, mungkin butuh sekitar sepuluh juta tiap rumah,” sarannya. (th@/asa)

Berita Terkait