Kampus ITS, Opini — Sebagai penerima barang dan jasa, konsumen memegang kendali dalam proses ekonomi. Tentu kita tak asing dengan istilah “pembeli adalah raja”. Namun jika melihat penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, sampai manakah pernyataan yang mengagung-agungkan konsumen tersebut berlaku?
Pernahkah kalian membeli sesuatu, dan setelah sesuatu tersebut berada dalam genggaman kalian, kalian menyadari bahwa sesuatu yang kalian beli tidak sesuai deskripsi barang tersebut? Atau mendapat zonk, istilahnya? Jika hal tersebut terjadi, seharusnya sebagai konsumen kita berhak mendapat kompensasi dan ganti rugi serta mendapat informasi yang benar dan jelas atas sesuatu yang kita terima tersebut.
Bukan hanya peraturan tak tertulis, ternyata hak sebagai konsumen pun diatur dalam perundang-undangan di negara tercinta kita ini. Yakni pada Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yang berlandaskan pada Undang Undang Dasar (UUD) 1945 pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), pasal 27 dan pasal 33.
Poin utama dalam hak konsumen ialah bahwa konsumen tersebut mendapat hak atas kenyamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang ataupun jasa. Jadi, jika barang yang kita dapatkan ternyata berbahaya bagi kita, maka sebagai konsumen kita memiliki hak untuk menuntut keamanan atas diri kita kepada penyedia barang atau jasa tersebut.
Dalam peraturan perundang-undangan tersebut, dijelaskan lebih lanjut bahwa terdapat lima poin hak konsumen. Di antaranya adalah hak untuk memilih barang, mendapat kompensasi serta ganti rugi, mendapat barang atau jasa sesuai nilai tukar dengan kondisi dan jaminan yang dijanjikan, dilayani dan diperlakukan dengan baik tanpa diskriminasi, dan hak mendapat informasi yang benar, jelas dan jujur atas barang atau jasa yang didapat.
Oleh karena itu, sesungguhnya istilah “pembeli adalah raja” telah mewakili hak-hak pembeli tersebut. Sebagai ‘raja’ dalam rantai ekonomi, konsumen sudah seharusnya sadar penuh akan hak-haknya. Jika terjadi penyelewengan, wajar bila konsumen menuntut penjual barang atau jasa untuk memperbaiki pelayanan mereka.
Bagi perusahaan, kritik dan umpan balik dari konsumen sendiri adalah hal yang bermanfaat. Permintaan dan kebutuhan konsumen yang didefinisikan kepada perusahaan akan menambah kualitas barang ataupun jasa yang dihasilkan. Tanpa adanya umpan balik tersebut maka perusahaan akan terus stagnan dan sulit untuk berkembang.
Namun, meski sudah difasilitasi dengan hak-hak tersebut, kita sebagai konsumen juga tidak boleh semena-mena. Merupakan kewajiban manusia untuk memperhatikan hak orang lain yang bersinggungan dengan hak pribadi miliknya. Konsumen juga perlu memperhatikan prasyarat serta peraturan yang berlaku sebelum ia menuntut haknya begitu saja.
Ibarat pasak yang menunjang rantai ekonomi, peran konsumen amatlah sakral dalam perkembangan industri. Dengan menjadi konsumen yang cerdas dan melek hukum, maka keberlangsungan pasar itu dapat terus berkembang. Oleh karena itu sebagai penutup pendapat saya, pada 15 Maret 2020 kali ini, saya ingin mengucapkan Selamat hari Hak Konsumen Sedunia, jangan lupakan kalau konsumen juga memiliki hak!
Ditulis oleh:
Raisa Zahra Fadila
Mahasiswa S-1 Departemen Sistem Informasi
Angkatan 2019
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Tim Kuliah Kerja Nyata Pengabdian Kepada Masyarakat (KKN Abmas) Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) berkolaborasi dengan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Timur akan
Kampus ITS, ITS News – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) kembali menunjukkan dukungannya terhadap keseimbangan prestasi akademik dan minat
Kampus ITS, ITS News — Dalam upaya menjawab tantangan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan, tim mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)