ITS News

Minggu, 24 November 2024
20 April 2020, 19:04

Menilik Fenomena Standar Ganda di Masyarakat

Oleh : itsri | | Source : ITS Online

Komentar-komentar warganet Indonesia di akun Instagram pribadi pangeran Brunei Darussalam (sumber: twitter.com)

Kampus ITS, Opini – Kesetaraan dan keadilan memang masih menjadi permasalahan besar yang terus berlanjut di masyarakat kita. Masalah ini tidak akan membaik dengan adanya perbedaan perlakuan yang diberikan kepada suatu kelompok atau orang yang berbeda pada kasus yang sama. Standar ganda yang dimiliki seseorang memiliki peran besar dalam terhambatnya keadilan dan kesetaraan di masyarakat.

Beberapa waktu lalu, Pangeran Brunei Darussalam Abdul Mateen mendadak populer di media sosial Indonesia seperti Instagram dan Tiktok. Konten-konten yang berisi pujian dan kekaguman pun tidak dapat dihindari. Namun, yang menjadi perhatian saya yaitu komentar-komentar warganet Indonesia di akun Instagram pribadi Mateen.

Melihat komentar-komentar yang mayoritas berasal dari perempuan membuat saya berpikir lagi, “Bagaimana jika laki-laki memberikan komentar seperti ini di akun perempuan?”. Tentu jika hal itu terjadi, pasti akan menimbulkan permasalahan yang besar. Disaat itulah saya menyadari bahwa masih banyak orang yang menerapkan standar ganda di Indonesia.

Double Standard atau standar ganda merupakan sebuah keadaan dimana kita memberikan penilaian, reaksi, perilaku, atau sikap yang berbeda kepada suatu kelompok tertentu pada sebuah kasus yang serupa. Contoh sederhananya yaitu jika seorang perempuan menangis akan dianggap wajar, namun jika seorang pria menangis akan dianggap sebagai pribadi yang lemah dan cengeng.

Membahas standar ganda antar gender memang tidak akan ada habisnya. Banyak sekali perbedaan perlakuan yang diberikan oleh masyarakat kepada laki-laki atau perempuan dalam kasus yang sama. Perlakuan standar ganda yang dekat dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemui saat perempuan memukul laki-laki secara sengaja. Biasanya perempuan akan menganggap itu sebagai bahan candaan yang lucu. Berbanding terbalik ketika laki-laki yang menyentuh perempuan, akan langsung dianggap sebagai pelecehan seksual.

Ilustrasi standar ganda (sumber: qureta.com)

Selain itu, sudah banyak fenomena perempuan yang mengunggah foto pribadinya di sosial media dengan pakaian minim yang mendapatkan hujatan maupun ujaran kebencian. Sedangkan perlakuan berbeda dialami laki-laki ketika melakukan hal yang sama.

Standar ganda ini biasa disebabkan karena sebuah tradisi atau kebiasaan yang sudah ada di masyarakat sejak zaman dulu sehingga memunculkan stigma-stigma yang buruk. Seperti pada kasus diatas, karena perempuan selalu digambarkan sebagai sosok yang sopan dan anggun, maka berpakaian minim dan mengumbar aurat merupakan hal yang buruk.

Contoh lainnya yaitu adanya perumpamaan bahwa laki-laki adalah kunci dan perempuan adalah gembok. Kunci yang bisa membuka semua gembok adalah kunci yang hebat sedangkan gembok yang bisa dibuka semua kunci adalah gembok murahan. Sehingga laki-laki yang bisa “menaklukkan” perempuan akan dianggap hebat, sedangkan untuk perempuan akan dianggap murahan.

Namun, setelah berselancar di internet dan mengingat pengalaman-pengalaman pribadi, saya sadar bahwa standar ganda tidak hanya terjadi antara dua gender. Standar ganda dapat terjadi dalam aspek kehidupan lainnya seperti politik, hukum, dan sosial.

Pengunjung yang menggunakan baju mewah dan stylish akan lebih cepat dilayani di restoran dan toko-toko baju. Sedangkan yang terlihat menggunakan baju seadanya akan diabaikan begitu saja, dilayani secara tidak maksimal, atau  bahkan lebih parahnya diusir. Padahal jika dilihat lebih jauh, orang tersebut sebenarnya memang ingin tampil sederhana dan membawa uang yang cukup.

Ilustrasi standar ganda (sumber: indozone.id)

Bahkan dalam kasus lain, standar ganda akan lebih mengarah pada “Kamu tidak boleh melakukan ini, tapi aku boleh”. Seperti saat di kelas, mahasiswa yang terlambat akan mendapat hukuman yang berat, namun apabila dosen yang datang terlambat akan dibiarkan begitu saja.

Pemikiran macam ini juga digunakan oleh kebanyakan orang untuk membenarkan perilaku mereka sendiri. Dengan jabatan atau posisi yang lebih tinggi dari orang lain, membuatnya berpikir bisa melakukan kesalahan tanpa konsekuensi. Perbedaan kepentingan juga akan menyebabkan seseorang berstandar ganda. Akibatnya, suatu kelompok mungkin akan melarang kelompok lain melakukan sesuatu meskipun mereka sendiri melakukan hal tersebut.

Hal-hal yang telah disebutkan di atas merupakan sedikit dari banyaknya standar ganda yang ada pada kehidupan kita sehari-hari. Tanpa kita sadari, hal kecil seperti ini sering kita alami, atau bahkan kita lakukan. Faktor lain seperti pola asuh yang telah diajarkan di keluarga sejak dini sedikit banyak juga memberikan dorongan bagi beberapa individu untuk melakukan standar ganda meskipun hal itu tidak disadari.

Adanya rasa untuk membenarkan diri sendiri juga menjadi penyebab utama orang bisa berstandar ganda. Saat ia melihat orang melakukan sesuatu yang tidak pantas akan dicerca habis-habisan, tapi nyatanya dia sendiri melakukan kesalahan tersebut.

Itulah sebabnya kita harus bisa memperlakukan orang bahkan diri sendiri secara adil. Apabila sekiranya yang orang lakukan itu dirasa salah, maka jangan melakukan hal tersebut kepada orang lain pula. Yang tidak kalah penting juga yaitu jangan hanya menggunakan prinsip atau kepercayaan diri sendiri untuk menghakimi perilaku orang, karena akan terjadi bias dalam penilaian.

Ditulis oleh:

Muhammad Miftah Fakhrizal

Mahasiswa S1 Teknik Sipil

Angkatan 2019

Reporter ITS Online

 

Berita Terkait