ITS News

Sabtu, 28 September 2024
18 Maret 2007, 16:03

Kekuatan Perempuan Pada Kelenturannya

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Demikian yang dilontarkan Sirikit Syah, dalam tanggapannya tentang Buku Kumpulan Cerpen Yang Liu Karya Lan Fang. Penulis wanita tersebut mengatakan kelenturan yang dimaksud di sini adalah kelenturan seorang perempuan berperan yang tepat dalam rumah tangga maupun lingkungannya. ”Saat suami sedang berada di puncak kesuksesan, perempuan mendukung di belakangnya. saat suami butuh dukungan, perempuan bisa mendampingi di sisinya. Sedangkan saat suami tidak mampu berbuat apa-apa, perempuan bisa memimpin di depan. Itulah keluwesan seorang perempuan” tutur Sirikit.

Lan Fang menjadikan Pohon Yang Liu sebagai contoh keluwesan dan kelenturan seorang perempuan. ”Yang Liu adalah nama pohon di Cina yang berakar kokoh tetapi semakin ke atas batangnya semakin langsing apabila tertiup angin pohon itu tidak roboh karena kelenturannya” jelas Lan Fang. Perempuan kelahiran Banjarmasin itu menambahkan bahwa pohon Yang Liu juga mampu bertahan hidup dalam musim dingin yang bersalju. ”Sama seperti perempuan, meskipun dari luar kelihatannya lemah sebenarnya perempuan lebih mampu menghadapi cobaan hidup yang berat daripada laki-laki karena keluwesannya dalam menghadapi masalah” tutur Lan Fang.

Dra Lubna Algadrie Dipl TEFL MA, mengaku kagum dengan Lan Fang karena tulisannya berbeda dengan penulis wanita yang ada sekarang. ”Hampir semua penulis wanita saat ini mengupas tema tentang seks yang vulgar” tutur Lubna. ”Meskipun dalam buku Perempuan Kembang Jepun juga ada bahasan tentang seks, tetapi tidak diceritakan dengan vulgar” tambah wanita berkacamata ini. Kekaguman Lubna terhadap buku ini karena di dalamnya sudah mencakup hampir semua kriteria buku bagus, diantaranya karena ada unsur pengajaran dan identitas sosial.

Buku Perempuan Kembang Jepun sendiri terinspirasi oleh Buku Kembang Jepun karya Remmy Silado. Karena terlalu Manado Sentris dan diceritakan dari sudut pandang laki-laki, maka Lan Fang terobsesi menulis Kembang Jepun dari sudut pandang perempuan. Untuk mendalami tentang Kembang Jepun, Lan Fang mengadakan observasi dan berkonsultasi dengan para pakar, seperti Dukut Widodo, Suparto Brata, dan Budi Dharma.

Perempuan Kembang Jepun mengambil seting Kota Surabaya pada tahun 40 an, dimana pada saat itu Jepang sedang berkuasa di Indonesia. Menceritakan tentang Geisha bernama Matsumi yang datang ke Indonesia untuk mengikuti Shoso Kobayashi, panglima tentara Jepang yang menjadi langganannya. Matsumi lalu jatuh cinta kepada Sujono, pribumi yang berprofesi sebagai kuli angkut. Setelah jepang kalah, Matsumi harus rela meninggalkan anaknya dan kembali ke jepang. Buku yang menguras aiar mata ini menyajikan berbagai macam hubungan cinta. Cinta kepada Tuhan, cinta orang tua kepada anak, dan cinta istri kepada suami.

Lan Fang sempat mengalami kesulitan dalam proses pembuatan buku yang memakan waktu selama tiga tahun ini. Setelah berkonsultasi dengan para pakar ternyata ada masalah penting yang tidak cocok dengan sejarah. Yaitu pada tahun 40 an tidak ada perempuan jepang yang tinggal di Indonesia, itu dikarenakan jepang tidak ingin perempuan jepang hidup menderita di negeri jajahan. ”Saya harus merombak cerita ini sebanyak empat kali” tutur Lan Fang. ”Tetapi karena dukungan dari berbagai pihak yang meyakinkan bahwa ini hanya cerita fiksi, saya tetap melanjutkan buku ini” imbuhnya.

Selain membahas kedua buku karya Lan Fang, dalam acara ini Sirikit Syah juga memprovokasi peserta yang hadir untuk mulai menulis. ”Daripada ibu-ibu menghabiskan waktu untuk nonton infotainment, lebih baik mulai menulis” ujar Sirikit. ” Kita bisa mengeluarkan semua unek-unek kita dalam tulisan, selain itu kita juga bisa mendapatkan keuntungan kalau tulisan kita dipublikasikan” jelas wanita berjilbab ini. Sirikit menyarankan bagi yang ingin mulai menulis karya sastra dan fiksi dapat dilatih dengan menulis diary.(key/ )

Berita Terkait