ITS News

Sabtu, 28 September 2024
31 Maret 2007, 13:03

Kresna Soroti Mutu Pendidikan Indonesia

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Mengangkat tema Quantum Teaching dalam Peningkatan Kualitas Metode Pengajaran Guru, seminar pendidikan IECC BEM ITS berlangsung seru. Dengan dipandu oleh pembicara berpengalaman Drs Kresnayana Yahya Msc, Direktur Enciety Business Consult, peserta nampak antusias. Apalagi pembicara sendiri begitu blak-blakan menyoroti keadaan pendidikan di Indonesia dalam presentasinya.

Dalam pengantar materinya yang berjudul Tantangan Pendidikan Masa Depan, Drs Kresnayana Yahya Msc mengungkapkan betapa jauhnya ketertinggalan mutu pendidikan Indonesia apabila dibandingakan dengan negara maju seperti China. Menurut Kresna, guru-guru di Indonesia sangatlah tidak kreatif dalam mendidik muridnya. Tidak seperti China yang juga mendidik siswanya bermain musik, berpuisi, atau bahkan berparodi. Peran dari audio visual dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Keterbatasan akan informasi terkini dari internet juga merupakan kelemahan dari guru-guru di Indonesia. Bahkan banyak di antara mereka yang belum melek akan dunia maya ini. Dan hal ini terbukti ketika Kresna bertanya siapa di antara peserta yang memiliki akses ke internet atau minimal pernah mengaksesnya. Ternyata hanya sekitar tiga orang yang mengacungkan tangan."Wah, hari gini nggak punya email, malu sama muridnya Pak, Bu! Mungkin benar ya jika program laptop untuk DPR itu mestinya untuk guru saja," celetuk Kresna disambut tawa peserta.

Keadaan di atas, lanjut Kresna, diperparah oleh minimnya perhatian masyarakat Indonesia akan pentingnya prenatal education (pendidikan sebelum lahir) sangatlah kurang. Di negara seperti Swedia dan Denmark training prenatal education menjadi kewajiban sebelum kedua mempelai menikah dan ketika masa hamil berusia 3-5 bulan. Tak hanya sampai disana, apabila si anak telah lahir maka orang tua akan diberi cuti kerja selama 1,5 bulan untuk fokus mendidik anaknya.

Kresna menekankan bahwa pendidikan harus memberikan pengalaman untuk membangun habit (kebiasaan), dan peran pendidikan formal hanya untuk membangun kerangka. Jadi kemampuan untuk mengolah, mendayagunakan, dan mengintegrasikan informasi yang diterima merupakan target utama. Dan dari sini siswa dibiasakan untuk berinovasi dan menuangkan ide-ide kreatifnya.

Namun di Indonesia, ungkap Kresna kemudian, murid justru dibiasakan pola nurutship bukan leadership. Jawaban guru seakan menjadi satu-satunya jawaban yang harus dipegang. Bahkan hal sepele pun didefinisikan secara berlebihan.

Kresna mencotohkan bagaimana jika kita disuruh untuk menggambar pemandangan. Maka, dapat dipastikan kita akan membayangkan gambar gunung dengan matahari yang bersinar. "Kok sebegitu parahnya lho, pemandangan saja sampai didefinisikan bahkan ter-frame dalam otak kita. Apa yang salah dengan pedidikan kita?," tegas Kresna dengan nada gemas.

Lebih lanjut mengkritisi tentang sistem pendidikan di Indonesia, Kresna mengungkapkan bahwa guru-guru di Indonesia terlalu banyak menerima instruksi-instruksi pengajaran dari departemen pendidikan, tanpa mengetahui apa makna yang terkandung di dalamnya. "Semoga wakil dari diknas tidak kalang kabut dengan pernyataan saya ini. Saya hanya tak ingin KTSP tak berubah menjadi Kurikulum Tidak Siap Pakai," tutur Kresna bercanda.

Meski apa yang disampaikan oleh Drs Kresnayana Yahya Msc diakui kebenarannya oleh peserta, namun ternyata mereka pesimis jika mutu pendidikan di Indonesia akan mampu selevel dengan mutu pendidikan di negara maju. Khoiri Spd, seorang pengajar dari SMPN 27 Surabaya mengungkapkan butuh waktu sepuluh hingga dua puluh tahun agar target tersebut bisa terealisasi. "Sekolah selama ini memang dibebani instruksi pengajaran, target lulus UNAS, menjaga gelar sekolah favorit, lalu dimana letak perhatian pada pembekalan siswanya? Jadi sangat sulit sepertinya menerapkan apa yang disampaikan tadi. Bisa, tapi mungkin dalam waktu sepuluh atau dua puluh tahun ke depan," tutur Khoiri.(f@y/ftr)

Berita Terkait