Kampus ITS, ITS News — Berkurangnya tingkat polusi dan emisi karbon di masa pandemi Covid-19 menjadi tantangan tersendiri bagi masyarakat agar bisa mempertahankannya setelah pandemi berakhir. Hal tersebut mendasari topik kuliah tamu yang diadakan Departemen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) secara daring pada Selasa, (9/3) lalu.
Pandemi menjadi awal dari terjadinya resesi ekonomi. Jika resesi ekonomi tidak dapat diatasi dengan baik, permasalahan lain juga akan muncul, yaitu perubahan iklim. Perubahan iklim yang tidak ditangani pada akhirnya menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dunia. “Pada intinya pandemi menyebabkan efek domino bagi kehidupan,” ungkap pembicara kuliah tamu ini, Ir Dicky Edwin Hindarto.
Namun menariknya, data dari nature.com yang disampaikan Dicky menyebutkan bahwa pandemi menurunkan emisi karbon global sebanyak -8,8 persen. Kondisi tersebut disebabkan aktivitas industri yang menurun secara drastis. Akan tetapi, emisi karbon diperkirakan akan kembali meningkat pasca pandemi. Hal tersebut selanjutnya menjadi tantangan untuk melakukan green recovery agar situasi hijau dapat dipertahankan.
Dicky kemudian menyampaikan perubahan perilaku konsumen energi dunia. Pada tahun 2020 lalu, terjadi penurunan konsumsi energi global secara signifikan, kecuali jenis energi terbarukan yang mengalami peningkatan. Maka dapat disimpulkan bahwa green recovery saat ini sedang menjadi tren masyarakat dunia.
Program green recovery turut menarik partisipasi perusahaan swasta internasional untuk bergabung dalam program RE 100. Program ini mempunyai komitmen untuk menggunakan 100 persen energi terbarukan di sistem operasinya. Energi terbarukan sendiri diklaim lebih menopang ekonomi secara berkelanjutan daripada energi fosil karena sumber energinya yang kontinu, bersih, dan tidak pernah habis.
“Beberapa bisnis perusahaan minyak seperti ExxonMobil, Royal Dutch Shell, Chevron, BP, dan Total SA mulai beralih menggunakan energi terbarukan,” tambah Dicky. Survei yang dilakukan Ipsos MORI juga menunjukkan bahwa 25 persen responden dari seluruh dunia setuju agar pemerintah melakukan green recovery untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi.
Pada akhirnya dapat disimpulkan, green recovery pasca pandemi menjadi potensi terbukanya green jobs secara lebar. Sebuah studi di US menyimpulkan bahwa akan lebih banyak tercipta lapangan kerja yang berwawasan lingkungan. Sektor teknologi terbarukan menciptakan 75 pekerjaan, sektor efisiensi energi menciptakan 77 pekerjaan, sedangkan sektor energi fosil hanya menciptakan 27 pekerjaan.
Untuk beralih ke green jobs, Dicky mengungkapkan bahwa ada beberapa hal yang dibutuhkan. Green jobs memerlukan pemahaman mengenai isu-isu lingkungan, perubahan iklim, dan energi. Tidak lupa, bahasa pemrograman dan internet of things juga menjadi hal penting. Tidak hanya itu, sifat kepemimpinan, serta kemampuan bahasa asing dan menulis tentunya harus dimiliki pekerja green jobs.
Green jobs tentunya hadir dengan berbagai tujuan dan harapan. Harapan utamanya adalah kembali mengoperasikan industri dan sektor ekonomi yang berkelanjutan sehingga pendapatan domestik meningkat pasca pandemi. “Green jobs juga diharapkan dapat mengurangi pemborosan konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca,” pungkas Dicky. (*)
Reporter : ion4
Redaktur : Luthfi Fathur Rahman
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) tak henti-hentinya melahirkan inovasi baru guna mendukung ekosistem halal di
Kampus ITS, ITS News — Sampah plastik sampai saat ini masih menjadi momok yang menghantui lingkungan masyarakat. Untuk mengatasi
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) terus memantapkan komitmennya dalam berkontribusi menjaga lingkungan dengan mengurangi sampah
Kampus ITS, ITS News — Sejak ditemukan pada 1862, plastik telah digunakan secara masif di dunia dan telah melahirkan