ITS News

Jumat, 27 September 2024
10 November 2007, 13:11

Rapat Terbuka Dies Natalis, Dimeriahkan Aksi Kempo

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Tepuk tangan peserta Rapat Senat menggema, manakala sebuah tendangan udara diperagakan dalam atraksi beladiri shorinji kempo. Penonton dibuat berdecak oleh kecekatan pesilat-pesilat cilik tersebut. Suguhan yang diperagakan oleh para atlet muda Shorinji Kempo Pusat Pelatihan Cabang (Puslatcab) Surabaya ini, berakhir dengan aplaus panjang dari peserta.

Atraksi kempo tersebut dipentaskan sebagai acara sisipan dalam sesi orasi yang disampaikan oleh Daniel Mohammad Rasyid PhD, Kepala Pusat Kelautan LPPM ITS, dan mantan tenaga ahli Kementerian Riset dan Teknologi Indonesia era 2004-2006. Pada kesempatan tersebut Daniel membawakan orasi berjudul Transformasi Indonesia Tahun 2050 dengan bahasan time discipline dan Pendidikan Liberal.

Apa hubungannya dengan Kempo? Diungkapkan oleh Daniel, sebagai salah satu strategi dalam menyongsong Indonesia 2050, proses mendidik yang dalam hal ini dapat dipahami sebagai memandu anak harus diperlebar wilayah cakupannya. "Di sini kemampuan seni dan olah raga perlu mendapatkan perhatian yang lebih," tuturnya.

Kemudian ia mencontohkan bagaimana prestasi olah raga begitu melejit di negara-negara maju. "Jepang pun, yang merupakan salah satu negara termaju di Asia, memiliki ribuan padepokan seni beladiri yang tersebar di negerinya," imbuh Daniel.

Tentang mengapa Daniel mengambil 2050 sebagai refleksinya, ia menegaskan bahwa para pakar dunia telah memprediksikan bila pada tahun tersebut Indonesia akan masuk tujuh besar negara yang paling maju perekonomiannya di dunia.

Namun, lanjut Daniel, bercermin pada kenyataan yang ada saat ini, kondisi di Indonesia seakan bertolak belakang dengan prediksi di atas, khususnya jika dilihat sisi pendidikannya. "Kita malah mundur. Negara yang dulu pendidikannya di bawah kita, sekarang telah jauh berada di depan kita," tegas pria paruh baya ini.

Hubungannya dengan time discipline, Daniel menjelaskan variable bernama waktu adalah salah satu faktor utamanya. "Kita lihat saja pendidikan sejarah di Indonesia, jauh sangat minim. Pendidikan kita terlalu berorientasi pada sains," katanya. Menurut Daniel, apa yang terjadi dalam dimensi tempo dulu, hendaknya juga menjadi sumber inspiratif guna menyongsong masa yang akan datang. (f@y/rif)

Berita Terkait