ITS News

Jumat, 16 Agustus 2024
28 April 2021, 08:04

Mewujudkan Kota Tahan Bencana Melalui Penerapan DRM

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Ilustrasi dampak yang ditimbulkan bencana alam (Sumber: nasional.okezone.com)

Kampus ITS, ITS News – Berbagai bencana alam yang melanda Indonesia akhir-akhir ini menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang terdampak, baik dari segi materiel maupun non materiel. Merespons hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Planologi (HMPL) Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menyelenggarakan Sharing Session Srawungzkuy yang membahas pentingnya integrasi konsep Disaster Risk Management (DRM) ke dalam produk penataan ruang untuk mitigasi bencana.

Kepala Pusat Penelitian (Puslit) Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim ITS (MKPI ITS), Adjie Pamungkas ST MDevPlg PhD menggambarkan, belakangan bencana alam sering terjadi di Indonesia dengan frekuensi dan intensitas yang mengkhawatirkan. Potensi ini didukung akibat posisi Indonesia pada kawasan ring of fire, yang menjadikan sebagian besar wilayah Indonesia rentan terhadap bencana alam, khususnya gunung meletus dan gempa bumi.

Lebih lanjut Adjie menjelaskan, adanya peningkatan tren ekonomi yang cepat yang mengakibatkan terpusatnya aktivitas manusia di daerah perkotaan. Terdampaknya kawasan perkotaan yang sebelumnya dianggap ‘aman’, memunculkan kepanikan masyarakat perkotaan akan dampak bencana alam yang berpotensi menimpa. “Gempa Malang yang terjadi beberapa waktu lalu merupakan pengingat bahwa tidak ada yang bisa lepas dari ancaman bencana alam,” terangnya.

Letak Indonesia yang berada pada kawasan Ring of Fire (Sumber: mainmain.id)

Menimbang hal tersebut, Adjie menyampaikan sebuah gagasannya berupa konsep untuk integrasi Disaster Risk Management atau manajemen risiko bencana ke dalam dokumen perencanaan tata ruang kota. Untuk mewujudkan hal tersebut, Adjie menguraikan, pertama-tama sebagai pelaku utama, seorang perencana tata ruang perlu memahami sejarah kebencanaan serta mengumpulkan data yang berkaitan dengan penilaian risiko bencana di daerah perencanaannya.

Lebih lanjut, sambung Adjie, dari data yang terhimpun tersebut, dapat dilakukan proses analisis data sehingga menghasilkan strategi kebijakan mitigasi bencana yang tepat, baik secara struktural maupun non struktural. Dirinya menambahkan, proses tersebut akan menghasilkan produk tata ruang yang berkelanjutan pada aspek ekonomi, ekologi, sosial, dan juga kebencanaan.

Kepala Pusat Penelitian Mitigasi Kebencanaan dan Perubahan Iklim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (MKPI ITS), Adjie Pamungkas ST MDevPlg PhD memaparkan gagasannya mengenai pengintegrasian Disaster Risk Management ke dalam dokumen perencanaan tata ruang

Untuk mendapat gagasan tersebut, Adjie harus menganalisa sistem kelola kota-kota di Indonesia yang tidak memiliki desain untuk mitigasi bencana. Bahkan, salah satu kesalahan paling fatal adalah desain kota yang lebih mengutamakan estetika ketimbang fungsionalnya.  “Saya mengetahui itu dari pengalaman membantu penanganan bencana gempa di Kota Palu tahun 2018 lalu,” kenangnya.

Adjie berpendapat bahwa kondisi yang ideal bagi sebuah sistem kelola kota yakni ketika perencanaan pembangunan sedapat mungkin menghindari daerah yang memiliki potensi bencana. Andaipun terdapat kawasan yang dibangun di daerah rentan bencana, perlu adanya kebijakan pendukung untuk mengantisipasi dampak dari risiko yang ditimbulkan. “Jika sudah terlanjur ada pembangunan, maka perlu kebijakan struktural seperti pembangunan jalur-jalur evakuasi bencana, serta titik kumpul untuk evakuasi” tutur Adjie.

Sebagai pelengkap, Adjie menyampaikan bahwa perlu diterapkan pula kebijakan kode bangunan untuk menetapkan standar ketahanan struktur bangunan terhadap jenis bencana tertentu. “Kita harus tahu infrastruktur apa yang diperlukan jika terjadi bencana. Ini harus disiapkan sebagai langkah mitigasi,” cetusnya.

Berbagai tindakan yang perlu dilakukan dalam setiap tahapan perancangan sebuah produk perencanaan tata ruang dengan memperhatikan aspek kebencanaan

Di akhir, Adjie berpesan, sebaiknya manajemen risiko berupa pemetaan bencana daerah dan langkah mitigasinya berfokus pada jenis bencana yang paling mungkin terjadi dengan resiko tertinggi. “Dengan cara ini diharapkan kebijakan yang dihasilkan dapat tepat sasaran sekaligus efisien dalam hal pembiayaan,” pungkasnya menutup. (*)

Reporter : Ferdian Wibowo

Redaktur : Akhmad Rizqi Shafrizal

Berita Terkait