ITS News

Jumat, 27 September 2024
16 Desember 2007, 15:12

Pelayaran IPTEK sebagai Integralistik FTK

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Ilmu didapat, pengetahuan bertambah, kebersamaan pun terjalin. Kebersamaan inilah yang coba diciptakan pada seluruh mahasiswa baru FTK. Tidak ada Teknik Perkapalan, tidak ada Teknik Sistem Perkapalan, tidak ada Teknik Kelautan. Hanya satu, FTK. Rupanya panitia mencoba memotori suasana seperti ini, dalam hal ini dilakukan koordinasi yang baik dari tiga himpunan yang ada di FTK.

Menurut Ketua Himpunan Teknik Sistem Perkapalan Wanda Angga, kegiatan kemahasiswaan di atas KRI Makassar 590 merupakan kelanjutan dari LKMM Pra-TD sebelumnya. Semuanya masih dalam rangka integralistik FTK. Kegiatannya pun dikemas menarik serta mampu mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu Integralistik FTK. Vivat FTK pun sering diteriakkan para peserta dan panitia. ”Hidup FTK, hidup FTK, hidup FTK.”

Sebagai awalan, diadakan malam pengenalan dan keakraban pada malam pertama berlayar, di atas deck helikopter. Seluruh peseta dicampur dan dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang masing-masing berisi mahasiswa dari setiap jurusan. Game-game seru lalu dimainkan agar lebih mengakrabkan antar peserta. ”Terserah game apa saja, yang penting terjalin keakraban di antara kalian,” teriak Angga melalui pengeras suara.

Keesokan harinya, Sabtu (15/12), peserta kembali beraksi menampilkan kreativitas dalam kelompoknya masing-masing. Unjuk gelar tersebut berlangsung sembari menunggu giliran untuk melakukan kunjungan ke berbagai tempat penting di kapal dengan luas sekitar120 x 22 meter persegi ini. Masih menurut Angga, unjuk gelar tersebut adalah bentuk simulasi untuk melatih kerjasama diantara peserta.

Debat serius tapi santai
Di sesi lainnya, panitia juga mengadakan debat mahasiswa antar kelompok. Berbagai tema tentang teknologi kelautan dikupas dan didiskusikan. Tema-temanya bahasan terkait kemaritiman seperti masalah sertifikasi SOLAS dan IMO, masalah Illegal Fishing, polusi akibat gas buang pengeboran minyak lepas pantai (off shore), serta perbedaan penyelesaian masalah perompak antara nelayan dan pemerintah.

Dalam perdebatan mengenai illegal fishing misalnya, salah seorang dari kelompok kontra mengumpamakan laut itu seperti pekarangan rumah yang telah berpagar, sehingga dilarang bagi negara tetangga untuk mengambil sesuatu di luar pekarangannya. Pernyataan ini dibalas oleh kelompok pro, ”emang laut ada pagarnya?” kontan saja seluruh peserta yang ada terbahak-bahak.

Salah satu anggota tim pro pun menambahkan bahwa illegal fishing itu sebenarnya tidak apa-apa dan justru bagus. ”Misal kita mengambil di wilayah orang mereka pun mengambil ditempat kita, bukankah dengan begitu akan terbentuk jalinan persaudaraan?” tawa keras peserta pun kembali terdengar.

Walaupun tema yang diangkat serius, debat tetap berlangsung penuh canda tawa dan terkadang menyimpang dari tema utama. Menurut Wahyu Ariawan, Kahima Teknik Perkapalan, debat tersebut hanya awalan bagi mahasiswa baru sebagai bentuk pengetahuan tentang masalah yang ada di bidang kemaritiman. ”Yang diharapkan adalah kekritisan mahasiswa serta kemampuan mereka untuk berdebat. Selain itu juga bagaimana mereka mampu belajar untuk memberikan saran,” ungkap Wahyu. (Zn/asa)

Berita Terkait