ITS News

Jumat, 22 November 2024
16 September 2021, 20:09

Memandang Akhir dari Konflik Palestina-Israel (Bagian 1)

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Dibalik Konflik: Israel dan Palestina (Editorial oleh ITS Online).

Palestina dan Israel, mengucapkannya saja sudah membuat orang yang mendengarkan merinding. Seberat itulah topik yang sudah menjadi bahan debat lintas masa dan generasi. Sengketa antara dua entitas kelompok ini menyimpan kisah sejarah yang dapat ditarik jejaknya hingga ribuan tahun. Seakan sudah menjadi konflik tanpa penyelesaian atau dapat dikatakan bak film yang tak memiliki ending.

Beberapa waktu lalu, di tengah gentingnya kondisi sosial ekonomi global akibat pandemi Covid-19, perang kembali berkobar. Dari yang awalnya saling berkelahi dan pukul-pukulan, kini menjadi ajang unjuk kekuatan menggunakan senjata pemusnah massal. Ideologi adalah kepentingan utama, nyawa manusia urusan kedua, mungkin begitu pikir mereka.

Tidak mau disalahkan, kedua belah pihak saling lempar klaim, menyiarkan narasi argumennya kesana kemari, berusaha menarik dukungan, dan saling tuding mengenai siapa yang bertanggung jawab.

Yang menjadi pertanyaan, kapan dan seperti apa konflik ini akan berakhir? Apakah tindakan kekerasan yang dilakukan beberapa waktu lalu membuahkan hasil? Entahlah, mungkin jawabannya tidak sesederhana pertanyaan itu. Mungkin juga jawabannya tidak akan kita ketahui, setidaknya untuk sekarang.

Sungguh, akan menguras tenaga dan pikiran ketika berusaha memikirkan solusi konflik ini. Namun, tidak ada salahnya jika kita berusaha melihat lebih jauh ke akar permasalahan dan melihat konflik ini dari perspektif yang baru. Dalam tulisan ini, mari menyelami lebih dalam untuk memahami konflik Palestina dan Israel, sehingga kita generasi muda bangsa dapat menyikapi permasalahan ini lebih bijak tanpa dikuasai rasa dendam dan kebencian.

“Negara” Itu Bernama Israel
Israel, “negara” yang pada awal pendiriannya ditentang oleh banyak pihak, terutama oleh negara tetangganya sendiri. Israel dimaksudkan sebagai rumah bagi kaum Yahudi, tempat dimana penganut agama Yahudi dari seluruh dunia dapat menjadi satu dan memiliki “tanah air” mereka sendiri. Pasca Perang Dunia I, melalui Deklarasi Balfour pada tahun 1917, Inggris memberikan wilayah yang disebut sebagai Palestina kepada bangsa Yahudi.

Pendirian Israel ditentang keras oleh komunitas Islam Palestina, dianggapnya bahwa Inggris memaksakan pendirian negara Yahudi di Palestina yang bertentangan dengan keinginan mayoritas masyarakat Palestina (Kompas,2020).

Pasca Perang Dunia II, tepatnya pada tahun 1947 PBB mengadakan sidang terkait permasalahan Palestina. Sidang ini menghasilkan Rencana Pembagian PBB, dimana rencana ini membagi Palestina menjadi dua negara, satu negara Arab, dan satu negara Yahudi.

Tentu keputusan ini ditolak mentah-mentah oleh pihak Muslim Palestina. Puncaknya, pada tahun 1948 meletus perang antara masyarakat Muslim dan Yahudi di Palestina. Perang dimenangkan oleh pihak Yahudi-Israel dan membuat mayoritas wilayah Palestina dikuasai oleh Israel. Di lain pihak, komunitas Muslim Palestina terpecah dan kekuatannya semakin melemah.

Israel akhirnya berhasil menguasai semua wilayah yang disengketakan, kecuali Tepi Barat serta bagian timur Yerusalem yang dikuasai Yordania, serta Gaza yang dikuasai oleh Mesir. Selanjutnya, perang demi perang terus berkobar di wilayah tersebut. Salah satunya adalah Perang Enam Hari pada tahun 1967, dimana militer Israel mengalahkan gabungan pasukan Mesir, Suriah, dan Yordania.

Sebagai hasil dari Perang Enam Hari, Israel berhasil merebut wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur dari Yordania. Semenjak saat itu, negara Israel terus memperkuat militernya dan menjadi salah satu kekuatan militer yang disegani di dunia. Didukung oleh penguasaan teknologi yang maju, Israel menempati peringkat ke 20 dalam hal kekuatan militer berdasarkan data Global Fire Power tahun 2021.

Asap tebal membumbung tinggi setelah serangan udara Israel menghantam sebuah bangunan di Gaza (Sumber: Suhaib Salem, Reuters).

Konflik Dengan Palestina Saat Ini
Konflik yang terjadi antara kedua belah pihak terus berulang dan mengalami evolusi, mulai dari pertumpahan darah akibat peperangan hingga sengketa penguasaan wilayah. Pada tahun 2021, dendam dan kebencian yang sudah lama terpendam kembali tumpah dan pertempuran tidak terhindarkan. Kali ini, konflik melibatkan salah satu faksi organisasi di Palestina yaitu Hamas dengan Pemerintah Israel.

Awal mula konflik terjadi selama Bulan Ramadan hingga menjelang hari raya Idul Fitri lalu. Bermula dari upaya Israel menggusur warga Palestina yang bermukim di Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur yang direspons dengan unjuk rasa oleh warga Palestina. Ketegangan kembali meningkat di Masjid Al-Aqsa, dimana kepolisian Israel membubarkan warga Palestina di Yerusalem yang sedang melaksanakan ibadah salat tarawih.

Puncaknya, pada 10 Mei Hamas menembakkan roket ke arah Tel Aviv, ibu kota Israel dan sejumlah wilayah yang dikuasai Israel lainnya. Klaim Hamas, aksi tersebut merupakan pembalasan atas agresi Israel di Yerusalem.

Israel lalu membalasnya dengan serangan mematikan di Gaza, daerah kekuasaan Hamas. Tanggal 11 Mei Hamas membalas dengan menghujani roket di Tel Aviv, setelah serangan udara Israel menghancurkan sebuah blok gedung bertingkat di Gaza yang diklaim berisi kantor-kantor Hamas. Hari-hari berikutnya Israel terus membombardir segala penjuru Gaza menggunakan drone dan jet-jet tempur. Sejumlah bangunan dihancurkan, ratusan korban jiwa warga Palestina dan Israel berjatuhan.

Hingga pada Jumat, 21 Mei 2021 pukul 02.00 dini hari waktu setempat, Hamas dan Pemerintah Israel mengumumkan gencatan senjata yang berlangsung hingga saat tulisan ini dibuat.

255 Korban Jiwa
Mengutip dari Kompas, jumlah korban tewas akibat konflik ini baik dari warga Israel maupun Palestina berjumlah 255 orang. Kementerian Kesehatan Gaza mencatat, setidaknya terdapat 243 warga Palestina yang menjadi korban jiwa, 66 diantaranya adalah anak-anak. Sementara itu, mengutip Al Jazeera, korban jiwa dari Israel sebanyak 12 orang, termasuk 2 anak-anak.

Dari sisi kerugian materiil, otoritas Palestina menyebutkan kerugian mencapai 322 juta dolar Amerika Serikat akibat rentetan serangan udara yang dilakukan oleh militer Israel selama 11 hari. Kementerian Perumahan Hamas menyebutkan sebanyak 16.800 rumah rusak akibat pengeboman yang dilakukan militer Israel. Dari jumlah tersebut, 1.800 rumah sudah tidak layak huni, dan ribuan unit rumah lainnya hancur rata dengan tanah.

(Bersambung ke Bagian 2)

 

Ditulis oleh:
Tim Redaksi ITS Online

Berita Terkait