ITS News

Jumat, 27 September 2024
21 Februari 2008, 11:02

Lumpur Lapindo Mutlak Bencana

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Seminar yang menghadirkan Diposaptono Kasubdit Mitigasi Bencana dan Pencemaran Lingkungan-DKP Dr Subandono, Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi-ESDM Dr Surono, Dosen Teknik Kelautan FTK-ITS Dr Wahyudi Cito Siswoyo, dan Dr Ria Asih Soemitro sebagai Dosen jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS ini tak luput dari pertanyaan seputar masalah Lumpur Lapindo.

Dr Surono tak ragu menyebut semburan lumpur tersebut sebagai bencana. ”Definisi bencana itu kan kejadian yang menimbulkan kerugian, baik jiwa, maupun harta benda, dan Lumpur Lapindo itu ya begitu,” ujarnya diplomatis. Surono menyatakan Lumpur Lapindo adalah mutlak sebuah bencana.

Hanya saja, yang perlu dikaji lebih lanjut adalah penyebab bencana tersebut. ”Tak ada yang membantah bahwa itu bencana. Hanya saja, benarkah itu diakibatkan alam atau lainnya?” sambungnya. Surono menambahkan fenomena lumpur lapindo ini tergolong sebuah mud volcano. Dia tidak memungkiri bahwa daerah Porong dan sekitarnya merupakan ladang mud volcano.

Bahkan, Surono pernah meneliti beberapa mud volcano yang terdapat di sekitar Bandara Juanda, Surabaya. ”Tapi skalanya kecil sekali, cuma gundukan kecil kadang ada lalu menghilang, nanti timbul lagi di tempat lain,” lanjutnya. Mud volcano ini bahkan terbentang hingga ke Pulau Madura sampai area Bledug Kuwu, Purwodadi, Jawa Tengah. Menurutnya, kondisi mud volcano akan tetap seperti ini jika tidak ada pemicunya. ”Kalau tidak diutik-utik ya cuma seperti itu. Nah kalau lumpur di Lapindo itu, ya silahkan disimpulkan sendiri,” tambahnya.

Pengendalian Lumpur Lapindo Bermuatan Politis
Surono menyatakan, solusi yang terbaik untuk mengendalikan mud volcano ini adalah dengan melakukan pengendalian lumpur. Menurutnya, meninggikan tanggul terus menerus bukanlah hal yang bijak untuk dilakukan. Sebab, tanggul yang terus ditambah akan menyebabkan deformasi dan menarik tanah disekitarnya.

Beberapa gejala hal itu sudah mulai terlihat. Seperti kemunculan beberapa semburan baru di sekitar Porong, bubble-bubble gas baru, hingga penurunan muka tanah.
Agar hal ini tidak bertambah parah, harus dilakukan pengendalian ketinggian lumpur. ”Yang terpenting airnya harus dibuang, sehingga ketinggian lumpur bisa dikontrol,” lanjutnya.

Solusi ini, menurut Surono, sebenarnya sudah sering diungkapkan. Termasuk pembuangan air lumpur ke laut. Namun, lebih banyak mendapatkan tentangan daripada dukungan. ”Padahal berdasarkan kajian, air yang terdapat di lumpur Porong ini sama sekali tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya,” tandasnya. ”Itu aslinya juga endapan dari air laut yang berumur ribuan tahun. Jadi kalau dikembalikan lagi ke laut kan ya nggak apa-apa, sama-sama air lautnya,” ungkapnya.

Terlalu banyaknya muatan politis dalam penanganan kasus ini membuat Lumpur Lapindo tak segera terselesaikan. Padahal, jika ditilik dari lamanya lumpur tersebut akan terus menyembur, Surono angkat tangan. ”Lihat saja Bledug Kuwu, itu sudah berlangsung selama ribuan tahun. Saya nggak tahu pasti sampai kapan lumpur Lapindo itu akan seperti ini,” terangnya.

Soroti Gempa Dan Tsunami
Sementara itu, Dr Subandono Diposaptono lebih menyoroti tentang seputar gempa bumi dan tsunami. Sebagai negara yang berada di jalur pertemuan tiga lempeng, Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, Indonesia memang rawan gempa. Kondisi ini ditambah lagi dengan kieberadaan 129 gunung berapi yang terdapat di negara ini. "Memang bisa dipastikan negara kita ini sering terkena gempa," jelasnya.

Pun begitu, teknologi saat ini tidak dapat memprediksi secara tepat kapan dan dimana bakal terjadi gempa dan tsunami. "Jika ada yang meramal gempa lengkap dengan hari dan tempatnya itu sudah pasti bohong," papar Subandono. Fenomena alam ini terjadi karena aktifitas di bawah kerak bumi yang berlangsung secara terus menerus.

Sehingga, selain tidak terprediksikan, gempa juga tidak dapat dihentikan. "Pergerakan lempengan bumi ini akan terus terjadi karena lempengan yang masuk ke lapisan bumi akan leleh oleh panas inti bumi," tandasnya. Begitu pula dengan Tsunami. Sehingga, satu-satunya hal yang bisa diperbuat adalah memaksimalkan kewaspadaan diri. Seperti berlindung sesegera mungkin jika terjadi gempa dan menjauhi area pantai. "Jika mengalami gempa di daerah pesisir, paling gampang adalah lari ke tempat yang tinggi," ujar Subandono.

Jika dalam selang waktu satu hingga dua jam tidak terjadi tsunami, maka dapat dikatakan kondisi sudah aman. Bangunan tinggi yang banyak berongga, seperti masjid dan rumah panggung mempunyai daya tahan lebih besar terhadap tsunami ketimbang bangunan masif. "Air bisa mengalir ke sela-sela bangunan, itu sebabnya Masjid di Aceh banyak yang utuh," komentarnya.

Selain seminar, dalam acara hasil kerjasama antara ITS, CCCL, dan Asosiasi Alumni Mahasiswa Indonesia di Prancis (AEIF) tersebut juga digelar pameran interaktif seputar Risiko Gempa. Seperti poster-poster dan foto-foto yang dibuat oleh Cite Des Sciences et De L’industrie Prancis. Pada kesempatan ini juga diputar film dokumenter berdurasi pendek serta video petikan hasil interview para pakar gempa yang sebagian besar berasal dari Prancis. (humas/th@)

Berita Terkait