Kampus ITS, Opini – Kalangan mahasiswa mungkin sudah tak heran dengan hadirnya akun kampus cantik di dunia maya. Akun tak resmi yang mengatasnamakan institusi dengan embel-embel kata ‘cantik’ di belakangnya tersebut memang cukup populer dan banyak menimbulkan kontroversi. Namun, sadarkah mereka dengan sisi gelap di balik keberadaannya?
Dikenal sebagai platform sosial dengan jumlah pengikut fantastis yakni puluhan hingga ratusan ribu, akun tersebut rata-rata berasal dari kampus besar di Indonesia. Mereka kerap menampilkan deretan foto mahasiswi yang dinilai cantik sesuai dengan standar para adminnya. Di setiap unggahannya, mereka turut mencantumkan nama lengkap, asal fakultas, asal jurusan, angkatan, hingga menandai akun pribadi si pemilik foto.
Tak boleh dianggap remeh, tersebarnya data pribadi di media sosial secara tak langsung dapat membentuk profil seseorang. Hanya dengan melihat satu unggahan, warganet langsung melemparkan asumsi-asumsi tak berdasar. Tabiat seperti ini tentu saja merugikan dan sudah menerobos ruang aman dan privasi korbannya.
Pada beberapa kasus, data disebar tanpa sepengatahuan dari pemilik foto tersebut. Padahal, jika dilakukan tanpa persetujuan si pemilik foto, perilaku tersebut bisa digugat sebagaimana tercatat di Undang-Undang Nomor 19 tahun 2016 Pasal 26 ayat 1 dan 2 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Melanggengkan Praktik KBGO
Jenis akun seperti ini nantinya akan terus melanggengkan praktik Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di lingkungan kampus. Dilansir dari laman tirto.id, tindakan-tindakan yang tergolong ke dalam KBGO meliputi distribusi foto dan video pribadi, penyalahgunaan data pribadi, pelanggaran privasi, pelecehan dan penghinaan secara online, serta masih banyak lagi.
Meski beberapa dari mereka berdalih telah mendapatkan konsen dan persetujuan dari si pemilik identitas, namun informasi personal yang diunggah tetap bisa menjadi momok mengerikan ke depannya. Mulai dari memicu komentar bernada seksual, teror pesan pribadi pemilik foto, hingga menjurus ke pelecehan seksual di dunia nyata. Dalam piramida rape culture, fenomena ini termasuk ke dalam tahap degradation atau tahap awal budaya pemerkosaan.
Tim ITS Online berhasil mewawancarai dua orang yang fotonya pernah diunggah ke salah satu akun kampus cantik, sebut saja A dan B. A mengungkapkan bahwa pengelola akun kampus cantik memang meminta persetujuan terlebih dahulu sebelum menggunggah foto yang bersangkutan. “Namun, yang tidak aku sangka, beberapa jam setelah foto itu diunggah, aku mendapatkan banyak komentar berbau seksual,” ujar A.
“Cantik sih, tapi mau nggak sama abang?”
“Bening banget, cocok nih diajak berumah tangga,”
“Yang begini mau diajak makan pinggir jalan nggak?”
“Menurut aku biasa aja, nggak cantik-cantik amat,”
Begitulah isi komentar postingan akun kampus cantik kebanyakan. Tak hanya itu, A juga merasa terganggu karena mendapat banyak pesan dari laki-laki asing di media sosial Instagramnya. Di sisi lain, B berpendapat bahwa eksistensi akun kampus cantik membantunya mendapatkan relasi dan pengikut baru. “Selain itu, aku merasa kepercayaan diri semakin meningkat setelah fotoku diunggah,” terangnya.
Produk Komodifikasi dan Objektifikasi terhadap Perempuan
Jika ditilik lebih dalam, akun kampus cantik ini merupakan produk komodifikasi dan objektifikasi terhadap perempuan. Hal ini berkaitan dengan hegemoni patriarki yang menganggap perempuan adalah ‘objek’ yang layak dinikmati laki-laki. Benar saja, komentar-komentar yang dilontarkan warganet di akun tersebut memang cenderung tak beretika dan banyak menyinggung fisik perempuan. Lucunya, di saat bersamaan, pemilik akun kampus cantik malah meraup keuntungan lewat jasa promo berbayar.
Lantas, paras seperti apa yang kerap dijadikan standar cantik oleh akun-akun ini? Jawabannya tentu saja ‘cantik’ versi admin yang terbentuk melalui konstruksi sosial dan kultural. Dalam kata lain, ‘cantik’ digambarkan dengan perempuan berkulit putih, bertubuh langsing dan tinggi, serta berwajah mulus. Tak heran, banyak perempuan berlomba-lomba mengikuti kriteria kecantikan yang sempit dan dangkal.
Tanpa sadar, kebanyakan perempuan malah ingin fotonya dicatut ke dalam akun tersebut. Alasannya, tentu saja untuk mendapatkan validasi dan atensi. Selain itu, kurangnya kesadaran terhadap dampak KBGO menjadi faktor alasan lainnya. Untuk itu, dengan mengangkat isu ini lebih sering, diharapkan kaum perempuan di Indonesia dapat teredukasi dan melek akan informasi.
Siapa yang ada di baliknya?
Tidak ada yang tahu siapa sebenarnya pencetus akun kampus cantik ini. Yang pasti, mereka hanyalah segelintir orang tak bertanggung jawab yang berusaha mengais pundi-pundi rupiah dengan ‘menjual’ wajah perempuan. Akun ini nyatanya memang kurang relevan dengan dunia akademik. Pendidikan sejatinya berfungsi mencerdaskan, bukan mengkotak-kotakkan paras mahasiswinya.
Yang bisa kita lakukan sekarang adalah dengan tidak lagi mengikuti akun serupa. Di samping itu, akun-akun tersebut secara massal mengikutsertakan nama institusinya sebagai nama pengguna. Hal ini tentu berpotensi merusak citra kampus di masa yang akan datang. Untuk itu, pihak kampus diharapkan dapat berperan dalam mengawasi perkembangan akun problematik ini ke depannya.(*)
Ditulis oleh:
Erchi Ad’ha Loyensya
Mahasiswa S-1 Departemen Teknik Mesin
Angkatan 2019
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News — Mengokohkan diri sebagai pusat teknologi, riset, dan pendidikan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) meresmikan
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menutup tahun 2024 ini dengan perolehan akreditasi nasional dari Lembaga
Kampus ITS, ITS News — Peningkatan masalah kesehatan kelamin, khususnya kanker serviks dan kutil kelamin, tidak diiringi dengan pemahaman
Surabaya, ITS News – Kenyamanan dan fungsionalitas menjadi aspek utama dalam desain bangunan yang ramah lingkungan, tak terkecuali bagi