ITS News

Jumat, 04 Oktober 2024
12 Februari 2009, 19:02

Energi Terbarukan Bertumpu pada Para Insinyur

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

Hal itu yang coba dibedah dalam Seminar Bahari Nasional, salah satu rangkaian Ocean Week 4. Dr M Amirullah Makmunsyah mengatakan bahwa pola dan konsepsi pengembangan sumber energi terbarukan ada di tangan banyak pihak. "Salah satu yang paling sentral adalah insinyur yang inovatif,“ ujar Direktur Balai Besar Teknologi Energi BPPT.

Menurutnya, Indonesia membutuhkan inovator-inovator atau bahkan inventor-inventor. Ia menambahkan bahwa banyak sekali potensi energi yang luput dari pemanfaatan. Padahal kebutuhan kita akan energi sangatlah banyak. Belum lagi beberapa daerah terpencil yang tidak bisa mengakses energi. “Teknologi PLTU sudah ada sejak tahun 40-an tapi Indonesia belum bisa memaksimalkannya,” tambahnya.

Sedangkan proses untuk membuat sebuah energi baru menggantikan energi unrenewable tidaklah mudah. Ia pun menyebutkan beberapa tahapan yang harus dilakukan sebelum energi baru itu bisa digunakan. Beberapa diantaranya adalah ketersediaan bahan baku, aksesbilitas, kemampuan masyarakat untuk membelinya, dan tingkat efesiensi yang tinggi. Hal itu masih harus melewati kebijakan-kebijakan pada daerah tersebut. “Jadi, butuh usaha untuk saling meyakinkan banyak pihak sehingga energi baru itu bisa diaplikasikan,” ungkap Amirullah.

Dalam konteks pengembangan energi terbarukan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia, haruslah diklasifikasikan dalam beberapa karakteristik. Beberapa diantaranya adalah keterpencilan, luas daerah, kondisi alam, keterbatasan akses, SDM, produktivitas dan layanan publik yang tersedia. “Oleh karena itu, sekarang sedang digalakkan program Desa Mandiri Energi (DME),” tuturnya.

Program ini akan berusaha memecahkan permasalahan sistem distribusi energi. Lalu menciptakan energi-energi baru yang bersifat lokal. Ia mengambil contoh distribusi listrik pada pulau-pulau kecil di sekitar Madura. Kebanyakan hanya berharap dari pasokan generator atau diesel. Seandainya distribusi solar tidak lancar maka pasokan energi akan putus. “Tentu hal itu sangat berpengaruh pada aktivitas yang lain di pulau itu,” imbuhnya.

Lalu ia menyebutkan beberapa contoh energi yang berpotensi dikembangkan di wilayah tersebut seperti Energi Surya, Angin, dan Geothermal. Seperti diketahui, Indonesia memiliki pendukung seumber daya energi tersebut. Indonesia terletak di garis khatulistiwa sehingga siklus pancaran sinar matahari lebih teratur dibanding negara di bagian utara atau selatan. “Tapi Indonesia masih kalah dengan Jerman, padahal energi surya di Indonesia lebih banyak,” kata Amirullah lagi.

Ia menambahkan bahwa energi geothermal seharusnya bisa menjadi harapan utama negara untuk menggantikan energi fosil. Jelas, Indonesia merupakan penghasil terbesar panas bumi. Bahkan Indonesia sudah tertinggal dari Filipina dan Selandia baru. “Sekarang mereka sudah bertumpu pada energi panas bumi bukan lagi fosil, kemana para insinyur kita?”

Sementara pembicara yang lain, Dr Daniel M Rosyid mengungkapkan pentingnya sebuah kebijakan yang mendukung Industri. Dalam hal pengembangan Industri berbasis energi dibutuhkan juga dukungan dari pemerintah yang memegang kebijakan. Ia mengharapkan pemimpin-pemimpin bangsa sekarang mempunyai strategi jangka panjang. Karena pembangunan infrastruktur tidak bisa mengikuti siklus lima tahunan seperti pemilu. “Dibutuhkan pemimpin yang berfikir sebagai negarawan bukan politisi,” pungkas Dosen Teknik Kelautan FTK ITS ini. (bah/mtb)

Berita Terkait