ITS News

Sabtu, 23 November 2024
02 November 2022, 17:11

Menyikapi Kasus Kebocoran Data Pribadi di Era Digital

Oleh : itsojt | | Source : ITS Online

Ilustrasi peretas data atau hacker dengan tujuan yang buruk (sumber: Freepik)

Kampus ITS, Opini – Data pribadi menyimpan berbagai privasi seseorang, dan menjadi tabu jika disebarkan tanpa seizin pemiliknya. Maraknya kasus kebocoran data pribadi di Indonesia, membuat masyarakat khawatir dengan keamanan data pribadinya. Lantas, bagaimana kita dapat menyikapi fenomena tersebut?

Banyaknya celah pada situs-situs perusahaan atau instansi pemerintah memudahkan seorang peretas atau hacker dengan tujuan jahat untuk membobol data pribadi masyarakat. Selain itu, kurangnya literasi keamanan data digital dan tidak adanya hukum pasti dalam tindak kejahatan digital membuka jalan bagi hacker menjalankan tabiat buruknya.

Hal tersebut didukung dalam data yang dihimpun katadata.id, Indonesia menempati peringkat ketiga dengan jumlah akun yang mengalami kebocoran data terbanyak pada kuartal ketiga tahun 2022. Dengan lebih dari 12 juta akun yang diretas dan kasus yang meningkat setiap bulannya, membuat pemerintah harus berbenah untuk mengatasi serangan hacker di ruang digital untuk keamanan masyarakat.

Saat menilik alasan hacker dalam mencuri data pribadi, dikutip dari dataindonesia.id, keuntungan finansial menjadi motif terbesar hacker melakukan peretasan. Krisis finansial saat pandemi membuat semua orang mencari uang dengan berbagai cara. Harga jual data pribadi ilegal yang tinggi mampu membuat hacker meraup jutaan sampai miliaran rupiah setiap bulannya.

Sementara itu, permasalahan sosial dan politik juga menjadi motivasi hacker melakukan peretasan data. Seperti hacker kondang bernama Bjorka yang menyebarkan data pribadi beberapa pejabat dan tokoh publik termasuk Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate. 

Aksi Bjorka ini dinilai sebagai aksi hacktivism yang mengaspirasikan lemahnya keamanan data digital dan kurangnya upaya pemerintah dalam melindungi hal tersebut. Walaupun beberapa masyarakat malah berbalik mendukung aksi Bjorka lantaran merasa sang hacker menyampaikan aspirasi yang turut mereka rasakan, aksi tersebut tetaplah sebuah tindak kejahatan digital. 

Aksi peretasan yang terjadi ini bukan hanya melanggar norma-norma sosial, tetapi juga dapat menimbulkan keresahan publik. Masih ada cara lain untuk menyampaikan aspirasi, seperti menyampaikan pada situs lapor.go.id, sistem informasi resmi dari pemerintah yang menampung aspirasi dan aduan masyarakat secara daring.

Karenanya, dibutuhkan payung hukum yang jelas untuk mengurangi angka peretasan data pribadi. Untuk tujuan itulah, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kominfo) segera menggoreng Rancangan Undang Undan (RUU) Perlindungan Data Pribadi (PDP). Dikutip dari situs kominfo.id, Menkominfo Johny G Plate menyebutkan penuntasan RUU sedang menjadi prioritas utama untuk menjaga kedaulatan dan keamanan data masyarakat.

Tak berhenti disitu, peran perusahaan dan instansi pemerintah juga dibutuhkan untuk memperkokoh arsitektur data digital. Perusahaan dan instansi yang menghimpun data pribadi masyarakat harus bijak dan bertanggung jawab dalam mengelola data yang mereka miliki. Perusahaan dapat merekrut orang-orang yang berkapabilitas untuk mengelola basis data mereka sehingga hacker tidak dengan mudah melakukan aksi pencurian data.

Kita sebagai pemilik data juga dapat melakukan pencegahan dalam meningkatkan literasi keamanan data digital, seperti tidak menggunakan kata sandi yang sama di setiap akun, bijak dalam membagikan data pribadi (KTP, e-mail, dan lain sebagainya), dan berhati-hati dalam mengunjungi situs atau mengunduh aplikasi yang berbau penipuan atau phising. Perlu diingat, data pribadi merupakan hal privasi yang harus bisa sama-sama kita jaga dengan baik. (*)

 

Ditulis oleh:
Muhammad Aulia Zikra
Departemen Teknik Sistem dan Industri
Angkatan 2022

Berita Terkait