ITS News

Minggu, 06 Oktober 2024
31 Maret 2009, 06:03

Bengawan Solo Butuh Rp 50 Triliun

Oleh : Dadang ITS | | Source : -

“Salah satu faktor penentu terjadinya banjir adalah ketidakmampuan infrastuktur mengakomodasi debit air,“ ungkap Dkojo pada diskusi tersebut. Maka dari itu menurut Djoko, jika berbicara banjir berarti juga harus berbicara tentang keseluruhan Daerah Aliran Sungai (DAS). Misalnya saja sungai Bengawan Solo yang melewati dua provinsi yaitu Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Tidak hanya dari hulu ke hilir sungai, tetapi juga daerah sekitar sungai beserta isinya,” jelas Djoko.

Djoko juga menerangkan bahwa menanggulangi banjir berarti merekayasa seluruh aliran sungai secara fisik dan non fisik. Meliputi lima aspek yaitu, konservasi, daya rusak, pemberdayaan masyarakat, sistem informasi dan pengelolaan. Ditinjau dari aspek konservasi, sungai harus dimanfaatkan semaksimal mungkin tanpa merusak ekologi alaminya.

“Proses penanggulangan banjir harus melibatkan masyrakat sekitar tidak hanya pemerintah saja,“ ujar Djoko. Yang terakhir adalah Sistem Informasi yang pastinya berkaitan dengan teknologi semisal Flood Warning System.

Lebih lanjut, Djoko menerangkan tentang run off manajemen yang mana konsepnya adalah menahan aliran air permukaan untuk tidak berbarengan memasuki tanah. Sehingga pada musim hujan tidak terjadi banjir dan musim kemarau tidak terjadi kekeringan. Tata letak tuang kota juga sangat mempengaruhi proses penanggulangan banjir.

“Daerah aliran sungai jangan di jadikan lahan perumahan seperti yang sering terjadi sekarang ini,“ ungkap Djoko. “Yang terpenting adalah pemahaman bahwa banjir adalah urusan kita semua, sehingga harus terjadi koordinasi yang harmonis antar Departeman Pekerjaan Umum, Pemerintah Daerah, dan juga masyarakat,“ pesan Djoko.

Senada dengan Djoko, Chairul berendapat bahwa faktor kerusakan lingkungan adalah salah satu faktor penentu tenjadinya banjir. “Pemprov Jatim mempunyai program rehabilitasi kawasan hutan (Gerhan) yang salah satu tujuannya adalah menaggulangi banjir,“ jelas Chairul.

Menurut Chairul tidak dapat dipungkiri bahwa faktor keserakahan manusia menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan yang berdampak akan bencana banjir. ”Maka dari itu kita sendirilah yang harus membangun kesadaran dan melakukan perbaikan,“ tambah Chairul.

Sebagai contoh, Chairul membeberkan perbedaaan infrastruktur antara sungai Brantas dan Bengawan Solo. Sungai Brantas mempunyai infrastruktur lengkap dengan jumlah sepuluh bendungan sedangkan bengawan solo hanya mempunyai satu bendungan yang terletak di Wonogiri. “Padahal Bengawan Solo panjangnya dua kali lipat dari Brantas. Untuk membangun infrastruktur pada Bengawan Solo diperhitungkan membutuhkan biaya sekitar Rp 50 triliun,” ujar Chairul.

Untuk menanggulangi luapan air Bengawan Solo, Pemprov Jatim mempunyai action plan 2009. Antara lain adalah pengerukan floodway plagwot di Sedayu Lawas untuk mengembalikan kapasitasnya menjadi 640 m3/detik, pembangunan tanggul Rawa Jabung dan kajian pemanfaatan air Bengawan Solo ke Madura untuk kebutuhan pasca Suramadu.

Ditemui di tengah Acara, Masca Indra sebagai ketua panitia menerangkan bahwa tujuan diadakan kegiatan ini adalah untuk mencari solusi terbaik terkait dengan bencana banjir yang rutin dialami oleh kawasan Jatim dan Jateng karena luapan sungai Bengawan Solo. ”Nantinya hasil diskusi tadi kita rangkum dan diserahkan pada pemerintah pusat untuk ditindak lanjuti,“ ujar Masca yang juga mahasiswa Teknik Sipil ITS angkatan 2006.

Acara ini terbilang sukses karena tidak hanya mengundang mahasiswa ITS tapi juga dihadiri oleh beberapa bupati dan kepala dinas dari Surabaya, Lamongan, Bojonegoro, Madiun, dan Ngawi. (az/mtb)

Berita Terkait