Kampus ITS, Opini – Kita hidup di era di mana informasi tersedia secara melimpah, tapi ironisnya, fakta-fakta objektif seringkali tidak lagi menjadi dasar utama dalam membentuk opini publik atau kebijakan politik. Sebuah fenomena yang disebut dengan post-truth menjadi ancaman bagi masyarakat untuk menentukan mana yang fakta dan bukan.
Fenomena post-truth sendiri dapat dijelaskan sebagai suatu kondisi dimana seringnya fakta aktual digantikan oleh daya tarik emosi dan prasangka pribadi dalam upaya mempengaruhi opini publik. Fakta atas suatu peristiwa biasanya disajikan dengan manipulasi sebuah informasi agar sesuai dengan intensi atau kepentingan si penyebar berita, atau lebih buruknya yang disebarkan bukanlah fakta sama sekali.
Dilansir dari laman Katadata Insight Center (KIC), di Indonesia sendiri setidaknya terdapat 30 sampai 60 persen orang terpapar hoaks saat mengakses dan berkomunikasi melalui dunia maya. Sementara itu, hanya terdapat 21 sampai 36 persen saja jumlah masyara8kat yang mampu mengenali dan memilah informasi yang didapatkan.
Hal ini tentu menjadi sebuah masalah, karena pada post-truth ini para pelaku memiliki tujuan lebih dari sekadar menyebarkan berita bohong, tetapi membuat seseorang mempercayai suatu data terlepas ada atau tidaknya bukti. Lebih dari itu, post-truth juga mencakup penyalahgunaan informasi fakta. Seperti penggunaan gambar tertentu untuk menjelaskan situasi yang bukan sebenarnya. Akhirnya, informasi yang diberikan bukan lagi merupakan informasi yang valid dan kredibel.
Salah satu faktor terjadinya fenomena ini adalah kondisi transisi masuknya teknologi ke dalam kehidupan bermasyarakat. Terbukanya ruang internet mendorong hadirnya siapapun dalam ruang publik yang bukan lagi berdasarkan esensi, melainkan eksistensi. Sifat serba cepat yang ditawarkan pun turut memicu masyarakat menjadi tidak kritis dan irasional dalam mencerna sebuah informasi. Akhirnya, banyak orang menjadi tidak waspada dan mudah untuk terjerat dalam pusaran distribusi informasi.
Mengatasi hal tersebut, penting untuk memahami bahwa kebenaran dan fakta harus menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan dan pembentukan sebuah opini. Setiap orang harus memastikan bahwa informasi yang diterima berasal dari sumber yang terpercaya dan diverifikasi. Selain itu, pengembangan keterampilan kritis dan literasi informasi turut menjadi faktor penting dalam mengatasi post-truth. (*)
Ditulis oleh:
Nayla Maisun Nur Aqila
Departemen Statistika
Angkatan 2022
Reporter ITS Online
Kampus ITS, ITS News – Tim MedPhy.Edu Laboratorium Fisika Medis dan Biofisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menciptakan Fantom
Kampus ITS, Opini — Dengan kemajuan teknologi di era modern ini, media sosial kini telah menjadi bagian integral dalam kehidupan
Kampus ITS, Opini — 20 tahun telah berlalu sejak Tsunami Aceh 2004, tragedi yang meninggalkan luka mendalam sekaligus pelajaran
Kampus ITS, ITS News — Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) senantiasa menguatkan tekadnya untuk membentuk generasi muda yang prestatif